Twenty three

236 30 7
                                    

tw // suicidal thoughts, mention of death

Sore itu Jeongguk kembali mengisi kesendiriannya dengan duduk dibalkon sekolah. Tahun ini adalah tahun terakhirnya berada dibangku sekolah menengan atas. Banyak hal yang harus ia lakukan sebenarnya. Namun, entah kenapa ia selalu merasa terlalu sedih untuk sekedar mengangkat telapak kaki.

Tubuhnya terasa semakin berat untuk digerakan. Luka-luka baru juga ikut menghiasi tubuhnya saat ini. Semakin lebar dan semakin dalam. Jeongguk rasanya ingin membuang dirinya dari ujung tebing.

Seperti saat ini, Jeongguk harusnya ikut jam belajar tambahan bersama Mingyu. Tapi ia memilih pergi mengasingkan diri disini. Menatap langit orange yang dapat membuat matanya sakit karena terik.

Entah sudah berapa banyak hari Jeongguk jalani tanpa senyum. Bahkan, hanya untuk sekedar membuka matanya saja enggan. Jeongguk selalu berharap bahwa besok ia tidak bangun dari tidurnya. Karena, setidaknya hal itu akan terasa lebih indah daripada berada didunia ini. Jeongguk ingin merasakan seluruh tubuhnya ringan, tanpa rasa sakit yang harus ia tahan lagi.

Satu hal yang ingin dirinya lakukan.

Namun, banyangan seseorang selalu memblokir pikirannya. Saat ia membuka mata sampai ia menutupnya lagi. Wajah lelaki itu selalu ada dikepalanya. Beserta senyum dan tawanya. Satu-satunya hal yang dapat membuat Jeongguk yakin untuk setidaknya bertahan sebentar lagi.

Hangat pelukannya sangat Jeongguk rindukan. Dirinya berharap bahwa ia dapat merasakan pelukan itu lagi sebelum kegilaan dikepalanya berulah.

Maka setelah itu ia memutuskan untuk memanggilnya.

Nada sambung terdengar. Suara berat namun halus itu lalu mengalun masuk kependengarannya, membuat bahu yang tadinya tegang kini lebih tenang.

"Koo?."

"Kak Taehyung." Ucap Jeongguk antusias, seperti cahaya hidupnya kembali hinggap.

Sebuah tawa terdengar dari seberang. Taehyung merasa gemas sekali. Jeongguk selalu terdengar antusias saat mendengar suaranya. "Lo dimana?."

"Di sekolah. Harusnya gue les tambahan hari ini."

"Kok gak les jadinya?."

"Males." Bisiknya. Berharap Taehyung tidak mendengar walaupun mustahil.

Tanpa Jeongguk ketahui Taehyung tersenyum. "Capek?. Gapapa kalau capek. Istirahat dulu."

"Tapi gue mau istirahat yang lama. Capeknya gak hilang-hilang."

Perasaan itu kembali Taehyung rasakan. ia tahu bahwa Jeongguk sedang berada diambang batasnya saat ini. Tapi yang membuatnya sedih adalah ia tidak tidak melakukan apa-apa selain berbicara dengan lelaki itu.

"Jeongguk mau apa?." Akhirnya Taehyung bertanya. Mempersiapkan dirinya untuk jawaban yang akan dia dapat.

Jeongguk menatap lurus ke langit, menghiraukan rasa sakit yang kedua matanya rasakan. "Mau kesana."

"Mau kemana, koo?." Tanya Taehyung lagi.

"Ke langit. Liat langitnya, Kak."

Disisi lain Taehyung menolehkan kepalanya ke arah jendela yang langsung menampilkan hamparan langit secara luas. Andaikan Jeongguk tahu seberapa kuat dirinya untuk menatap tangis. Ia mengerti kemana arah pembicaraan adik kelasnya itu.

Walaupun langit yang Taehyung lihat saat ini hanyalah langit gelap yang kosong, ia tetap mengangguk. "Tapi tunggu gue pulang?."

"Lo bilang itu sejak empat bulan yang lalu." Ucap Jeongguk sembari terkekeh kecil.

"Maaf." Lirih Taehyung.

"It's okay."

"Tunggu sebentar lagi, ya."

Jeongguk hanya menggumam. "Kak Taehyung."

"Ya?."

"The sunset is beautiful, isn't it, Kak?."

Taehyung lagi-lagi menganggukan kepalanya. Walau ia tidak tahu apa yang sedang Jeongguk bicarakan, karena langit merekapun berbeda.

━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━

Taehyung terus mengetik pesannya pada Jeongguk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Taehyung terus mengetik pesannya pada Jeongguk. Namun, lelaki itu tak kunjung membalas. Hal itu total membuatnya sangat cemas. Tidak biasanya ia mengabaikan pesannya selama ini. Apalagi ketika mereka sudah tidak saling kontak selama lebih dari seminggu. Perasaan Taehyungpun mulai tidak enak.

Koper yang ia bawa sudah tergeletak asal disamping kursi tunggu. Fokusnya sudah teralihkan ke layar ponsel yang menampilkan pesannya yang sedari tadi ia coba untuk kirim. Semua pesannya bahkan hanya bercentang satu. Hal itu membuat Taehyung tambah cemas.

Tanpa berpikir Panjang Taehyung sontak menekan kontak Mingyu.

"Mingyu?. Jeongguk sama lo?." Itulah yang pertama kali ia tanyakan.

Mingyu seketika tercekat. "K-kak, lo kenapa?."

"Gue tanya, Jeongguk sama lo, gak?. Gue sekarang ada dibandara mau ketemu Jeongguk."

"Lo dibandara?." Lelaki itu sepertinya terkejut. "Gue kesana."

Ucapan Mingyu yang satu itu membuat Taehyung hampir melempar ponselnya saat itu juga. Pertanyaannya bahkan belum dijawab. Taehyung hanya mau mendengar bahwa Jeongguk baik-baik saja.

Sekitar empat puluh lima menit berlalu, Taehyung dapat melihat sosok Mingyu berjalan kearahnya disepanjang ruang tunggu. Harapan tentang Mingyu yang akan menjemputnya bersama Jeongguk seketika pupus ketika kedua mata itu menatap lurus tubuh Mingyu seorang diri.

Dengan napas terengah, Mingyu berdiri dihadapan Taehyung. Ia sontak berdiri dengan perasaan cemas yang masih menghantui.

"Jeongguk dimana?."

"Kenapa lo gak bilang kalau mau pulang, Kak?." Tanya Mingyu.

Taehyung tediam, kedua alisnya perlahan menyatu. "Jeongguk dimana, Mingyu?." Ia meninggikan suaranya, total mengabaikan orang-orang yang berada disekitar.

"Lo kemana aja sejak seminggu yang lalu?. Jeongguk bilang ke gue kalau dia mau dengar suara lo. Tapi karena lo selalu ngeluh sibuk atau capek disosmed, dia mutusin untuk gak hubungin lo sama sekali."

"Jawab pertanyaan gue." Tekan Taehyung.

"He's gone, Kak!. Jeongguk udah gak ada!."

Dan saat itu juga Taehyung merasakan sesuatu meninggalkan tubuhnya.




















Hehe
Makasi buat yang udah bacaa kalian kuat banget deh nunggunya:)
Love uuuu
Jangan lupa bahagia hari ini, besok, dan seterusnya<3

(+ jangan lupa stream butter ya gaisss)

CAIM| kvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang