27. Mengungkapkan Kemarahan

3.1K 311 10
                                    

Pemandangan pertama yang Jimin lihat di ruang tengah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pemandangan pertama yang Jimin lihat di ruang tengah. Jung Habin tidur telentang, tampak pulas dengan selimut yang tidak menutupi hampir seluruh tubuhnya. Cuma sebatas perut, seolah hanya bayinya sajalah yang diberikan kehangatan.

Langkahnya mendekat tanpa mengeluarkan suara. Berjongkok tepat didepan sisi tubuh sang istri. Dia kelihatan tidak nyaman oleh ruang sempit ini. Mensejajarkan wajah mereka. Jimin menelisik setiap permukaan wajah Habin.

Wajah lugu tapi tak serupa dengan sikapnya yang cenderung kuat. Ternyata dia lebih kuat dari yang dibayangkan. Baru pertama kali Jimin menemui wanita setangguh Habin.

Tangan Jimin merambat ke perut sang istri yang sudah membesar. Seulas senyum terlukis. Didalam sini, ada buah hatinya. Seorang pangeran yang empat bulan lagi akan lahir.

Beruntung kau laki-laki, Nak. Appa, harap suatu hari nanti kau bisa melindungi Ibumu dari Appa yang tanpa sengaja menyakitinya.

Tiba-tiba Jimin dibuat terkejut tatkala merasakan gerakkan dari permukaan perut yang dipegangnya. Habin masih tertidur pulas.

"Hey, kau mendengarnya?" Jimin mengulas senyum.

Mungkin sentuhan Jimin mengganggu tidur Habin sehingga membuatnya terbangun. "Ahjussi ..." suara Habin terdengar lemah.

Wanita berusia dua puluh tahun itu bangkit dari tidurnya. Mengucek mata pelan. Menetralkan penglihatannya yang mengabur.

Jimin duduk disamping sang istri. Memandangnya dalam.

"Ahjussi tidak tidur?" Tanya Habin. Mencoba biasa saja meski Jimin mungkin masih akan mengacuhkannya.

"Aku tidak bisa tidur." Jawabnya tanpa mengalihkan sejengkal pun dari wajah bantal Habin.

"Mau aku buatkan susu hangat?" Tawar Habin. Gadis yang tidak peka akan tatapan sang suami. Tidak peduli. Karena Habin sedikit lega Jimin sudah mau berbicara padanya.

"Bukan itu aku yang aku butuhkan sekarang."

"Lalu Ahjussi mau apa? Aku akan buatkan."

"Aku mau kau."

Habin melirik Jimin yang benar-benar membuatnya mati kutu hanya dengan tatapan intens itu.

"Aku tidak bisa tidur kalau kau tidak sisiku. Aku tidak bisa tidur kalau tidak ada yang aku peluk."

Habin menundukkan kepala.

"Kenapa malah tidur disini? Menghindariku?"

"Aku hanya takut. Aku takut saat Ahjussi bersikap seolah aku tidak terlihat. Mengabaikanku, tidak mengajakku bicara. Karena itu, aku tidur disini. Aku tidak mau karena keberadaanku Ahjussi akan tidak nyaman."

"Dasar bodoh!" Umpat Jimin mengundang tatapan Habin yang berubah sedih.

Habin menatapnya seolah tak percaya Jimin telah mengumpatnya. Sudah tahu emosi wanita hamil sangat tidak stabil. Sekarang matanya berkaca-kaca.

Jimin malah tersenyum, seolah bahagia telah membuat istrinya menangis. Namun, yang terjadi berikutnya adalah Jimin menarik tubuh kecil itu ke dalam pelukannya. Disana Habin mulai mengeluarkan suara tangisnya.

"Bodoh kalau kau bersikap seperti itu. Aku tidak suka kalau kau semakin menjauh saat aku sedang marah." Ujar Jimin mengecup afeksi pucuk kepala sang istri.

Habin terisak didada hangat Jimin. Tidak peduli jika air matanya mampu membasahi piyamanya. Habin hanya ingin meluapkan segala yang ada didalam hatinya. Rasa kesal, marah, kecewa, sedih yang disebabkan oleh pria ini. Pria yang dicintainya.

"Aku marah saat Bosmu itu bersikap seolah masih peduli padamu. Cukup Seo Jira saja. Dia tidak boleh mengambil seseorang yang berharga lagi dalam hidupku."

Apa seseorang yang berharga itu aku, Ahjussi? Batin Habin lirih.

"Aku juga marah saat kau tidak memberitahuku soal jenis kelamin anak kita. Kau berniat menyembunyikannya, huh?" Jimin memang memarahi Istrinya ini. Tapi marah yang beradab.

Untu apa? Bukankah Ahjussi akan menceraikanku setelah melahirkan nanti. Itu berarti Ahjussi juga tidak peduli pada anak kita.

Habin tak bisa mengungkap semuanya dihadapan Jimin. Hal itu membuatnya hatinya sakit sekali. Tangan Habin semakin kuat melingkar tubuh Jimin. Meremat pakaian belakang Jimin demi menuntaskan kekesalannya.

"Jangan lakukan hal yang bisa membuatku marah lagi. Karena itu hanya akan menyakiti hatimu, Habin."

Habin mengangguk kecil. "Maafkan aku." Ucapnya dengan suara yang yaris tak terdengar.

"Besok kita akan jalan-jalan. Kau sudah mengacaukan hari libur yang aku khususkan untuku."

Hingga tanpa sadari dari lantai dua, Tuan Park memperhatikan dua anaknya yang sudah berbaikkan sambil tersenyum.

.
.
.

"Iya, maafkan aku, Oppa. Aku tidak masuk kerja sehari lagi." Ucap Habin menggigit bibir. Merasa tak enak saat memberitahu Sungjae soal keabsenannya lagi. Terdengar juga kalau Sungjae benar-benar kecewa.

Habin memutuskan panggilan. Lalu bergegas turun. Dimana Ayah dan Ibu mertuanya, serta suaminya sudah bersiap sarapan.

"Sudah mengatakannya?" Tanya Jimin.

"Sudah." Jawab Habin. Dirinya menduduki kursi disebelah Jimin.

"Habin-ah, berhentilah bekerja. Memangnya kau tidak kasihan pada kandunganmu? Apa Jimin tidak memberimu uang yang cukup?" Tanya Nyonya Park memegang tangan Jimin seraya memandangnya kasihan.

Tidak. Sungguh, tidak mungkin Habin mengatakan alasan yang sebenarnya pada Nyonya Park tentang dirinya yang bekerja. Termasuk pada Tuan Park yang juga tak tahu. Jimin sejak tadi terdiam seolah tak mendengar.

"Aku baik-baik saja, Eomonim. Lagipun, kalau bekerja, rasanya tubuhku jauh lebih sehat."

"Tapi, ingat! Kau tidak terlalu lelah. Aku tidak ingin terjadi apa-apa pada cucuku."

"Baik, Eomonim."

"Ohya, Jimin?"

Jimin yang asik melahap makanannya meluruskan pandangan pada Sang ayah.

"Appa dan Eomma, akan pulang hari ini." Tutur Tuan Park.

"Kenapa cepat sekali?" Jimin sangat menyayangkan.

"Iya, karena kami harus ke Jeonju untuk menemui Nenekmu. Paman bilang Nenek sakit." Jelas Sang ayah dalam kunyahannya.

"Oh, baiklah. Titip salam untuk Nenek."

.
.
.

Pendeekk 😂😁 mian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pendeekk 😂😁 mian ..

Baby From A Little Wife [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang