Matanya mengerjap setelah beberapa saat tak tersadar dalam perjalanan. Yoora mencoba menggerakkan tangannya, seperti ada belenggu yang membuatnya tersadar. Sedikit kasar tekstur di antara pergelangan tangan. Ia membuka lebar kedua matanya kemudian. Seketika terkejut ketika dia sudah berada di tempat yang tak semestinya.
Seorang lelaki yang tengah terduduk menghadap jendela dengan kaki kanan yang terangkat diletakkan di atas kaki kiri. Sambil membuka lembar per lembar halaman album berisi foto-foto hasil jepretannya sendiri. Foto-foto berisikan para korban yang sudah terbunuh dengan kucuran darah yang mengalir dari kening, telinga dan bercak darah yang mengotori tubuh-tubuh itu.
"Gi Eun Mo... Wang Ye Beom... Na Yu Jeong... Lee Tae Yong... Chae In Jae dan... Seharusnya adalah Kim Nam Joon. Yah, di dalam foto ini adalah Kim Nam Joon, tapi kenapa dia masih hidup, uh?"
Louis menjatuhkan kaki kanannya dan melempar kasar album foto itu di atas meja. Ia berjalan dengan langkah pelan dan teratur menuju tempat Yoora yang kini tengah berusaha lepas dari tali belenggu itu. Tangan terikat ke belakang menyatu dengan kursi yang ia duduki.
"Jinyoung-ah! Park Jin Young!" panggil Yoora dengan suara yang sedikit serak.
Udara di dalam ruangan itu agak kering sehingga membuat kerongkongannya menjadi sedikit kering pula.
"Jinyoung tidak ada di sini. Untuk apa kau memanggil dia, hah?" suara Louis yang kian terdengar karena kaki lelaki itu semakin mendekat ke arahnya.
"Apa kau memasukkan obat tidur ke dalam bungeoppang-ku?" geram Yoora dengan suara serak.
Yoora tak mampu melepaskan belenggu itu. Pikirannya mulai tertuju pada ajal yang mungkin sebentar lagi akan menjadi takdirnya. Louis, dia sudah menguasai seluruh tubuh dan pikiran Jinyoung.
Matanya menatap nanar Jinyoung yang sudah dikuasai oleh Louis. Senyum seringai lelaki itu membuat Yoora sedikit gentar dengan perasaan yang juga kian menggetarkan jantung. Jantungnya berdegup kian tak beraturan. Palu yang semakin mendekat pada genggaman Louis menuju tubuhnya.
°~°~
Tangannya terborgol ketika kedua detektif itu tiba-tiba menghampirinya di teras rumah. Namjoon dengan wajah penuh tanda tanya hingga mengerutkan dahinya, seolah bertanya apa maksud dari Yoongi dan Jungkook yang memborgolnya tiba-tiba.
"Kenapa kalian menangkapku, hah?"
Dengan kasar Yoongi menyeret Namjoon yang kedua tangannya sudah terborgol. Masuk ke dalam mobil di jok belakang. Sementara Jungkook mengambil alih kemudi lantas mulai mengemudi menuju tempat yang sudah mereka pikirkan.
Jalanan tampak lengang sampai mereka menemukan sebuah rumah dengan gaya rumah Korea masa lampau. Itu adalah rumah Yoongi sendiri. Dengan rentetan bunga yang tumbuh dengan baik menyusuri jalan yang menuju pintu utama setelah memasuki pintu yang tertuju pada halaman.
Kepala Namjoon tertutup oleh kantung kain sehingga ia tak dapat memastikan jalanan menuju tempat itu. Sampai akhirnya Jungkook membuka kantung itu dari kepalanya. Tampaklah rumah bergaya masa lampau.
Yoongi dengan kasar menyeretnya masuk ke dalam. Rumah itu memang hanya ditinggali oleh Yoongi. Masuk ke dalam rumah, pada sebuah ruangan yang jarang dipakai. Yoongi mendudukkan Namjoon di sana dengan tangan yang masih terborgol.
Kedua tangan Yoongi terlipat di depan dada. Dengan wajah kaku yang sudah menatap Namjoon, "Siapa kau sebenarnya?"
"Apa maksudmu, Detektif Min. Jelas saja aku Kim Nam Joon. Kau yang menangani kasusku," ujar Namjoon beralasan.
"Sidik jari ini," ucap Jungkook sambil menunjukkan selembar hasil forensik. "Sidik jarimu tidak terdaftar sebagai warga negara Korea. Siapa kau sebenarnya, dan... Di mana Kim Nam Joon yang asli?" lanjut Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Boy Without Identity | Kim Nam Joon ✓
Mystery / ThrillerJangan pernah menyerah untuk membaca cerita ini Plagiarisme akan kutuntut di Pengadilan Tuhan Catatan : Cerita ini tidak sekadar fantasi. Dibumbui teka-teki tentang mencari keberadaan seorang pembunuh, serta kritik sosial. Catatan kedua : Beberapa p...