4. Malam Temaram

4.5K 388 5
                                    

Votenya jgn lupa💜
Follow juga😉
.
.
.

Warning! 18+

Habin gusar. Tangannya tidak mau diam, mengusap keringat yang membanjiri telapak tangan. Berdiri gelisah, menunggu Jimin menunaikan kegiatannya di kamar mandi.

Dirinya berada di dalam kamar seorang pria lajang. Hanya berdua. Tak ada yang bisa menjamin bahwa Habin akan aman malam ini? Kendati pria itu berkata bahwa hanya ingin melakukan pijat saja. Itu mungkin hanya perkataan yang disampaikan otaknya, bukan hatinya.

Kecemasan benar-benar menguasai sebagian besar tubuhnya.

Habin terperanjat tatkala suara pintu terbuka terdengar. Degup jantungnya kian menderas bersamaan dengan langkah kaki yang semakin mendekat.

"Sudah siap?" Suara berat itu mengalun dekat sekali di telinganya. Bahkan, Habin bisa merasakan embusan napasnya.

Habin membalikkan badan perlahan. Dan betapa terkejutnya ia saat mendapati pribadi Jimin tampil dengan tubuh atletis tanpa dibalut pakaian bagian atas. Menelan ludah kasar, Habin mengangguk ragu.

"Bagus. Kalau begitu ..." Jimin merapatkan tubuhnya kearah Habin, membuat si gadis mendelik waspada.

Brugh!

Habin memekik kencang, bersamaan dengan tubuhnya yang mengampul di atas  ranjang besar. Sepertinya kecemasan yang sejak tadi melanda dirinya benar-benar akan terjadi. Habin tak bisa menghilangkan raut panik di wajahnya saat lelaki berumur itu menindihnya seraya tersenyum licik.

"Aku harus mendapatkanmu malam ini juga." Tuturnya, membuat Habin bingung sekaligus takut.

"A-apa yang akan Ahjussi lakukan? Tolong jangan, Ahjussi!" Habin memohon penuh. Tangannya terus bergerak mendorong tubuh pria di atasnya yang jelas memiliki tenaga berlipat kali lebih besar darinya.

"Kuharap kau bisa diam dan menurut. Ikuti permainannya, Gadis kecil. Asal kau tahu, kau sudah masuk ke perangkapku." Jimin lagi-lagi menyeringai bak iblis.

A-apa? Jadi, Ahjussi ini menjebakku?

Habin meluruhkan air matanya detik itu juga. Sekarang ia tidak tahu bagaimana cara meloloskan diri dari terkaman singa yang kelaparan ini?

"Jangan melawan. Karena saat kau melakukannya, aku akan berlaku kasar." Ucap Jimin. Ibu jarinya mengusap pipi sang gadis.

"Ahjussi menyingkir! Ahjussi kumohoㅡmmph!" Teriak Habin terus menggerakkan kepalanya random.

Bibir Habin baru saja diapit oleh dua bilah bibir lain. Tangan yang tadinya melawan kini berada diatas kepala, dikunci kuat oleh si pria brengsek. Habin sebisa mungkin melepaskan perbuatan ini dengan cara menggeleng-gelengkan kepalanya ke kanan dan kiri. Tapi, pria itu justru semakin brutal menciumnya. Meski begitu Habin tak akan menyerah melawan sampai dirinya terbebas dari kungkungan si pria. Pun air mata ikut andil dalam permainan sepihak ini.

Jimin terus memberikan lumatan-lumatan besar. Kadang pula, ia menggigitnya kecil. Tapi, semakin lama ia sulit merasakan bibir manis ini. Sebab pergerakkan lebih dari Habin. Membuat Jimin benar-benar jengkel dan pada akhirnya ia menarik bibir bawah Habin, menggigitnya kuat sampai berdarah.

Habin memekik dalam ciuman. Pipinya semakin basah karena air mata. Saat itu juga Habin berhenti melawan, ia menyerah. Tak ada gunanya lagi. Semuanya sudah terlambat, dan semua terjadi karena dirinya terlalu bodoh.

Jimin menjauhkan wajah mereka. Bibirnya serta bibir gadis itu sama-sama basah. Jimin memandangi wajah kecil yang dipenuhi air mata itu, melihatnya nyaris membuat Jimin kasihan dan berniat mengakhiri pembalasan dendamnnya.

Tapi, sesegera mungkin ia menyerang gadis itu lagi. Kali ini sasaran jatuh pada area leher Habin. Ia memberikan sentuhan kelewat lembut. Sebagai permulaan Jimin harus merangsang gadis ini lebih dulu, menyadari bahwa ini yang utama baginya.

Jimin menjilatnya perlahan. Seolah menyapu permukaan leher tersebut dengan lidahnya. Dan benar bukan, gadis itu baru saja mengeluarkan lenguhan kecil lewat bibir manisnya.

Selanjutnya Jimin berani berbuat lebih dan bertubi-tubi memberikan sentuhan pada si gadis. Toh dirinya juga sudah terbawa gairah. Jimin menyesap kulit leher Habin begitu kuat, sukses membuat tubuh gadisnya melengkung nikmat.

Tak berhenti sampai disitu, bibir Jimin semakin turun dan berhenti di antara sela dua gundukkan berisi.

Lagi, Jimin menjauhkan dirinya, menatap wajah gadisnya lagi. Kali ini memang tak ada air mata, tapi Jimin menemukan raut pasrah disana. Sebelah tangannya bergerak mengelus rambut Habin, sambil tersenyum.

"Good girl."

Jimin mengangkat ke atas kaos yang Habin pakai, meloloskannya lewat kepala. Lagi dan lagi, Habin hanya bisa mengikuti. Walaupun sejak tadi ia tak berani memandang wajah pria itu.

"Nghmㅡ"

Sial. Sulit sekali mengontrol mulutnya untuk tak bersuara. Semuanya refleks keluar tanpa kendala. Setiap detik bertambah, pria itu semakin membuatnya terbuai. Tak hanya menggunakan bibirnya saja seperti tadi, tapi juga sekarang tangannya ikut berpartisipasi. Meremas-remas aset kembarnya yang entah kapan sudah polos.

Melupakan leher dan bibir, Jimin punya mainan baru lagi untuk dimasukkan ke mulutnya. Puncak dada Habin terlihat menegang, warnanya merah merekah. Mata Jimin berbinar seolah bahwa yang ada dihadapannya ini adalah permen. Lidahnya menjilat bibirnya sendiri. Tanpa berpikir panjang lagi, Jimin segera meraup puncak yang menonjol dari salah satu gunung itu.

Memutarnya dalam mulut. Menusuknya dengan lidah. Dan menyedot kuat. Semua perlakuan itu sukses membuat Habin mendesah panjang. Tanpa sadar, gadis itu meremas rambutnya.

Namun, tak lama Habin merasa terlena, sebelum dirinya merasakan sesuatu menusuk-nusuk area perut serta bagian intimnya.

Jimin yang merasakan Habin berbeda. Lantas segera mengeluarkan puting itu dari mulutnya.

"Kau merasakannya?" Tanya Jimin, namun tak mendapat jawaban.

"Dia akan memasukimu sebentar lagi. Kalau kau tetap menurut seperti ini, aku akan bermain lembut, Sayang." Jimin mengancam.

Pria itu bangkit dari atas tubuh Habin. Tak sepenuhnya bangkit, kaki Jimin mengapit kedua paha Habin. Dan berikutnya sebuah adegan tiba-tiba berhasil membuat Habin membelalakkan mata, secepatnya pula ia memalingkan wajah.

Jimin terkekeh melihatnya, "Kau benar-benar masih polos. Tapi aku suka itu."

Tubuh Jimin full naked, tapi si gadis masih memakai celananya. Jimin bergerak menarik celana Habin tanpa persetujuan. Tak ada yang dapat Habin lakukan lagi.

Eomma, Taehyung Sajangnim, Jooheon Oppa, maaf karena aku tidak bisa menjaga diriku sendiri.

Sapuan hangat tangan Jimin yang mengusap air mata dipipinya, mengalihkan perhatian Habin. Sekarang mereka saling mengikat tatapan.

"Aku akan selalu bersamamu. Tidak usah takut." Ucap Jimin tanpa sadar.

Habin termenung seakan terhipnotis oleh ucapan pria itu. Bibirnya langsung disambar lagi, dan dilumat lembut. Bersamaan dengan itu, Habin menjerit kuat saat sesuatu menembus selaput daranya.

Habin mengerti. Bahwa ... detik itu juga dirinya telah kehilangan mahkota yang paling berharga.

.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Baby From A Little Wife [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang