40. Lembaran Baru

2.9K 299 25
                                    

Gadis Jung itu meletakkan sepiring nasi goreng kimchi ditemani segelas teh hangat di atas meja makan. Lantas, duduk dan segera menyantap sarapannya yang terasa hambar.

Habin memilih berhenti bekerja dari kedai Sungjae. Faktor utamanya karena sering mengeluhkan banyak rasa sakit setelah kehamilannya yang kian membesar. Sang ibu memang meninggalkan uang yang cukup ditabungannya, entah darimana Haesook mendapatkan uang sebanyak itu. Mungkin, itu cukup untuk kebutuhan setelah melahirkan.

Jimin? Pria itu ... Habin sudah lama melupakannya. Ia tidak ingin menjadi wanita bodohnya lagi.

Di tengah ketenangan sambil menikmati sarapan, tiba-tiba terdengar ketukkan pintu. Habin mengira itu adalah pesanan susunya. Melangkah besar, membukakan pintu. Namun seketika pintu terbuka, raut wajah itu berubah datar.

Orang sama yang datang selama dua minggu ini. Sampai Habin merasa bosan dan lelah.

"Mau apa lagi?" Tanya Habin kesal, tapi masih bisa ditahannya.

Jimin tak akan gentar demi mendapatkan kembali hati sang istri. Meskipun kesalahannya sudah sangat besar pada perempuan itu. Jimin tahu, ia salah. Dan, Jimin hanya ingin memperbaiki yang belum terpecah belah. Menurutnya masalah ini hanyalah sebuah keretakan kecil yang masih bisa direkatkan.

"Kau sudah sarapan?" Tanya Jimin sambil mengangkat tinggi kantong makanan dengan senyum cerahnya.

"Sudah, kok." Jawab Habin enggan menatap pria itu. "Hanya itu, kan?"

Habin berniat menutup lagi pintu rumahnya. Namun, Jimin dengan gerakan kelewat cepat menahannya.

"Aku minta maaf. Tolong jangan terus seperti ini ..." Pinta Jimin memohon.

"Siapa yang membuatku seperti ini lebih dulu?" Pertanyaan Habin membungkam mulut Jimin rapat-rapat.

Kedua mata Habin mulai berkaca-kaca. "Sana! Kembali saja ke mantan kekasihmu yang sangat kau cintai itu. Lagipula, sebentar lagi kita juga berpisah." Akhir nada bicara Habin terdengar sedih.

"Tidak." Jimin menggeleng pelan. "Kita tidak akan pernah berpisah. Bukankah sudah kukatakan padamu, aku tidak akan menceraikanmu." Tegas Jimin menggebu.

Habin menghela napas. Lantas, mendorong perlahan tubuh Jimin yang menghalangi celah pintu. "Tolong keluar ..." Air mata gadis itu telah menetes.

"Habin ..." Jimin meminta belas kasih istrinya.

"Keluar!" Suara Habin meninggi, melihat Jimin dengan tatapan terluka.

Jimin tak bisa memaksanya lebih lama. Membiarkan Habin menghilang lagi dari pandangannya. Apa sebesar itu kesalahannya hingga membuat wanita itu enggan bersamanya lagi?

Memandang sendu pintu yang tertutup rapat itu. Tapi, maaf, Jimin tidak akan menyerah. Sebesar apapun Habin membencinya sekarang, ia akan tetap meluluhkan lagi hati wanitanya.

Jimin mendudukkan diri di kursi yang tersedia di depan rumah mertuanya. Menunggu bahkan sampai lelah sekalipun, wanitanya membuka pintu lagi.

Apa yang membuatnya sampai sekeras ini mengembalikan lagi Habin ke sisinya? Yang pasti gadis sederhana itu telah berhasil mencuri hatinya.

Dia hanya gadis kecil yang tak punya daya tarik lebih. Tapi, saat gadis itu meminta untuk bercerai, hatinya tak terima. Rasanya kesal sekali.

Napas Jimin berembus berat. Menyesali masalalu di saat cinta itu belum tumbuh. Masa di mana hanya kata-kata kasar yang keluar dari mulutnya untuk wanitanya. Masa di mana seluruh perhatiannya terlimpah pada Seo Jira yang sudah jelas mengkhianatinya. Dan masa di mana, ia mematahkan kepercayaan sang istri hingga seperti ini.

Baby From A Little Wife [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang