17. Si Tuan Pemarah

2.8K 333 8
                                    

Di sinilah Jimin dan Habin berada. Restoran bintang lima yang terletak di pusat kota. Baru memasuki pintunya saja, Habin sudah dibuat terpesona oleh kemewahan tempat makan ini. Matanya tak berhenti meneliti ruangan yang didominasi warna keemasan ini. Kata 'wah' tak berhenti menguar dari bibir kecil itu.

Astaga. Gadis ini sangat memalukan sekali.

Sedari tadi Jimin menahan malu oleh sikap Habin yang sungguh kampungan. Tangannya menarik Habin cepat ke meja yang telah mereka pesan sebelumnya.

Habin duduk dengan sedikit canggung. Jimin memanggil pelayan untuk minta buku menu.

"Kau mau pesan apa?" Tanya Jimin setelah pelayan datang, sembari melihat daftar makanan yang tersedia.

Habin mengalihkan sebentar penglihatannya yang sibuk memperhatikan sekitar pada suaminya. "Terserah ahjussi saja."

Setelah itu atensinya kembali meneliti. Namun, ia sempat mendengar Jimin menyebut nama makanan yang sulit untuk diucapkan. Tapi, Habin tidak peduli. Yang penting ia bisa makan.

Tak lama makanan datang. Sepasang mata Habin sontak membola kaget melihat makanan yang tersaji di mejanya.

 Sepasang mata Habin sontak membola kaget melihat makanan yang tersaji di mejanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa ini?" Tanya Habin polos. "Daging sapi?"

"Steak." Ralat Jimin.

"Tidak. Ini daging sapi." Habin kukuh dengan pendiriannya.

"Yah, sudah. Baiklah, ini daging sapi yang sudah diolah dan diberi nama steak. Cepat makan! Dan jangan banyak bicara."  Jimin langsung menyiutkan nyali Habin.

Perempuan itu termenung sembari mencermati makanannya. Mendongak untuk melihat Jimin yang sudah melahap makanan bernama steak itu. Habin lapar. Tapi, tidak tahu caranya makan menggunakan pisau dan garpu.

Jimin mengalihkan perhatiannya pada sang istri. Makanannya masih belum tersentuh, dan istri kecilnya itu tampak kebingungan.

"Kenapa belum dimakan?" Tanya Jimin.

Habin menyengir malu. "Aku tidak bisa makan pakai pisau dan garpu." Ungkapnya.

Jimin mengembuskan napas berat. Astaga. Sebenarnya gadis ini berasal dari mana? Sampai tidak tahu cara makan memakai kedua alat makan itu? Jimin menggelengkan kepalanya, tak habis pikir.

Terpaksa Jimin mengambil piring makanan Habin. Dan, memotong-motong daging itu menjadi beberapa bagian agar istrinya itu bisa mudah memakannya. Setelah itu, Jimin menyerahkan piring makanannya pada Habin lagi.

"Terima kasih, ahjussi."

Habin tersenyum lebar karena akhirnya bisa mengisi perutnya. Ia menusuk potongan daging itu menggunakan garpu, lantas memasukkannya ke mulut. Mengunyah pelan sembari merasakan dengan seksama.

Sepasang mata perempuan itu menyipit, sementara bibirnya mengerucut lucu. Habin menarik selembar tisu dan segera memuntahkan kembali makanannya.

"Kenapa memuntahkannya?" Tanya Jimin. Bola matanya terlihat membesar.

Baby From A Little Wife [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang