4. Tawaran Menikah

5.4K 644 74
                                    

Melupakan Andra tidaklah semudah yang dibayangkan. Apalagi ada calon anak mereka yang tengah bersemayam di perut Shanum. Hingga kini, sudah beberapa hari setelah kepergian Andra, tetapi Shanum masih sering menangisi kekasihnya itu secara diam-diam.

Mereka telah menjalin hubungan bertahun-tahun lamanya. Bahkan banyak kenangan manis yang tentunya tidak akan mudah terlupakan. Sehingga rasanya sangat sulit untuk menerima kenyataan kalau kekasih tercintanya itu telah tiada.

"Aku sudah belajar ikhlasin kamu, Dra. Tapi itu sulit banget. Aku kangen kamu." Lagi dan lagi Shanum hanya bisa menangis seraya memandangi foto Andra.

Umur memang tak berbau. Kurang dari seminggu yang lalu ia masih bisa melihat dan bercanda ria dengan sang kekasih. Tetapi saat ini semuanya telah berbeda. Kekasihnya itu sudah pergi menghadap sang Maha Kuasa lebih dulu dan meninggalkannya bersama calon anak mereka.

"Bantu Mama ngelewatin ini semua ya, Sayang. Mama sayang kamu." Shanum mengelus perutnya dengan air mata yang berurai di pipinya. Ia tak tahu bagaimana nasib anaknya kelak. Mungkin ia dan keluarganya bisa memberikan kasih sayang yang cukup untuk sang calon anak. Tapi bagaimana dengan pandangan masyarakat terhadap anaknya? Apalagi ia akan memiliki anak di luar ikatan pernikahan. Ia tak sanggup membayangkan jika anaknya nanti mendapatkan cemoohan karena tidak memiliki ayah.

Andai saja Andra masih hidup dan mereka bisa melangsungkan pernikahan, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Namun, mungkin Tuhan sudah berkehendak lain. Mungkin pula ini balasan yang harus mereka terima karena telah berbuat dosa dengan berhubungan badan di luar ikatan pernikahan yang sah.

Toook toook toook

Shanum buru-buru menghapus air mata yang membasahi pipinya ketika mendengar pintu kamarnya diketuk. Ia langsung melangkah untuk membukakan pintu.

"Papa mau bicara sama kamu, Dek."

Shanum mengangguk saja dan mengikuti langkah kaki Gio meskipun sebenarnya ia cukup bingung dengan apa yang ingin dikatakan papanya. Hingga akhirnya mereka berdua tiba di ruang keluarga. Kebingungan Shanum pun semakin bertambah ketika melihat orang tua dan semua saudaranya berkumpul di sana.

"Duduk di sini, Sayang."

Shanum menurut dan duduk di samping mamanya. Ia mencoba mengulas senyum pada mama tercintanya itu. Lalu, ia pun beralih menatap papanya yang sedari tadi tampak menghela napas berat.

"Sebenarnya ada yang mau Papa bicarakan sama kamu, Shanum."

"Apa itu, Pa?"

"Kemarin orang tua Andra menghubungi Papa. Mereka menyampaikan penawaran untuk tetap melanjutkan pernikahan itu. Tapi bedanya, Akbar yang akan jadi mempelai pria untuk kamu. Kakak kandung Andra."

Shanum membekap mulutnya karena tak percaya dengan ucapan papanya itu. Bagaimana bisa keluarga Andra mengusulkan yang seperti itu? Sementara ia mencintai Andra dan tidak mudah berpaling sekalipun pada satu-satunya kakak laki-laki kekasihnya itu.

"Mereka melakukan itu untuk melindungi janin yang ada dalam kandungan kamu. Agar anak kamu bisa memiliki ayah dan nantinya terhindar dari cemoohan masyarakat. Sedikit gak adil memang buat kamu, tapi Papa pikir apa yang mereka katakan ada benarnya juga."

Shanum terlalu speechless sehingga rasanya tak mampu berkata-kata. Ia tak pernah membayangkan gagal menikah dengan Andra lalu menikah dengan kakak laki-laki Andra. Apalagi mereka pun tidak begitu dekat dan tidak saling mencintai.

"Papa mulai memikirkan penawaran mereka itu karena berpikir kalau Akbar adalah kakak kandung Andra, bukan orang lain. Dia pasti akan menyayangi anak kamu yang merupakan keponakannya seperti anak kandungnya sendiri. Apalagi dia juga gak memiliki anak dari pernikahannya dulu. Urusan cinta bisa datang belakangan kalau kalian sudah menikah dan terbiasa bersama."

Unpredictable WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang