22. Jimin Cemburu

3.5K 345 25
                                    

Matahari baru saja tergelincir ke ufuk barat, membuat langit Seoul menjadi gelap seluruhnya. Seharusnya Habin sudah sampai rumah sekarang, jika saja Sungjae tak menahannya lebih lama di kedai.

Habin berulang kali melirik jam di ponsel yang sudah menunjukkan angka pukul setengah tujuh malam. Jimin pasti sedang dalam perjalanan pulang. Kalau suaminya itu tak mendapati dirinya di rumah, bisa-bisa ia dimarahi nanti. Sedangkan bus akan datang pukul tujuh tepat.

Di tengah kegundahannya, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di depan Habin. Dan, seseorang melongok dari jendela membuat Habin terkejut.

"Sungjae sajangnim," celetuk Habin.

"Masuklah. Aku akan mengantarmu."

"E-eh, tidak usah, sajangnim. Biarkan aku menunggu bus saja." Tolak Habin halus.

"Sudahlah, jangan sungkan. Ayo cepat naik. Kau harus bergegas sebelum suamimu sampai lebih dulu."

Sungjae ada benarnya. Habin pun menuruti bosnya untuk ikut menumpang pulang.

"Maaf sudah menahanmu lebih lama di kedai tadi." Ucap Sungjae.

"Tidak apa-apa, sajangnim."

...

Mobil Sungjae berhenti tepat di depan gerbang rumahnya. Sontak perempuan itu menegang kala menemukan mobil Jimin yang sudah terparkir di garasi. Cepat-cepat Habin keluar dari mobil Sungjae setelah mengucapkan kata 'terima kasih'.

Kakinya yang gemetar tetap mengambil langkah meski ragu. Sementara kedua tangannya meremat tas selempangnya. Sebab sosok suaminya itu kini berdiri di teras rumah sambil memangku tangan di dada, memandangnya tajam.

"A-ahjussiㅡ"

"Siapa laki-laki itu?"

"Ne? Ah, dia bosku." Jawab Habin ketakutan seraya menundukkan kepalanya rendah-rendah.

"Bagaimana bisa kau pulang terlambat? Bukankah sudah kukatakan kalau aku sampai rumah kau harus sudah menyiapkan semuanya."

"Ma-maaf, ahjussi. Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku saat sedang ramai pengunjung. Sekali lagi, maafkan aku."

Jimin membuang napas kasar. "Masuk! Bersihkan dirimu dan cepat buatkan sesuatu untukku makan!" Perintah Jimin, dan langsung meninggalkan Habin memasuki rumahnya.

Habin bergegas naik ke kamar untuk mandi. Jimin tidak suka menunggu. Maka dari itu, Habin sebisa mungkin mempersingkat mandinya. Setelahnya, perempuan itu segera turun dan mulai memasak. Sedangkan, Jimin asik menonton siaran berita di televisi.

Jimin memperhatikan sang istri dari kejauhan. Melihatnya dekat dengan pria lain sedikit mengusik hatinya. Dari cara lelaki itu mengusak rambut Habin sebelum turun dari mobil, membuat hatinya kesal setengah mati. Ya, perlakuan itu dapat Jimin tangkap lewat kaca mobil lelaki itu. Dan, Habin terlihat bahagia.

"Kenapa lama sekali?! Aku lapar." Teriak Jimin dari ruang tamu.

Habin panik dan cepat-cepat menyelesaikan masakkannya. "Iya, ahjussi. Sebentar lagi."

Sepuluh menit setelahnya, makanan telah siap di meja makan. Habin menghampiri Jimin di ruang tamu. Namun, suaminya itu malah tertidur dalam posisi tengkurap dengan remot yang masih digenggaman.

"Ahjussi," panggil Habin pelan.

Jimin tak terusik sama sekali.

"Ahjussi, makanannya sudah siap."

Habin kebingungan. Antara kasihan membangunkan suaminya yang kelelahan bekerja, dan tidak tega membiarkan lelaki itu tidur dengan perut kelaparan.

"Ahjussiㅡakh!"

Baby From A Little Wife [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang