Joy terbengong menerima ponsel Wendy, yang juga memberikan head set padanya. Joy mulai mendengarkan apa yang Wendy putar disana. Awalnya dia belum paham tapi saat ini bagai tersambar petir, Joy melepas headsetnya dengan kepala kosong. Wendy yang mengamati perubahan wajah Joy tidak tahu harus bagaimana, ini pasti tidak mudah untuk Joy menerima hal ini dengan mudah. Perang batin juga dia alami sendiri semalam saat Seulgi memberikan rekaman itu padanya.
Tidak ada seorang anak yang akan dengan mudah menerima orang tua yang selama ini membesarkan mereka ternyata bukan orang tua kandung mereka. Tapi pilihan apa yang Wendy punya walau dia tidak ingin melihat Joy merasa sedih tapi ini juga membuka jalan untuk mereka mencari tahu kebenaran dibaliknya. Joy mengembalikan ponsel dan headset pada Wendy dengan tatapan kosong.
" Joy. "
" Boleh saya ijin pulang miss ?"
" Aku antar pulang Joy. "
" Saya hanya ingin waktu sendiri saja miss. "
" Joy, aku tahu ini tidak mudah. "
" Saya tidak ingin membahasnya sekarang miss. Saya permisi. "
Wendy membiarkan Joy pergi meninggalkan kantornya, mungkin dia memang harus memberikan waktu untuk Joy mencerna semuanya terlebih dahulu. Joy melangkahkan kakinya berjalan menyusuri jalanan entah kemanapun kakinya membawanya saat ini dia tidak peduli lagi. Joy terduduk disebuah ayunan di sebuah taman kota, teriknya matahari tak dia hiraukan lagi.
Bagaimana bisa orang tuanya merahasiakan semuanya bahkan saat mereka sudah meninggal pun mereka tidak mengatakan kebenarannya pada mereka berdua. Air mata Joy mulai membahasi pipinya, jadi mereka hanyalah anak angkat karena mereka tidak bisa mempunyai keturunan. Jikapun sekarang terbuka lebar untuknya jalan menuju keluarga kandungnya tapi rasa sedih ini mengalahkan rasa bahagia yang mungkin akan dia dapatkan nanti.
Kenapa orang tuanya tak pernah sekalipun mengatakan apapun padanya. Joy menutup kedua matanya, hatinya terasa sangat sakit dan sedih. Joy berdiri dan melangkah pergi saat ada seorang wanita yang menanyakan keadaannya. Joy menghapus sisa airmatanya kembali berjalan dan terduduk lagi disebuah bangku yang menghadap sebuah sungai kecil.
Sana mengikuti pandangan Jisoo yang tiba - tiba memintanya berhenti. Mata Jisoo melihat sosok gadis yang terlihat tidak asing baginya. Sana mendorong kursi roda Jisoo sesuai dengan yang Jisoo arahkan. Setelah membantu Jisoo duduk di samping seorang gadis yang bahkan tidak sadar akan kehadiran mereka, Sana memberikan waktu pada Jisoo dengan melangkah pergi menjaga jarak aman agar tetap bisa mengawasi Jisoo.
" Airmata itu memang gratis dan tidak akan pernah habis tapi bukan berarti kamu harus membiarkannya keluar dan akan membuat sungai didepan menjadi banjir. "
Joy menoleh kearah Jisoo yang tetap melihat kedepan dengan wajah datarnya. Joy kembali mulai menghapus sisa air matanya dan akan beranjak pergi saat tangan Jisoo menahannya dengan tetap tidak menatapnya. Joy mencoba melepaskan tangan Jisoo tapi tetap Jisoo menahannya kembali.
" Kamu tahu, apa yang paling menakutkan untukku saat ini ?" Kali ini Jisoo memandang kearah Joy dengan mata memerah, Joy hanya menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Jisoo.
" Aku tidak ingat masa laluku sedikitpun bahkan namaku sendiri. Seiring berjalannya waktu aku sangat takut jika aku ingat masa laluku dan ternyata itu tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Bagaimana jika masa laluku hanya akan memberiku rasa sakit ? Bagaimana jika masa laluku hanya akan memberiku air mata ? Hal itu yang terkadang membuatku ingin terus seperti ini, tidak ingat apapun tentang masa laluku. Tapi ada bagian dalam diriku yang bertanya bagaimana jika ternyata ada satu atau dua dari masa laluku yang aku lewatkan dan aku akan menyesalinya suatu saat karena tidak pernah mengingatnya sama sekali. "
KAMU SEDANG MEMBACA
BOND // BlackVelvet
Fanfiction" Side by side or miles apart Sisters will always be connected by the heart " Second story by PeekaBoo. All credit to the owner.