15. Emangnya Salah

4.5K 742 152
                                    

Yuk kasih vote dan komennya yang banyak dong🥺🥺

***

Sesampainya di rumah, Akbar langsung melangkahkan kakinya memasuki kamar. Sementara Shanum ditahan mama mertuanya karena ingin tahu perkembangan bayi yang ada dalam kandungannya.

"Syukurlah kalo kandungan kamu sehat-sehat aja, Sayang. Ngomong-ngomong, kamu sama Akbar kenapa? Kalian lagi berantem?" ujar Elya seraya menyentuh tangan Shanum.

"Kami gak lagi kenapa-napa kok, Ma."

"Shanum, kamu gak bisa bohong sama Mama. Mama bisa ngeliat kalo ada yang gak beres sama kalian. Jujur aja sama Mama, Sayang. Ada apa sebenarnya," bujuk Elya lagi. Ia bahkan menatap Shanum dengan pandangan memohon.

Shanum yang ditatap seperti itu oleh mama mertuanya sontak terdiam. Ia bimbang antara menceritakan atau tidak apa yang sudah terjadi.

"Beberapa waktu lalu, Mama sangat senang saat ngeliat hubungan kalian mulai membaik. Mama pikir kalian sudah mulai saling cinta. Tetapi sekarang ini, yang Mama liat kalian malah balik lagi seperti awal-awal pernikahan. Kenapa, Sayang?"

"Sebenarnya..."

Elya mengangguk seraya menunggu Shanum berbicara. Ia meyakinkan menantunya itu untuk menceritakan semuanya.

"Sebelumnya Shanum mau tanya, Ma. Wajar gak sih, Ma, kalau Shanum ngerasa kesel pas dengar dia nyebut nama wanita lain, meskipun wanita itu mendiang istrinya dulu?"

Elya terdiam sesaat setelah mendengar ucapan Shanum itu, tetapi kemudian ia mengulas senyum. "Kamu cemburu, Sayang?" tanyanya antusias. Tentunya ia merasa senang kalau Shanum cemburu pada Akbar, karena itu pertanda menantunya sudah mulai menaruh rasa pada anaknya.

Shanum menelan ludah gugup karena mama mertuanya menatapnya dengan begitu lekat. Ia pun kemudian mengangguk kecil yang membuat Elya semakin tersenyum.

"Wajar aja sebenarnya kalo kita cemburu sama suami kita, Sayang. Itu artinya kita mulai ada rasa sama dia. Tapi, mendiang istri Akbar itu cuma masa lalu, dan kamu masa depan Akbar. Kamu gak perlu cemburu sama dia ya," ujar Elya seraya menepuk tangan Shanum seolah menguatkannya. "Emangnya Akbar kapan nyebut nama istrinya dulu?" tanya Elya ingin tahu.

Sontak saja wajah Shanum merona karena pertanyaan mama mertuanya itu. Elya yang melihatnya pun mengernyitkan alisnya pertanda bingung. "Pas apa hm? Bilang sama Mama. Gak usah malu."

"Pas Bang Akbar nyium Shanum, Ma," jawab Shanum pelan dengan wajah yang sudah memerah malu.

Tanpa sadar Elya tersenyum setelah mendengar jawaban Shanum itu. Ia merasa senang karena rupanya hubungan keduanya tidaklah sedatar yang ia kira. Buktinya diam-diam mereka pernah berciuman. Ia pun semakin yakin kalau Akbar juga mulai memiliki feeling terhadap Shanum.

"Kamu yakin kalau Akbar nyebut nama mendiang istrinya dulu? Gak cuma salah dengar?"

"Yakin, Ma."

"Masa sih Akbar kayak gitu," gumam Elya sedikit tak percaya. Sementara Shanum hanya mengedikkan bahunya karena memang seperti itu kenyataannya.

"Jadi gara-gara cemburu karena Akbar pernah nyebut nama mendiang istrinya saat kalian lagi ciuman, kamu ngehindari dan diemin dia waktu itu 'kan?" tebak Elya yang tak perlu diragukan lagi kebenarannya. Terbukti dari kepala Shanum yang mengangguk pelan dan malu-malu. "Terus kenapa Akbar keliatan ikut ngehindar akhir-akhir ini?"

"Itu dia masalahnya, Ma."

"Apa, Sayang?"

"Shanum 'kan terlanjur kesel sama dia, Ma. Makanya waktu itu, pas Shanum makan siang sama kak Keisha-" Shanum entah mengapa merasa nyaman bercerita dengan mama mertuanya itu. Mungkin karena sudah cukup dekat dan menganggap seperti mama kandungnya sendiri, ia mudah mengatakan semuanya terang-terangan. Meskipun rasa malu itu kerap ada saat ia membicarakan tentang Akbar pada mama laki-laki itu sendiri.

Unpredictable WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang