Can We? 6

240 51 3
                                    

Bukannya masuk ke kelas pertamanya, Sena malah belok ke fakultas lain untuk menemui seseorang.

Ya, siapa lagi jika bukan Jeo?

Semalam, ia sudah berunding dengan Jovan via chat. Sehingga Sena sangat berharap kali ini akan berhasil.

Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya gadis yang sedang ditunggu mulai terlihat berjalan ke kelasnya.

"Hai?" Sapa Sena saat Jeo sudah ada di hadapannya.

Jeo tak menggubris, gadis itu lantas melangkah ke ambang pintu kelasnya. Namun dengan cepat Sena menghalangi.

"Mau apa lagi sih lo?" tanya Jeo dingin seperti biasanya.

"Gue mau lo bayar hutang lo!"

"Berengsek!" balas Jeo dengan tatapan mata yang penuh api.

"Pertama, gue udah nolongin lo waktu pingsan di taman. Kedua, gue udah nolongin lo buat nganter ke tempat kerja lo. Jadi, lo punya dua hutang budi sama gue," jelas Sena dengan bangga seraya menyibak rambut hitamnya.

"Dengerin! Pertama, gue gak minta bantuan lo untuk nolong gue waktu pingsan. Kedua, kalau emang lo gak ikhlas nolong seseorang, ya lo gak perlu nolong. Kecuali..." Jeo melangkahkan kakinya hingga jarak yang kini tersisa dari Sena hanya satu jengkal.

Tentu saja situasi ini mengundang perhatian orang-orang di sekitar mereka. Dan beberapa di antara orang-orang itu merupakan penggemar dari Sena.

"Ada udang di balik batu? Lo mau sesuatu dari gue?" lanjut Jeo seraya mendongak menatap laki-laki yang tinggi badannya jauh darinya itu.

"Ee—"

"Ketiga, dulu gue juga pernah bantuin lo ya! Inget kan? Jadi kalau lo mau main hitung-hitungan hutang. Sekarang hutang gue tinggal satu!" Jeo tersenyum mengejek sebelum memasang kembali headsetnya dan melangkah masuk ke kelas.

Sementara Sena yang mulai kepanasan, akhirnya menghembuskan napas gusar dan melangkah pergi entah ke mana.

¬¬¬¬

Dion, ketua UKM Musik Fakultas. Ia dikenal sebagai laki-laki berkarisma yang memiliki suara indah dan jago dalam memainkan alat musik apapun.

Satu fakultas pasti mengenalnya, bahkan di luar fakultas pun namanya cukup dikenal.

Namun lagi-lagi hal semacam itu tidak berlaku bagi Jeo.

Sudah sejam lamanya Dion duduk di bawah pohon angsana yang ada di taman hanya untuk menunggu kedatangan gadis bernama Jeo, berharap kali ini ia dapat kembali bertemu dengannya.

Karena perkenalan singkat itu, ditambah suara cantik yang dimiliki Jeo membuat Dion terngiang-ngiang dibuatnya.

Karena merasa lelah terlalu lama berdiam diri, Dion lantas bangkit dan hendak menyerah. Namun...

Seorang gadis berkuncir kuda dalam setelan hoodie putih yang dipadukan dengan straight jeans itu sedang berjalan ke area parkir.

Karena jaraknya cukup jauh, Dion segera berlari mengejar Jeo. Ya, Dion yakin dia adalah perempuan yang dicarinya selama ini.

"Jeo!" Dion berteriak memanggil nama gadis itu sembari berusaha menyibak kerumunan orang di sepanjang koridor.

Jeo yang menyumpal kedua telinganya dengan headset tentu saja tidak dapat mendengar dan terus berjalan.

Bruuggh

Karena terlalu buru-buru Dion tidak sengaja menabrak seseorang dan membuat buku-buku yang dibawanya terjatuh.

Can We? [SELESAI✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang