Can We? 11

171 37 3
                                    

Baru saja Jeo melangkahkan kakinya keluar dari kelas, sampai tiba-tiba seseorang menarik tangannya.

"Bisa kita ngobrol sebentar?" tanya Dion.

Jeo pun mengangguk.

Mereka akhirnya duduk di salah satu bangku taman fakultasnya.

"Kamu masih inget sama saya kan?" mulai Dion lebih dulu.

Jeo mengangguk, namun detik berikutnya ia menggeleng. Sesungguhnya Jeo mengingat wajah laki-laki itu, tapi Jeo tidak tau siapa namanya.

Dion tertawa samar, lalu kembali mengulurkan tangannya yang dulu belum sempat Jeo jabat. "Nama saya Dion!"

Kali ini Jeo menjabatnya, "Jeo."

"Sebelumnya saya minta maaf kalau akhir-akhir ini saya sudah mengganggu waktu kamu."

"Eee enggak kok, justru saya yang minta maaf karena waktu itu teman saya gak ngebolehin Kakak untuk nemuin saya," Jeo mengingat kelakuan menyebalkan Sena kala itu.

"Teman?" tanya Dion seperti hendak memastikan.

"Iya! Kak Dion kenal sama Sena?" tanya balik Jeo.

Melihat perseteruan singkat antara Sena dan Dion saat itu, membuat Jeo penasaran. Sebenarnya ada hubungan apa di antara mereka?

"Eee iya kenal!" jawab Dion seraya mengerlingkan matanya.

"Oh iya, ngomong-ngomong... sebenarnya tujuan saya nyari kamu selama ini adalah karena saya tertarik sama suara kamu," Dion mengganti topik yang lebih penting.

Sementara itu Jeo berusaha mendengarkan dengan baik.

"Kalau kamu belum tau, saya adalah ketua UKM Musik Fakultas. Nah, di dalam UKM itu saya membentuk sebuah band. Sayangnya udah sejak dua bulan yang lalu vokalis band saya mengundurkan diri, karena dia harus fokus sama mata kuliahnya yang tertinggal," Jelas Dion.

Jeo pun akhirnya tau akan mengarah kemana pembicaraan ini.

"Sejak dua bulan itu juga, saya belum berhasil menemukan penggantinya, sampai akhirnya saya menemukan kamu."

Kini Dion dan Jeo saling adu padang, "apa kamu bersedia menjadi penggantinya?"

¬¬¬¬

Sena tengah berkutat pada tugas kuliahnya, hingga seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Iya Bi masuk aj—"

"Mama?" Sena amat terkejut tatkala yang membuka pintu kamarnya adalah ibunya.

Pasalnya, saat ini masih pukul delapan malam, dan ibunya sudah pulang? Wajar saja jika Sena terkejut karena hal semacam ini adalah sebuah kelangkaan.

"Sayang udah makan malam?" tanya ibu Sena.

Sena mengangguk, "udah kok Ma!"

Lalu ibunya menaruh tote bag di atas meja belajar Sena.

"Apa Ma?" Sena memandangi tote bag tersebut dengan bingung.

"Buat kamu! Dipakai ya!"

Sena pun melebarkan senyum gembira. "Makasih Ma!"

Selama ini kedua orangtuanya jarang sekali membelikan sesuatu untuk Sena. Mereka hanya memberikan uang, uang, dan uang. Sehingga jika Sena membutuhkan apapun, ia harus turun tangan sendiri.

"Eee Dek, Kakak kamu masih belum pulang juga?" kini ibu Sena memandang Sena dengan penuh kekhawatiran.

"Mama ngapain sih nanyain dia?"

Can We? [SELESAI✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang