Ldr

231 33 3
                                    

Malam sekitar pukul 8 malam tiba-tiba hujan deras. Gue sama temen-temen gue yang baru selesai sholat dan juga makan malem lagi ngumpul membentuk lingkaran. Nggak kok kita nggak lagi ngadain konferensi meja bundar, tapi kita semua mau main kartu UNO. Ini ide nya Allan, daripada kata bengong aja soalnya malam ini kita lagi nggak ada jadwal, bimbel yang biasa diikuti sama anak di desa kita liburin karena hujan, kasian juga kalo ujan-ujan harus dateng ke sini. Mana dingin banget.

"Yang kalah sentil di jidat ya," usul Dito.

"Jangan keras-keras tapi," kata Ayu.

"Keras lah, nggak mandang gender."

"Anjrit Lan, jahat banget."

Allan terkekeh, ia mengocok kartunya dan mulai membagikan kartu. Permainan dimulai, gue yang nggak terlalu jago main ini deg-degan sebenernya. Masalahnya kalo kalah gue takut disentil Allan dong, dia beneran nggak main-main nyentilnya.

"Uno game!"

Allan melempar kartu terakhirnya dan bersorak dengan girang. Hanya tersisa gue dan juga Fairuz yang menjadi penentu siapa yang kalah. Ini mah orang-orang merem juga pasti tau siapa yang kalah. Ya pasti gue lah.

Kartu di tangan gue masih banyak banget sedangkan di tangan Fairuz sisa 5 kartu. Gue melanjutkan main, Allan di samping gue udah berisik banget nyorakin gue yang nggak pernah menang main ginian.

"Yah kalah udah Tir lu mah."

"Diem kek Lan, berisik!"

Dito terkekeh, "sentil Tiara lagi!"

"Belom ya, gue masih ada kesempatan," balas gue.

"UNO!"

Gue menghela napas.

"Ruz ngalah sama gue dong."

"Dih mana ada," Fairuz terkekeh, "cepet jalan."

Gue melempar satu kartu dan dengan cepat Fairuz ikut melempar kartu terakhirnya sambil berteriak 'Uno game' dengan nyaring.

Semua tertawa melihat gue yang udah bete banget. Ya gimana ya, udah 2 kali gue main kalah terus. Tolong siapapun ajarin gue.

Dimulai dari Indah yang menyentil dahi gue. Dilanjut Rara, Ayu dan juga Fairuz. Begitu Allan mau nyentil dahi gue, tapi udah gue pukul dulu lengannya.

"Nggak usah kenceng-kenceng anjrit."

"Kagak elah."

Pletakk

"Allan anjing!"

Allan terkekeh, lalu berlanjut Dito yang menyentil dahi gue nggak kalah kenceng dari Allan. Ini pada punya dendam tersendiri sama gue apa gimana deh?

"Noh terakhir Alfian."

Alfian maju ke arah gue dengan senyumannya yang jahil. Tangannya terulur ke arah dahi gue dan keliatan banget itu tangannya kebentuk sentilan yang kayaknya bakal sakit banget dong.

"Waduh Alfi dendam juga kayaknya," kata Indah dengan kekehannya.

"Terusin Fi, yang kenceng gue ikhlas," celetuk Dito.

"Dito gue geplak lo ya."

"Siap-siap Tir," kata Alfian.

Tik

"YAELAH!"

Itu Allan yang teriak, tau nggak kenapa?

Alfian nyentil gue pelan banget dan berakhir diusap dahi gue sama dia. Setelah ngelakuin itu semua ia terkekeh dan kembali duduk di tempatnya tanpa ada dosa.

My Salty Boyfriend [Day6]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang