Keadaan Silla semakin tak dapat dikendalikan. Banyaknya imigran yang masuk dari Baekjae membuat wabah tak mampu dibendung. Tabib Park Jimin dan anak buahnya sudah mulai kewalahan mengobati para pasien yang datang bertubi-tubi.
Satu per satu dari mereka tumbang. Sekujur tubuh dipenuhi dengan luka akibat wabah yang datang dari Kerajaan Baekjae. Seorang gadis terbaring lemah di kamar milik Tabib Park JiMin. Leher para korban seperti terbakar dan entah wabah apa yang melanda negeri itu.
"Tabib Park! Wabah apa ini sebenarnya?" tanya seorang anak buahnya.
"Entahlah, aku pun tidak tahu," jawab Jimin lirih, diliputi kesedihan yang mendalam
Dia bangkit setelah berusaha meredakan rasa perih dari seorang pasien. Kemudian berjalan menuju seorang gadis, matanya terpejam. Menahan rasa perih karena ia tak ingin terlihat menyedihkan di depan kekasihnya.
"Hwajin-ah! Aku tahu kau sangat kesakitan. Maafkan aku karena belum bisa mengobati sakitmu," ujar Jimin lirih. Dia meraih tangan gadis itu dan menciumnya.
"Tabib Park!" pekik seorang lelaki, dia adalah Menteri Kesehatan Kerajaan Silla, Kim Won.
"Kau tidak boleh berkontak erat dengan pasien," lanjutnya.
"Biarkan saja. Jikapun aku mati, aku akan mati bersama Hwajin," ucap Jimin lirih.
Hatinya seperti remuk melihat keadaan Hwajin yang kian menurun. Gadis itu hanya diam, pelipisnya mulai digenangi oleh air mata. Jimin menyekanya dengan jari telunjuk. Kepalanya terjatuh di samping Hwajin yang terbaring lemah.
"Tabib Park!" teriak seorang lelaki dari luar rumahnya.
Brak
Pintu rumah yang terbuat dari kayu itu terbanting dan muncul seorang pemuda beserta pedang yang ia genggam. Dia adalah Kim Dae Han, seorang Hwarang-do dan beberapa prajurit Nangdo mengikutinya.
Semua orang terkejut begitu pula dengan Jimin, ketika Kim Dae Han tiba-tiba saja berteriak dan membanting pintu dengan keras. Pemuda itu bergegas masuk dan melihat ke sekelilingnya. Orang-orang dengan wabah di sekujur tubuhnya.
"Bawa Tabib Park keluar dari rumahnya," titah Kim Dae Han.
Park JiMin bangkit dari tempatnya berjalan dengan langkah gontai menuju tempat Kim Dae Han berdiri. Dia bersimpuh di depan pemuda itu. Dengan mata yang sudah digenangi air mata ia merintih.
"Kim Dae Han-nim. Apa yang akan kau lakukan pada para pasienku?"
"Aku akan membakar rumah ini dan membunuh mereka semua. Agar wabah tidak semakin menyebar," tutur Daehan.
"A-apa maksud kau? Aku pasti bisa menyembuhkan mereka semua. Percayalah padaku," mohon Tabib Park.
"Apa maksudmu Tabib Park? Lagipula mereka bukan rakyat Silla. Melainkan rakyat Baekjae. Mereka yang membawa wabah ke negeri kita," ujar Kim Dae Han.
"T-tapi Suk Hwa Jin adalah rakyat Silla, Kim Dae Han-nim."
"Dia juga harus dibunuh karena jika tidak, wabah akan banyak memakan korban."
"Prajurit. Bawa Tabib Park keluar dari rumah ini!" titah Kim Dae Han.
Dua orang Nangdo yang sudah bersiap menyeret Jimin yang terus meronta. Dia tak mampu melawan, Suk Hwajin masih di dalam. Dia tak bisa menyelamatkan gadis itu. Air matanya kian deras membasahi tubuhnya.
"Hwajin-ah! Hwajin-ah!" rintih pemuda itu. Yang sudah tak mampu berbuat apa-apa lagi. Dia pasrah dan melihat rumahnya terbakar, beserta Hwajin yang juga ikut menjadi abu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Boy Without Identity | Kim Nam Joon ✓
Misterio / SuspensoJangan pernah menyerah untuk membaca cerita ini Plagiarisme akan kutuntut di Pengadilan Tuhan Catatan : Cerita ini tidak sekadar fantasi. Dibumbui teka-teki tentang mencari keberadaan seorang pembunuh, serta kritik sosial. Catatan kedua : Beberapa p...