8. Tolong Bilang

3.9K 671 94
                                    

Waktu begitu cepat berlalu hingga tak terasa kalau sekarang ini kandungan Shanum sudah berusia lima bulan. Itu artinya pernikahannya dengan Akbar telah berjalan hampir tiga bulan lamanya. Perut Shanum pun perlahan sudah mulai terlihat membesar. Namun, ia berusaha menutupinya dengan selalu menggunakan pakaian longgar ketika sedang bekerja. 

Meskipun hampir tiga bulan selalu bersama, tetapi tak banyak perubahan yang terjadi pada hubungan Shanum dan juga Akbar. Sikap keduanya masihlah seperti awal-awal pernikahan. Walaupun mungkin saat ini Akbar sudah terlihat sedikit lebih perhatian berkat selalu disuruh oleh mamanya.

Shanum melirik jam dinding di kamar mereka yang sudah menunjukkan pukul dua dini hari seraya mengelus perutnya. Mungkin karena bawaan bayi yang ada dalam kandungannya, ia sering merasa lapar. Lalu kepalanya pun menoleh ke samping di mana Akbar sedang tertidur lelap. Ia bimbang antara memberanikan diri ke dapur atau menahan rasa laparnya hingga esok pagi.

Setelah menyingkap selimut yang ia pakai, Shanum pun turun dari tempat tidur. Ia memutuskan untuk pergi ke dapur karena perutnya sudah semakin lapar. Dengan langkah pelan dan tidak bersuara, ia mulai meninggalkan kamar agar tidak mengganggu tidur Akbar.

Sesampainya di dapur, lebih dulu Shanum menyalakan lampunya. Ia mengecek rice cooker yang untunglah masih terdapat sedikit nasi semalam. Lalu, ia pun mencari lauk sisa makan malam yang ternyata sudah habis. Ia pun berinisiatif membuat telur ceplok saja.

Shanum mengambil sebutir telur dari dalam kulkas. Lantas, ia menyalakan kompor dan meletakkan wajan yang sudah diberi minyak goreng. Setelah minyak itu agak panas, barulah ia memasukkan telurnya.

"Shanum? Kamu ngapain?"

Shanum membalikkan badannya dan bisa melihat keberadaan Akbar. Laki-laki itu tampak mengernyitkan kening karena mungkin melihatnya ada di dapur saat dini hari begini.

"Masak telur, Bang. Soalnya tiba-tiba aja aku ngerasa laper," jawab Shanum disertai senyuman canggung. Ia mematikan kompor lantas memindahkan telur mata sapinya yang sudah matang ke dalam piring.

Sementara itu, Akbar masih memperhatikan ketika Shanum membawa piring berisi telur itu ke meja makan seraya mengelus perutnya. Ia baru sadar kalau Shanum sedang hamil dan rupanya istrinya itu sering lapar karena itu.

"Gak ada sesuatu yang lagi kamu pengen selain telur itu?" tanya Akbar seraya menunjuk telur di piring Shanum. Sedikit yang ia tahu kalau biasanya ibu-ibu hamil sering mengalami ngidam ingin makan ini-itu. Dan siapa tahu saja Shanum juga begitu tetapi sengaja tidak mengatakannya.

Shanum menatap Akbar lantas menggelengkan kepalanya pelan. "Aku cuma lagi laper aja, Bang. Beneran gak pengen makan makanan tertentu," sahutnya yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Akbar. "Abang kebangun bukan gara-gara aku berisik 'kan?"

"Bukan. Cuma gak sengaja kebangun aja."

"Oooh."

"Ya udah, kamu makan aja. Biar aku temenin."

"Gak usah, Abang lanjutin tidur ke kamar aja. Aku gak apa-apa kok sendiri."

"Aku temenin kamu, daripada nanti Mama kebangun dan ngeliat kamu makan sendiri. Bisa-bisa aku lagi yang dapat ceramah."

Shanum cemberut karena ucapan Akbar itu seolah-olah apa yang sang suami lakukan semuanya karena mamanya. Tetapi ia pun hanya mengangguk dan membiarkan Akbar menemaninya makan. Lantas, ia mulai menyuapkan nasi dan juga telur ke mulutnya.

"Abang mau?" Shanum mengangkat bahunya lantas kembali melanjutkan makannya ketika melihat Akbar menggelengkan kepalanya.

Akbar tertarik memperhatikan Shanum yang tampak lahap memakan makanannya meski hanya nasi dan telur mata sapi ditambah kecap. Sepertinya istrinya itu benar-benar lapar hingga bisa makan selahap itu. Padahal kalau tidak salah ingat, ketika makan malam tadi Shanum sudah makan cukup banyak. Tapi anehnya tubuh Shanum masih saja mungil. Dan perutnya pun masih tak begitu besar meski usia kehamilannya sudah lima bulan.

Unpredictable WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang