Langkah pelan Louis sambil menyeret palu menuju ke arah Yoora semakin terdengar, menggema di dalam ruangan itu. Namjoon dengan cepat melaju, tapi sebelum ia meraih Louis. Louis tiba-tiba berbalik dan melayangkan palu itu ke tubuhnya.
Bugh
Palu itu hanya memukul angin. Namjoon berhasil menghindari pukulan Louis. "Kim Nam Joon," desah Louis.
"Jinyoung-ah!" panggil Yoora lirih.
Louis hampir mengangkat palu itu lagi. Kepala tiba-tiba sakit hingga ia menahan rasa sakit itu dengan tangan. Tapi kali ini, Louis tak mau jika tubuh itu kembali pada Jinyoung. Ia mengangkat kembali palu.
Disentakannya pada Namjoon. Palu itu memiliki beban yang cukup berat.
Bugh
Krakk
Ia tak berhasil lagi mengenai Namjoon. Hanya membuat retakan kecil pada lantai. Namjoon berbalik dan membuat tendangan memutar hingga mengenai kepala Louis.
Dari balik jaket itu, Louis belum kehabisan akal. Ia mengambil pistol dan mengarahkannya pada Yoora.
Dor
Dor
Dor
Pekikan pistol hampir menghabiskan seluruh stok napasnya. Yoora hanya terpejam sampai suara itu benar-benar berhenti. Apa dia sudah mati? Tak ada rasa sakit sama sekali. Pistol itu jelas-jelas terarah pada tubuhnya yang masih terbelenggu.
"Yoora!" teriak Namjoon.
Mengalihkan pikiran Yoora pada kematian. Dia masih berada di tempat yang sama. Bahkan tak ada malaikat maut sama sekali. Hanya ada Namjoon dan Jinyoung yang masih dikuasai Louis.
Hiaaa...
Bugh
Brakk
Dengan sigap Namjoon memanfaatkan kelengahan Louis. Dia memukul lalu menendang keras hingga Louis terpelanting begitu keras sampai menghancurkan rak-rak buku.
Ia bergegas menuju tempat Yoora terjerat. Melepaskan temali yang terikat sampai semuanya benar-benar terlepas. Yoora dengan tubuh yang masih lemas dipapah oleh Namjoon. Ia berjalan menuju ke luar ruangan itu. Kaki yang berjalan terseret, tapi beruntung ada Namjoon yang membantunya.
Tidak, Louis tadi hanya berpura-pura lengah. Dia tersenyum kecut ketika melihat Namjoon dan Yoora keluar dari ruangan itu. Bergegas bangkit dan mengambil kunci mobil. Ia berjalan pelan membuntuti Namjoon dan Yoora.
"Aku hanya berpura-pura. Kau tahu? Orang yang sering berpura-pura, apalagi berpura-pura bodoh adalah orang-orang yang menyeramkan," lirih Louis dengan sorot mata tersenyum.
°~°~
Tak lama taksi berhenti dan Namjoon membantu Yoora masuk. Lampu sein taksi menandakan jika sang sopir bersiap untuk mengemudikan taksinya. Yang harus dilakukan saat ini adalah, Namjoon harus membawa Yoora ke rumah sakit. Wajah Yoora terlihat pucat, Namjoon juga terlihat cemas melihat kondisi Yoora.
Sementara dari kejauhan, Louis sudah terduduk di jok kemudi. Dari tadi sudah bersiap membututi taksi mereka. Lampu sein menyala, dan ia melaju mengikuti taksi itu. Diikutinya hingga melewati jalanan kota.
Entah apa yang ada di pikiran Louis. Dia semakin melajukan mobilnya hingga mendekati taksi itu. Semakin kencang menancapkan gas mobil. Sopir taksi tebelalak ketik melirik ke laca spion. Dia berusaha menghindari mobil di belakangnya.
Brakk
Taksi itu ringsek.
Terlambat. Hening, tak ada suara sama sekali. Ketiga orang di dalam taksi itu lepas kendali. Pikiran kosong dan tak terdengar suara apapun. Hanya Namjoon yang masih tersadar, meakipun darah dari pelipisnya mengalir kecil. Tapi Yoora, bagaimana dengan Yoora.
"Yoora...," suara Namjoon merintih.
Ia panik berusaha membangunkan Yoora. Sopir taksi juga tak kunjung sadar. Sirine ambulans terdengar hingga Namjoon berusaha tetap tenang. Dia sedikit lega, yang terpenting adalah keselamatan Yoora saat ini.
Sementara dari kejauhan. Mobil yang sudah menabrak mereka. Di dalamnya adalah Louis, sambil menyetir dengan ugal-ugalan lantaran dikejar oleh para polisi. Senyum seringai di wajahnya jelas sekali tergurat.
"Aku memang tidak berniat membunuhmu, Kim Yoora. Karena rasa terakhir yang ingin kucoba bukanlah dirimu ..."
Sial!
Louis terlepas dari kejaran para polisi. Yoongi dan Jungkook yang turut mengejar Louis hanya geram ketika Louis berhasil lolos masuk ke dalam jalanan kecil. Mereka tertahan oleh lalu-lalang kendaraan. Dia benar-benar gesit.
°~°~
Juyeon meregangkan tubuhnya setelah beberapa hari terjerat di dalam lapas. Orang-orang di sana juga tak ada yang berani dengannya. Di sini begitu sumpak sampai ia ingin sekali keluar. Terlalu banyak hukuman yang dijatuhkan hakim saat sidang. Tapi beruntunglah, kamar lapas tidak terlalu menyedihkan karena sipir penjara beberapa kali memberinya makanan enak. Yah, tentu saja dengan sogokan uang.
Direktur Park Bong Ho yang juga ditahan dan dijatuhi hukuman. Mesikpun tak sebanyak Juyeon, tubuhnya juga semakin lemah karena dimakan usia. Dia dituntut karena menerima suap dari ayah Yoon Juyeon. Menutupi berita, membuat nama Reporter Kim Soo Hyun tercemar. Tapi Bongho ingin menjalani hukuman itu dengan baik.
"Hei, Tuan Park. Apa kau tidak merasa bahwa anakmu itu menyebalkan? Dia malah melaporkan data transaksi bank pada polisi. Huh!" seru Juyeon.
"Aku lebih baik dipenjara daripada harus diselimuti rasa bersalah seumur hidupku. Kuharap Tuhan akan mengampuniku," ucapnya seru, namun lirih ketika teringat pada Tuhan.
"Aku tidal yakin Tuhan mau mengampuni pendosa sepertimu," ejek Juyeon.
"Yoon Ju Yeon!" panggil seorang sipir dari celah pintu kamar lapas.
Yang dipanggil tampak jengah. Tapi dia tetap beranjak dan berjalan ke arah pintu. Ditemuinya seorang sipir, dia memberi isyarat agar Juyeon keluar. Dibukakannya pintu, seorang diri. Lelaki itu tampak senang. Pasalnya, dua hari terakhir dia mengajukan banding.
Tangan terborgol dan ia mengikuti sipir penjara itu. Sampai dijumpainya toilet dan mereka masuk ke dalam sana. "Hei, sipir! Mau apa kita ke sini, uh?" tegur Juyeon.
Kedua sipir yang menuntunnya tadi berbalik dan meninggalkan mereka. Sipir itu berbalik kemudian bersuara, "Yoon Ju Yeon!" bentak sipir itu.
Disadarinya suara itu, Juyeon bergidik. Ia menyadari bahwa itu adalah suara Louis. Apa maksudnya menyusup ke dalam lapas? Deru napas kian tak terkendali, ia bergidik karena Louis berbeda dari sebelumnya.
"Heh!" dengus Louis dengan sudut bibir miring. Dengan tatapan kosong yang menjadi khasnya.
Louis dengan langkah begitu pelan menuju tubuh lelaki itu. Kaki yang terasa lemas berusaha menghindari Louis. Juyeon dengan kecemasan dan keringat yang melembabkan pelipisnya, di mencoba untuk kabur.
Terlambat dan ia terjatuh, benda keras dan tumpul dengan gagang yang panjang itu menelusuri tubuhnya. Louis sengaja memperlambat kematiannya. Dia ingin melihat ketakutan yang mendalam dari wajah Juyeon.
Pelan-pelan, dan begitu pelan. Palu itu menelusuri kaki Juyeon, perlahan naik hingga ke lutut, merambat ke paha hingga perut sampai ke leher. Mencapai dagu dan ...
Bugh
Bugh
Bugh
Tatapannya begitu kosong, wajah datar dengan tangan yang terus bekerja dengan palu memukuli tubuh itu.
"Inilah rasa terakhir yang ingin kucicipi," kata Louis lirih, lehernya dipenuhi dengan cipratan darah.
.
.
.
.
.
.
.°~°~
"Mantan Walikota Seoul, Yoon Ju Yeon. Yang sedang menjalani hukuman dipenjara baru saja tewas karena dibunuh oleh seorang pembunuh yang diduga mengidap Dissociative Identity Disorder. Ada banyak guratan di tubuh lelaki itu, Louis benar-benar menghukumnya. Do Sin Ju, Time News melaporkan__"
_____
Jangan lupa vote sama komen😁
![](https://img.wattpad.com/cover/258725078-288-k991126.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Boy Without Identity | Kim Nam Joon ✓
Детектив / ТриллерJangan pernah menyerah untuk membaca cerita ini Plagiarisme akan kutuntut di Pengadilan Tuhan Catatan : Cerita ini tidak sekadar fantasi. Dibumbui teka-teki tentang mencari keberadaan seorang pembunuh, serta kritik sosial. Catatan kedua : Beberapa p...