Jimin tertawa remeh, seketika mendengar pengakuan si pelaku. Bukankah ini lucu?
"Apa-apaan ini? Kau ingin mencari gara-gara denganku?" Ucap Jimin menekankan setiap katanya. Merasa tak terima.
Wajah si pelaku itu semakin mengeras. Giginya bergelatuk marah. Dia berontak dari tempatnya duduk seperti hendak menghajar Jimin, jika saja tak segera dipegangi polisi yang ada dibelakangnya.
"INI TIDAK SEPERTI YANG KITA SEPAKATI. KAU BILANG TIDAK AKAN MENANGKAPKU SETELAH MELAKUKAN PENABRAKAN ITU, SIALAN!" Lelaki tua itu berteriak sembari terus melakukan perlawanan, dua polisi yang memegangnya semakin kuat.
Rahang Jimin mengeras. Wajahnya memerah. Ia tidak tahu siapa dalang yang sudah menghasut laki-laki ini. Terlihat jelas jika seseorang itu ingin membuat Habin membencinya?
Bugh!
"Kurang ajar!" Jimin berhasil meninju rahang si pelaku hingga berdarah.
Habin memekik kencang saat melihat Jimin terlihat benar-benar marah. Ini sangat membingungkan. Siapa yang benar disini?
Polisi lain ikut menahan tubuh Jimin.
"JIKA MEMANG AKU YANG MELAKUKANNYA. UNTUK APA? UNTUK APA AKU MEMBUNUH IBU DARI ISTRIKU SENDIRI, HAH?! AKU MENANGKAPMU KARENA KAU BERSALAH!" Wajah Jimin memerah. Matanya seperti akan keluar dari lubangnya.
Si pelaku tertawa kecil, semakin lama tawa itu kian membesar. Mengherankan siisi ruangan. Entah apa yang ada dalam pikiran lelaki itu.
"Kau sendiri yang mengatakan masih menyimpan dendam pada mertuamu, sebab wanita tua itu telah menelantarkan istrimu saat tahu kalau anaknya hamil. Kau masih belum bisa memaafkannya. Dan, takut jika wanita itu akan melukai istrimu lagi." Lelaki itu bercerita seolah tahu semuanya.
Habin semakin kebingungan, sehingga berimbas pada kepalanya yang mendadak pusing. Entah siapa yang benar. Jujur saja, hati kecilnya mengatakan kalau Jimin tidak bersalah. Suaminya itu tak mungkin melakukan hal sejahat itu padanya. Memang, Habin tahu, dia pernah benci pada ibunya. Tapi, perlakuan Jimin pada sang ibu pun tak menunjukkan bahwa dia masih menyimpan dendam.
"Sialan!" Umpat Jimin berniat meninju pelaku itu. Tapi, dua polisi kembali menghalanginya. "Apa maumu sebenarnya?" Jimin menggeram marah.
"Baiklah, aku akan menerima jika kau tidak mau mengakui kebusukkanmu, apalagi di depan istrimu. Tapi ... aku memiliki keluarga yang perlu dihidupi. Tolong jaga mereka."
"DIAM, SIALAN! AKU TIDAK MENGENALMU."
"Polisi, bawa aku pergi darisini!" Pinta si pelaku.
Kedua polisi yang memegangi Jimin melepaskan lelaki itu. Amarah Jimin masih mengobar.
"Aku tidak bersalah. Kalau pun memang benar aku yang menyuruh pria itu untuk membunuh ibu mertuaku, aku tidak akan mengerahkan tenagaku hanya untuk mencari pelakunya. Kalau kalian memercayainya, silahkan tangkap aku. Penjarakan sampai benar-benar menemukan bukti kalau aku tidak bersalah." Jelas Jimin sambil menyerahkan kedua tangannya pada para polisi.
"Jangan penjarakan suamiku!" Habin bersuara. Semua mata tertuju padanya. "Dia tidak bersalah. Aku yakin." Ucapnya.
Polisi tentunya tidak akan asal menangkap seseorang dan memenjarakannya.
.
.
.Setelah kejadian tadi, Habin menjadi lebih pendiam. Beribu pikiran mampir dikepalanya. Dirinya masih belum menerima kepergian sang ibu, kini muncul masalah baru. Sungguh, pikiran Habin terkuras. Kepalanya berdenyut nyeri. Penglihatannya pun berkunang-kunang.
Diamnya Habin menimbulkan rasa penasaran dibenak Jimin. Ia terus memperhatikan Habin disela kefokusannya menyetir.
"Kau memikirkan masalah tadi?" Tanya Jimin khawatir dengan istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby From A Little Wife [END]
FanfictionBalas dendam mungkin cara terbaik untuk menghilangkan rasa sakit dihatinya. Namun, Jimin terlalu melibatkan emosi, hingga berakhir dengan penyesalan dan rasa bersalah. Start : 30-Desember-2020 Finish : 25-Desember-2021 WALAUPUN CERITA INI UDAH TAMAT...