25. Meet

2.8K 301 9
                                    

"Aku akan kesana,"

Jimin menelusuri lorong menuju Habin. Dari jarak beberapa meter Jimin bisa melihat punggung Habin dari arah belakang.

Tapi, tunggu, Habin tidak sendiri di sana. Dengan siapa dia?

"Makanlah yang banyak."

Kalimat yang Jimin dengar saat dirinya hampir sampai pada istrinya. Habin mengelus kepala gadis tak dikenal itu dengan lembut. Rasa penasarannya semakin kuat saja.

"Jung Habin,"

Habin menoleh. Gadis itu pun ikut menatap Jimin.

"Ahjussi?"

"Sedang apa kau disini sebenarnya? Dan siapa anak ini?" Tanya Jimin menunjuk seraya memandang sinis gadis remaja itu. Membuatnya menunduk takut.

Habin berdiri dari duduknya. "Maaf karena aku tidak sempat memberitahu Ahjussi tentang ini. Ponselku juga sedang dalam mode hening, jadi tidak tahu kalau Ahjussi meneleponku." Jelas Habin. Yang sebenarnya takut melihat Jimin dalam kondisi marah seperti ini.

"Lain kali kalau ada apa-apa, beritahu aku cepat. Kau membuatku khawatir sekaligus menyusahkan."

"Maaf ..." lirih Habin.

"Kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Apa yang terjadi sebenarnya?"

"Aku menolong anak ini karena ayahnya sakit usus buntu dan harus segera di operasi. Jadi, aku membantu membayar semua biayanya. Kasihan anak ini Ahjussi, dia tidak punya siapa-siapa lagi selain Ayahnya."

Jadi hanya karena itu, huh? Jimin tidak habis pikir dengan jalan pikiran istrinya ini. Dia itu terlalu baik.

"Kau bahkan tidak tahu apa-apa tentang keluarga gadis ini. Dan kau membantunya sejauh itu? Pakai uangku lagi? Kau itu harus hati-hati terhadap orang yang kau temui di jalanan, apalagi itu orang asing. Bisa saja mereka menipumu." Jimin kesal.

Habin menganga tak percaya Jimin bisa berkata sekasar itu. Tatapannya langsung jatuh pada Jiya yang semakin menurunkan kepalanya, ia yakin gadis itu tengah berusaha menahan tangisnya. Bukan Jiya saja yang merasa sakit hati, bahkan Habin juga.

"Ahjussi, tenang saja. Aku akan mengembalikan semua uang yang aku pakai untuk membayar semua biaya rumah sakit Ayahnya Jiya." Habin menatap lekat bola mata Jimin, terpancar kekecewaan darisana.

Rahang Jimin mengeras mendengar jawaban menohok dari sang istri. "Ikut aku!" Jimin menarik kuat tangan Habin dan membawanya menjauh dari gadis bernama Jiya tersebut.

Sedangkan Jiya ingin sekali menolong Habin saat diperlakukan kasar oleh pria itu. Apalagi wanita itu sedang hamil besar. Tapi, apa daya, Jiya terlampau takut.

...

"Ahjussi, sakit." Rintih Habin saat jemari Jimin melilit kuat pergelangan tangannya.

Dit empat dekat kantin rumah sakit, Jimin menghentikan langkahnya. Melempar tangan Habin kuat sampai tautan mereka terlepas.

"Apa yang kau katakan tadi? Kau lebih membela gadis itu daripada aku? Suamimu sendiri?"

Tubuh Habin bergetar takut. Air matanya menggenang bersiap jatuh. Sambil memegang tangannya yang sakit, Habin memberanikan diri untuk menatap Jimin.

"Aku hanya tidak mau kejadian yang sama denganku juga menimpa Jiya. Karena aku pernah merasakannya saat Ayahku pergi untuk selama-lamanya. Maka dari itu, aku akan berusaha semampuku untuk menolong Jiya dan Ayahnya. Meskipun mereka adalah orang asing."

Tatapan Jimin melunak.

"Untuk masalah uang ... aku janji akan mengembalikan semuanya pada Ahjussi."

Baby From A Little Wife [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang