Fourteen

228 34 0
                                    

"Jadi itu alasan kenapa lo gak pernah mau kasih tau gue alamat rumah lo?."

Jeongguk mengangguk pelan, kepalanya masih tertunduk menatap kepalan tangan yang berada diatas paha. Semuanya berantakan. Ayahnya yang marah besar karena alasan sepele dan kini Taehyung telah mengetahui rahasia yang selama ini ia simpan baik-baik dari semua orang. Bahkan, Mingyu saja tidak mengetahui tentang keluarganya yang berantakan.

Taehyung lalu terdiam, menatap luka Jeongguk yang sudah tertutup perban. Untungnya ia selalu sedia kotak p3k didalam mobil. Maka begitu melihat bercak berupa darah didahi Jeongguk, Taehyung dapat dengan cepat mengambil beberapa peralatan yang dibutuhkan. Setelah berhasil pergi dari Kawasan rumah adik kelasnya itu tentu saja.

"Maaf, ya, kak, ngerepotin." Ucap Jeongguk. Wajahnya memancarkan aura sendu yang kentara sekali.

Hal itu tentu saja membuat Taehyung juga merasakan yang sama. "Gak, kok, Jung."

"Kak Taehyung gak mau ke sekolah aja?."

"Males. Udah jam segini juga." Taehyung menatap jam tangannya yang sudah menunjukan pukul Sembilan pagi. Total melupakan ucapan ibunya untuk tidak telat pergi ke sekolah.

Lagipula lokasi mereka memang sedang jauh dari sekolah. Mobil Taehyung terparkir disebuah pom bensin terdekat dari rumah Jeongguk. Sayangnya, hal itu membuat jarak mereka dan sekolah semakin jauh.

"Btw, temen lo gak tau tentang ayah lo?."

Jeongguk mendongak, menatap Taehyung yang sedang menatap kedepan. "Enggak."

"Temen lo gak tau alamat rumah lo juga?."

"Tau. Tapi, ya, sekedar tau aja. Mingyu gak tau apa-apa tentang ayah gue yang abusive."

Abusive. Ayah Jeongguk abusive. Selalu menyakitinya secara fisik maupun mental tanpa henti. Taehyung sontak menatap Jeongguk dalam. Adik kelasnya itu memang terlihat baik-baik saja jika hanya dilihat sekilas. Tapi, jika dilihat lebih dalam, Taehyung dapat merasakan bahwa sebenarnya Jeongguk juga Lelah dengan semuanya.

"Karena sekarang gue udah tau tentang ayah lo, jangan takut untuk minta tolong sama gue, Jung." Ucap Taehyung. Terdapat sebuah senyuman tipis namun manis diwajah tampannya.

Jeongguk lantas ikut tersenyum. Demi tuhan, jantungnya tidak pernah berdetak sekeras ini sebelumnya. Sudah bisa dipastikan bahwa wajahnya sudah mulai memerah karena malu. Kim Taehyung, kakak kelas yang ia sukai selama ini benar-benar duduk disampingnya dengan senyuman paling manis yang pernah ada.

"Thanks, kak."

━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━

Jeongguk menatap lurus sebuah makan dengan batu nisan yang bertuliskan nama sang ibu. Pandangan dan pikirannya sontak kosong, tidak tahu bagaimana cara untuk mengontrol dirinya sendiri ketika berada dihadapan sang ibu secara langsung. Tubuh Jeongguk-pun menggigil seiring angin malam berhembus kencang.

Disebelahnya, Taehyung hanya terdiam merangkul lengan Jeongguk sambil sesekali mengusapnya guna menyalurkan rasa hangat.

"Koo, udah, yuk?. Lo gak kedinginan?."

Taehyung cukup khawatir karena tubuh Jeongguk perlahan terasa semakin dingin. Mengingat mereka sudah berdiri disini selama tiga puluh menit. Dan itu juga Jeongguk belum mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya. Lelaki itu hanya terdiam, menatap sendu makam ibunya.

"Ayo pulang, kak."

Akhirnya Jeongguk menarik tangannya untuk keluar dari area makam. Berjalan sepanjang jalan setapak yang dikelilingi oleh kegelapan. Angin terus berhembus seolah mencoba untuk menghempas tubuh keduanya. Malam ini dingin sekali, lebih dingin dari biasanya.

Setelah mereka duduk dimobil, Jeongguk langsung menjalankan mobil itu kembali membelas jalanan malam yang sepi. Seperti jalanan malam pada umumnya, lampu-lampu jalan menjadi salah satu sumber pencahayaan bagi pengendara. Bias cahaya kuningnya juga terlihat cantik jika dipandang. Ya, setidaknya berkendara malam bukan menjadi hal yang begitu buruk.

"Minggir sebentar?."

Jeongguk menaikan alisnya ketika mendengarnya. Namun, tangannya tetap memutar kemudi agar mobil perlahan menepi ke arah tepi jalan raya yang sepi pengendara. Ketika mobil sudah berhenti total, Jeongguk dibuat terkejut ketika merasakan bobot tubuh Taehyung diatas pahanya.

Tangan Taehyung lantas melingkar di sekitar leher Jeongguk yang bebas, tersenyum lebar saat merasakan sepasang lengan juga ikut melingkar dipinggangnya. "Gimana tadi?."

"Gimana apanya?."

Taehyung berdecak dan bola matanya ikut berputar. Jeongguk yang melihat itupun tidak bisa menyembunyikan tawanya. "Sama mama lo. Masih kangen?."

Dan Jeongguk tidak menjawab pertanyaannya. Hanya diam dengan mulut terkatup rapat "sambil menatap lurus ke mata Taehyung. Napas lelaki itupun juga ikut memberat.

"Gak mau cerita?."

"Gue masih heran kenapa mama bisa ninggalin gue gitu aja sama papa."

Tubuh Taehyung lalu membeku. Jujur, ia seendiri juga bingung hendak menjawap apa. Karena hal ini murni masalah Jeongguk dengan kedua orangtuanya dan Taehyung merasa tidak berhak  untuk memberi komentar yang berlebihan.

"Gue capek, kak."

Telapak tangan Taehyung sontak membawa kepala Jeongguk ke dalam pelukan. Mengusapnya dengan kasih sayang yang berlimbah. Berharap bahwa kasih sayang yang ia beri cukup untuk meyakinkan Jeongguk untuk bertahan lebih lama lagi. Untuk Taehyung dan untuk diri Jeongguk sendiri.

"Papa jahat, gue capek." Lirih Jeongguk, membawa rasa sakit yang tak terhingga ke relung hati Taehyung.

"Tahan sebentar lagi, ya?. Gue disini, Koo, gue disini."

"Kak Taehyung..." Lirihan itu kembali terdengar dari mulut Jeongguk bersamaan dengan isakan kecil yang dapat Taehyung dengar jelas.

Jeongguk kini total menangis didada Taehyung. Menumpahkan segala emosi yang selama ini ia pendam disana. Kedua lengannya memeluk punggung Taehyung dengan erat seolah tidak ada lagi hari esok. Sementara Taehyung, ia tidak bisa berkata apa-apa. Hanya berperan sebagai pendengar yang baik bagi sosok yang ia sayang.

Tangan Taehyung-pun tidak berhenti mengusap kepala Jeongguk halus guna menyalurkan rasa nyaman kepada lelaki itu.

"Mau ketemu mama..."

Dan kalimat itu terucap lagi. Taehyung sungguh tidak bisa jika dihadapkan dengan perkataan Jeongguk yang seperti ini. Otaknya seakan tidak bisa berhenti membayangkan apa jadinya jika Jeongguk benar-benar pergi. Sebuah hal yang sangat mungkin terjadi namun hanya Taehyunglah yang dapat mencegahnya.

Jeongguk tidak boleh pergi. Jeongguk harus tetap berada disini bersamanya, disampingnya. Duduk dikursi kemudi dan membawanya kemanapun ia mau. Berada disisinya ketika ia bangun. Atau menjadi satu-satunya orang yang menyambutnya dengan senyum manis kelinci ketika hari terasa berat. Hanya Jeongguk yang bisa dan hanya Jeongguk yang boleh.

Maka setelah itu, setetes air mata Taehyung ikut jatuh ketika merasakan pelukan Jeongguk mengerat ditubuhnya. Keduanya menggenggam tubuh masing-masing untuk menguatkan. Meyakinkan satu sama lain bahwa bertahan di dunia untuk waktu yang lama bukanlah hal yang buruk.

"Jangan ketemu mama dulu, ya?. Gue masih mau sama lo. Janji sama gue, ya, Jeongguk?."

Dan Jeongguk tidak membalas perkataan Taehyung sama sekali.













Hello guys😌
Hope u enjoy ya, love uuuu<3

CAIM| kvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang