Can We? 20

125 20 4
                                    

Setelah kejadian semalam, Jeo benar-benar marah pada Caka. Sungguh ia tak mau mendengar penjelasan apapun dari laki-laki itu.

Namun masalahnya pagi ini laki-laki itu justru telah menunggunya di teras, padahal ia harus segera pergi ke kampus untuk mengikuti kelas pertama.

"Nek, Jeo pamit berangkat dulu ya?" pamit Jeo seraya menyalimi neneknya.

"Gak sarapan dulu? Itu di depan ada Caka loh, ajak sarapan dulu sana!" perintah nenek.

"Eee gak usah deh Nek, Jeo buru-buru soalnya. Takut telat!"

Maka setelah nenek mengiyakan, Jeo pun bergegas lewat dalam untuk menuju garasi.

Secara diam-diam ia segera memasang helm dan menancap gas motornya.

Brummm...

"Je!" Caka yang akhirnya melihat Jeo keluar buru-buru mengejar gadis itu.

"Je tunggu Je!"

Sial! Caka berhasil mencegatnya.

"Bisa minggir gak lo?!" bentak Jeo kesal.

"Je! Kenapa lo jadi kayak gini sih?"

Jeo kehilangan kata-kata.

Bagaimana mungkin Caka berujar seperti itu? Maksudnya, memang apa yang salah dari dirinya hingga Caka berbicara semacam itu?

"Kenapa? Emang apa yang berubah dari gue?" balik tanya Jeo.

"Lo berubah Je! Sekarang lo udah benar-benar lupain gue! Lo cuma sibuk sama Sena, Sena, dan Sena."

Kali ini Jeo tidak bisa membantah, karena mungkin perkataan Caka tidak sepenuhnya salah. Tapi haruskah Jeo yang disalahkan?

Bukankah selama ini Jeo hanya melakukan pekerjaan yang memang seharusnya dilakukan?

Atau justru di sini Caka lah yang egois? Karena memaksa Jeo untuk selalu ada di sisinya.

"Terus mau lo apa Ka? Lo mau supaya gue terus di samping lo? Bahkan matahari aja cuma setengah hari menyinari bumi."

Perkataan Jeo kali ini berhasil menampar Caka untuk kembali ke kenyataan. Ya, rupanya yang salah ada pada dirinya sendiri. Caka terlalu besar menaruh perasaan terhadap Jeo.

Dan perlahan ketakutan yang selama ini Caka rasakan akan menjadi kenyataan. Perasaan takut akan kehilangan gadis itu.

Dengan hati kacau, Caka menepi. Membiarkan Jeo untuk segera pergi.

Pergi.

¬¬¬¬

Kelas selesai, kini Sena bergegas menuju kelas Jeo. Ia agak gemas karena pagi tadi Jeo tak mau dijemputnya.

Lima menit kemudian Jeo pun keluar. Buru-buru Sena menggandeng tangan mungil gadis itu.

Tentu saja hal ini menjadi pusat perhatian bagi orang-orang di sekitar mereka, ditambah lagi postingan Sena kemarin semakin membuat orang-orang mempertanyakan hubungan di antara mereka.

"Mau ke mana sih?" tanya Jeo heran.

"Kantin yuk! Laper gue."

Jeo hanya geleng-geleng kepala seraya memandang tangannya yang masih berada di genggaman Sena.

Entah sejak kapan mereka jadi sering bergandengan seperti ini. Dan hal ini membuat Jeo merasa aneh, maka seketika ia mengibaskan tangannya hingga gandengan mereka pun terlepas.

Can We? [SELESAI✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang