Can We? 16

128 24 7
                                    

Masih pagi, namun Sena sudah dikejutkan oleh kemunculan Jeo secara tiba-tiba.

Saat Sena baru saja keluar dari rumah, ia dapat melihat gadis itu tengah asyik bergurau dengan satpam rumahnya.

"Je, kok lo bisa ada di sini?" tanyanya saat sudah berhasil menjangkau keberadaan Jeo.

Melihat kedatangan Sena, pak satpam pun segera kembali masuk ke dalam pos.

"Kenapa? Gak boleh?"

"Ya— gak kenapa-napa. Cuma emangnya lo udah gak marah sama gue?" Sena masih agak tak enak hati.

"Marah? Dih ngapain juga gue buang-buang waktu buat marah sama lo. Orang gue cuti, kan lo sendiri yang nyuruh!" penjelasan Jeo akhirnya membuat Sena bernapas lega.

"Kalau gitu kenapa lo gak bales chat gue?"

"Ya karena gue mau cuti dengan tenang. Lo malah gangguin gue."

"Seenggaknya lo kasih kabar gu—"

"Aah udah-udah, lo ngocros mulu! Keburu telat nih!" Jeo pun menyeret Sena pada motornya.

"Loh, lo bawa motor?" tanya Sena bingung.

"Iya, gue bosen naik mobil lo mulu. Kangen naik motor gue."

"Oke, kalau gitu gue yang bonceng," Sena lantas meraih salah satu helm yang ada di motor Jeo.

"Eits, gak! Gue yang bonceng, lo kan pelan banget kalau bawa motor," Jeo pun segera ikut memasang helm.

"Enggak kok, gue bisa ngebut!" bantah Sena tak terima.

"Lo gak ingat dulu pernah nganter gue ke tempat kerja dan lo bawa motor pelan banget?"

"Ya— ya itu dulu kan gue emang sengaja, supaya lo berhenti kerja dari mini market dan mau jadi bodyguard gue." Sena pun jujur pada akhirnya.

Jeo pun tak jadi menaiki motornya lantas memandang Sena, "jadi lo dulu sengaja banget ya?"

"Iya, sorry!"

"Wah parah lo! Jangan-jangan Jovan? Asma? Itu juga rencana lo?" tanya Jeo lagi.

Gadis itu sebenarnya sudah curiga, bagaimana mungkin Jovan bisa tiba-tiba dekat dengan Sena sementara sebelumnya mereka tidak saling kenal.

"Iya, Jovan bantuin gue dengan imbalan dia ketemu sama bokap gue. Terus gue juga bohong soal penyakit asma, sebenarnya waktu itu gue gak kenapa-napa." Sena berterus terang sembari menunduk, bersiap mendapat cacian dari Jeo.

Namun beberapa detik setelah itu Jeo tetap diam, Sena pun lantas menatap gadis itu. "Kalau lo mau marah sama gue gak apa-apa marah aja, atau lo mau mukul gue? Gak apa-apa pukul aja."

"Tau ah! Kesel gue, tapi lagi gak mood buat marah-marah, gimanapun lo udah jujur. Sebagai gantinya lo harus traktir gue suatu hari nanti!"

Sena tertegun, Jeo tidak marah kali ini. Hal ini adalah sebuah keajaiban, dan Sena perlu bersyukur.

"Buruan bonceng gue, keburu telat nih!"

"Ta— tapi serius lo gak marah sama gue?" tanya Sena sekali lagi.

"Oh jadi lo maunya gue marah gitu?"

"Eeh enggak-enggak jangan marah!" buru-buru Sena menaiki motor milik Jeo.

Sementara Jeo yang menyaksikan jiwa kekanak-kanakan Sena itu muncul, membuatnya hampir saja terbahak.

Saat mereka sudah memasuki jalanan besar, mereka pun kembali mengobrol. Sembari bergurau, ada saja topik yang mereka bahas.

Can We? [SELESAI✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang