Sore hari yang cerah. Jimin dan Habin menginap satu hari di Busan, sebelum pernikahan besok. Habin sungguh tidak menyangka hidupnya akan berakhir seperti ini.
Tidak memiliki siapa-siapa. Dan, hidup bersama orang asing yang baru ditemuinya dua kali.
Apa belum cukup kesulitan yang Habin hadapi selama ini? Kenapa semakin bertambahnya hari, justru semakin kacau. Dosa apa yang pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya, sampai harus menghadapi hal seberat ini?
"Nak, kau sudah selesai memotong daun bawangnya?"
Suara Nyonya Min mengejutkan lamunan Habin, membuat gadis Jung itu tersentak sekaligus.
"Ah, ne. Maaf, Bibi." Habin menundukkan kepalanya, sembari menyerahkan daun bawang yang telah ia potong-potong kecil.
"Kau sedang memikirkan apa?" Tanya Nyonya Min lembut.
Habin dengan cepat menggeleng. "Tidak ada apa-apa, Bibi. Ah, apa aku bisa membantu yang lain lagi?" Tanya Habin.
Saat ini mereka sedang memasak untuk makan malam. Nyonya Min memang menyuruh Habin untuk beristirahat saja, tapi gadis itu menolak dan mengatakan ingin membantu.
"Kau bisa mencincang bawang putih ini." Ujar Nyonya Park.
"Oh, baiklah." Habin mengambil posisi di samping Nyonya Park yang juga sedang mempersiapkan bahan-bahan lainnya untuk membuat sundubujjigae.
"Kau tahu? Seo Jira juga selalu membantuku memasak seperti ini. Dia wanita yang baik." Nyonya Park mulai bercerita.
Entah kenapa, Habin merasa tidak nyaman saat Nyonya Park bercerita soal mantan kekasih Jimin. Demi menjaga perasaan Nyonya Park, Habin menanggapinya dengan senyuman.
"Aku sampai tidak percaya wanita sebaik dia bisa berbuat hal yang menyakiti hati putraku." Sekarang Nada suara Nyonya Park terdengar kecewa.
"Habin-ah," panggil Nyonya Park menghentikan kegiatannya sebentar untuk melihat Habin.
"Ya, Bibi?"
"Maafkan putraku, jika dia menyakitimu. Kau pasti sangat terluka."
Nyonya Park ternyata mengerti sekali apa yang dirasakannya sekarang. Membuat Habin tak mampu menahan air matanya untuk jatuh. Sambil terus mencincang bawang putih, Habin menjawab.
"Mungkin ini sudah takdirku, Bi. Aku memang terluka. Tapi, tak banyak yang bisa aku lakukan. Semuanya sudah terjadi. Tapi, bibi, tolong jangan marah padaku kalau aku membenci putramu." Ungkap Habin sesekali mengusap air matanya.
Nyonya Park tersenyum lembut. Mengelus bahu bergetar Habin. "Tidak. Kalau aku berada diposisimu, aku pasti juga akan melakukan hal yang sama. Tidak usah banyak pikiran, nanti berpengaruh pada bayimu." Ucapnya.
Habin memaksakan senyumnya. Benar, ia harus kuat demi bayinya. "Ne." Jawabnya tegar, seraya menganggukan kepalanya.
"Sudah, ayo lanjut memasak lagi!" Ujar Nyonya Min.
Mereka pun kembali sibuk pada pekerjaannya masing-masing.
"Akh!" Pekikkan Habin kemudian mengundang kepanikkan Nyonya Park begitu melihat darah keluar dari jari telunjuk calon menantunya.
"Ya ampun, tanganmu berdarah. Pelan-pelan saja. Kemarilah, aku akan mengobatimu."
"Bibi, aku tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil." Ucap Habin.
Nyonya Park menarik tangan Habin untuk didudukkan di kursi makan. Bergegas mengambil kotak p3k dan segera kembali lagi.
"Biar aku yang mengobatinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby From A Little Wife [END]
FanfictionBalas dendam mungkin cara terbaik untuk menghilangkan rasa sakit dihatinya. Namun, Jimin terlalu melibatkan emosi, hingga berakhir dengan penyesalan dan rasa bersalah. Start : 30-Desember-2020 Finish : 25-Desember-2021 WALAUPUN CERITA INI UDAH TAMAT...