Peperangan tak terhindarkan dan seorang prajurit Hwarang terpaksa harus berhenti untuk menghadapi Pasukan Baekjae yang mengejarnya. Dia pikir, mereka sudah menyerah dan mau melakukan reunifikasi, namun mereka justru mengejar dan menyerang secara tiba-tiba dari belakang. Dia dan pasukan Nangdo-nya yang berjumlah sekitar 1000 orang. Dengan tangkasnya menghadapi pasukan Kerajaan Baekjae.
Busur panah tak luput mereka tembakan ke arah pasukan lawan. Pemuda itu, dengan gagahnya memberi komando serta melawan pasukan musuh. Mereka harus segera mengalahkan musuh sebelum terbenam fajar.
Hwarang-do, begitu sebutannya bagi pemimpin para Nangdo. "Sial! Ternyata mereka menyerang dengan pasukan yang lebih banyak. Dasar licik!" umpatnya.
Pemuda itu menarik busur panahnya hingga mengudara dan bertubi-tubi menyerang Pasukan Kerajaan Baekjae. Dengan rasa tak gentar sedikit pun, ia semakin maju dan mendekati Pasukan Kerajaan Baekjae.
Tang ting
Juga suara dentingan pedang yang tak bisa mereka hindari. Para Nangdo yang juga berusaha melawan. Di tengah deretan bambu-bambu yang menjulang tinggi. Dan suara gesekan dari daunnya di udara. Hutan bambu itu menjadi saksi pertempuran mereka.
"Kim Dae Han!" pekik seorang lelaki. Dia adalah Panglima Baek Wu Seok.
Panglima Kerajaan Baekjae yang terkenal licik dan keji. Dia menarik kendali kudanya dan berjalan menuju Daehan. Daehan yang melihat Panglima Baek mendekatinya, lantas menarik kendali kudanya hingga mereka akhirnya bertemu.
Dia antara Pasukan Hwarang dan Pasukan Kerajaan Baekjae. Mereka beradu pedang dan berusaha saling mengalahkan.
Sementara Panglima Baek yang terus menyerang Daehan tanpa ampun. Pedang mereka dalam peraduan tak terelakan. Daehan terus melawan pedang Panglima Baek, tapi dia semakin dibuat terpojok.
Bruk
Daehan terjatuh dari kudanya hingga ia tersungkur. Punggungnya menubruk sebuah sebatang pohon bambu. Tak hanya satu, dua batang pohon bambu yang berdiri sejajar. Daehan mencoba bangkit.
Berjalan terhuyung menuju Panglima Baek yang sedang berjalan menuju arahnya. Dengan pedang yang sudah terhunus ia mencoba menusukkannya pada Hwarang Kim Dae Han.
Tang ting
Dentingan dua pedang kembali terdengar. Peperangan antara keduanya terdengar lagi. Bugh. Kesempatan Panglima Baek menendang Daehan. Daehan sudah terlihat lemah. Dia bahkan tak bisa menegakkan tubuhnya sendiri.
Duar
Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari udara. Semua orang mendongak. Karena gemuruh itu terdengar asing. Telinga mereka bahkan sampai tak tahan mendengarkannya. Mereka serempak menutup telinga dengan kedua tangan. Kedua pasukan berhenti berperang.
Daehan masih belum sepenuhnya berdiri tegak. Dia melihat orang-orang yang berhenti dari peperangan. "Kenapa semua orang menutup telinga mereka?" benaknya bertanya. Karena ia sendiri tak mendengar apapun.
"Kim Dae Han!" panggil seseorang. Seperti suara lelaki tua yang memanggil.
Daehan celingukan mencarinya. Tapi ia tak menemukan lelaki yang bersuara itu. Dan tiba-tiba, sebuah cahaya dari langit menusuk hingga terjatuh di depannya. Daehan hanya terpatung melihat cahaya itu.
"Siapa kau? Dan cahaya apa ini?" tanya Daehan pada suara gaib itu.
"Ini aku, kakekmu," jawab suara gaib itu.
"Kakek?" batinnya, "Mana mungkin kau adalah kakekku. Dia sudah meninggal," ujar Daehan.
"Jika kau tidak percaya, aku akan menjatuhkan pedang untukmu," ucap suara gaib itu kemudian.
Ting
Sebuah pedang tiba-tiba jatuh melewati cahaya itu. Daehan mendekat perlahan ke arah pedang itu terjatuh. Dia mengambilnya, kemudian tampaklah sebuah pedang dengan guratan Bunga Sakura yang menjadi lambang keluarganya.
"Kakek," gumam Daehan.
Daehan akhirnya menyadari jika suara gaib itu memanglah kakeknya. Dia mendongak, memastikan apakah kakeknya ada di atas sana. Tapi Daehan tak menemukan sosok itu.
"Kau harus pergi dari sini. Ratu Seondeok sudah merencanakan hukuman mati untukmu," ujar kakeknya.
"Kenapa Ratu Seondeok ingin membunuhku? Aku sudah berjasa pada Silla?" tanya Daehan tampak kebingungan.
"Dia berpikir, keluarga kita akan merebut kekuasaannya dan menduduki tahta kerajaan. Dan kau satu-satunya keluarga kita yang tersisa. Kau harus menyelamatkan dirimu sendiri. Mungkin saat melewati portal itu, kau akan kehilangan sebagian atau keseluruhan ingatanmu. Bahkan kau juga bisa melupakan namamu sendiri. Tapi suatu saat nanti, kau akan mengingat dirimu kembali," tutur sang kakek.
"lalu ke mana aku akan pergi dengan portal ini?" tanya Daehan lagi.
"kau akan ke masa depan. Ada seorang gadis yang akan membantumu. Kakeknya pernah melintasi waktu dan menemui kakek. Dia bermarga Kim. Dia memiliki keistimewaan, jika menghentakkan kakinya ke tanah, kau akan muncul di depannya. Tapi mungkin kau tidak akan mengingat perkataanku ini. Kau harus menjaga gadis itu, dia hidup sendirian. Ibunya sudah menikah lagi," tuturnya lagi.
Daehan sekarang mengerti, dia melihat ke sekeliling. Orang-orang hanya sibuk menutup telinga mereka karena suara gemuruh yang menyakitkan telinga. Daehan mengambil pedang dengan guratan Bunga Sakura itu. Dia berjalan menuju cahaya yang ada di depannya dan berdiri di bawahnya.
***
Jalanan lembab dengan bekas tetesan air hujan. Pemuda itu baru saja terjatuh, seperti orang linglung. Ia berdiri di depan seorang gadis yang tengah menutup matanya dengan kedua tangan.
"Kenapa aku ada di sini?" batin pemuda itu.
"Siapa dia?"
"Dan siapa aku ini?"
Dia menoleh ke belakang, kendaraan berlalu-lalang melintasi jalanan. Juga toko-toko yang mulai memadamkan lampu mereka. Dia kembali menatap gadis itu, "Huft!" dengusnya.
Dengusnya membuat gadis itu menurunkan tangannya. Hingga terlihatlah wajah gadis itu, matanya kecil, berbentuk seperti bulan sabit dan bibirnya tipis. Gadis itu tampak menawan, pikirnya. "Tapi siapa dia?"
"Ah tidak! Yang harus kuketahui adalah, siapa aku ini? Dan dunia apa ini?"
Gadis di depannya tampak terkejut. Memang aneh karena ia tiba-tiba muncul di depannya, "Kau siapa?"
Pemuda itu hanya diam. Dia sendiri bingung, siapa dia dan kenapa dia bisa ada di dunia ini. Dia mencoba mengingat-ingat kembali. Otaknya berpikir keras mencari sesuatu, "Hutan, bambu, cahaya," ucapnya lirih.
Tak terdengar oleh gadis itu. Gadis itu menatapnya dalam. "Apa kau aktor teater?"
Aktor? Teater? Benaknya dipenuhi pertanyaan. "Kata apa itu? Aku tidak pernah mendengarnya?"
Gadis itu memandanginya, dari ujung kepala hingga kaki. Terlihat kebingungan. Baginya, tak ada sesuatu yang aneh. Kenapa gadis itu harus memandanginya seperti itu.
Dia memilih diam, sambil memikirkan kembali siapa dia. Dari mana ia dan apakah dia memiliki nama? Gadis itu akhirnya berjalan melewatinya, berjalan menuju tepian jalan. Pemuda itu berjalan mengikutinya, ada hal yang harus ia tanyakan.
Hentakan kakinya membuat gadis itu terhenti dan menoleh. Dia lantas bertanya, "Kau itu siapa? Dari mana? Biarkan aku menghentikan taksi untukmu."
Taksi? Benda apa lagi itu? Perkataan gadis itu membuatnya semakin pusing dan lupa apa yang hendak ditanyakannya. Dia terlihat kesal dan memilih masuk ke dalam taksi. Taksi itu akhirnya berjalan meninggalkannya.
Sepi sendirian di jalanan. Dari kejauhan benda yang disebut taksi oleh gadis itu akhirnya berjalan menjauh, "Benda itukah yang disebut taksi? Aku hanya ingat seseorang mengatakan aku berada di masa depan. Setelah itu apa lagi?" benaknya dipenuhi pertanyaan yang rumit.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Boy Without Identity | Kim Nam Joon ✓
Mystery / ThrillerJangan pernah menyerah untuk membaca cerita ini Plagiarisme akan kutuntut di Pengadilan Tuhan Catatan : Cerita ini tidak sekadar fantasi. Dibumbui teka-teki tentang mencari keberadaan seorang pembunuh, serta kritik sosial. Catatan kedua : Beberapa p...