Sebenarnya, Haechan masih tak menyukai Jeno dan kerap kali mengerling tajam pada si putih pucat itu setiap bertemu. Apalagi, sikap Jeno yang kurang ajar dan selalu tak menghiraukan sopan santun membuat Haechan tak henti mendumel habis-habisan. Ia tak mengerti jalan pikiran pria itu sama sekali. Dimana rasa bersalahnya setelah membuat Jaemin begitu banyak menderita?
Di sisi yang lain, Haechan begitu risih setiap kali ia melihat aura kelam diantara Jeno dan Jaemin. Bukankah rasanya aneh melihat kedua orang bermusuhan ketika akan menikah?
Bagaimanapun, sepasang calon pengantin tak boleh memiliki pertengkaran apapun menjelang pernikahan mereka, bukan?
Taeyong pun berpikiran sama seperti Haechan. Dan baginya, Jeno dan Jaemin harus berbaikan secara perlahan-lahan, tak bisa dipaksa. Taeyong pastinya mengerti bagaimana sulitnya Jaemin ketika Jeno lari dari tanggung jawabnya sebelum anak mereka dilahirkan. Dan ia juga memahami bahwa Jeno sama sekali belum bisa menerima Jaemin dalam kehidupannya -karena ia tahu sejak dulu Jeno sangatlah keras kepala.
Maka, tak ada cara lain selain melarang orang-orang masuk ke ruangan Jaemin selama Jeno berada di dalam sana. Jangan menjenguk Jaemin berjam-jam bahkan menginap selain Jeno. Itulah kesepakatan baru yang dibuat oleh Haechan dan Taeyong sebagai bentuk kerjasama tak langsung antara keluarga Na dan keluarga Lee.
Dan ini telah memasuki kesekian hari semenjak Jeno disuruh mendekam di ruang inap Jaemin dan harus menginap di sana guna menemaninya. Bayangkan betapa suramnya suasana di dalam ruangan itu karena baik Jeno maupun Jaemin, keduanya tak mau saling berteguran.
Mereka berdua tahu benar, itu memang adalah taktik Haechan dan Taeyong untuk mencoba mendekatkan mereka berdua. Dan kalau saja bukan karena bentakan garang mereka, Jeno dan Jaemin tak mungkin sudi berdua berada dalam satu ruangan.
Tetapi kian lama, saling mengunci bibir rapat-rapat itu terkadang bisa menyusahkan juga. Jaemin terlalu enggan untuk meminta bantuan Jeno ketika sedang lapar. Dan Jeno gengsi untuk mengingatkan Jaemin saat pria manis itu lupa kapan saatnya waktu meminum obat. Terkadang, Jeno merasa resah sendiri setiap Jaemin berkali-kali melewatkan obatnya. Bisa dibilang, ia merasa sangat khawatir -walau ia sama sekali tak mau mengakui perasaan itu.
Namun secara tanpa sadar, Jeno semakin lama dapat menunjukkan perubahan pada sikapnya. Itu terjadi setiap kali Jisung terbangun dan menangis tengah malam, sehingga dalam keadaan mengantuk Jaemin dan Jeno harus memomongnya bersama.
Dan barusan terjadi lagi.
Jisung dengan kebisingannya membuat Jaemin dan Jeno kalang kabut di pagi buta, sekitar jam 2 lewat. Dengan penuh kantung mata mereka berdua berusaha keras membuat Jisung tenang kembali. Jika sudah seperti itu, Jaemin dan Jeno tak bisa mengingat pada jarak mereka lagi.
Seperti sekarang.
Jeno yang duduk di tepi ranjang, hanya terus mengarahkan pandang pada Jisung yang perlahan-lahan lelap di gendongan Jaemin yang sedang duduk menyandar di ranjang. Posisi mereka sudah sangat dekat, tak lagi duduk berjauhan sepeti yang lalu-lalu.
Setelah beberapa saat ruangan menjadi hening tanpa tangisan anak bayi, Jaemin terlebih dahulu membuka suara, dan melontarkan kalimat yang begitu tiba-tiba.
"Dengar. Aku menerima pernikahan itu bukan karena kemauanku, bukan juga untukmu."
Sementara Jeno, ia masih belum dapat melepaskan perhatiannya pada anaknya, dan hanya menggumam setuju pada perkataan Jaemin.
"Aku mau menikah denganmu agar Jisung bisa merasakan hidup bersama keluarga yang utuh." Jaemin menjeda sejenak, lalu melanjutkan. "Aku tak mau Jisung tumbuh tanpa seorang ayah disampingnya, sepertiku dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweetest Disaster (Nomin Remake)
FanfictionRemake story by @ohpurin on Wattpad Bagi Jeno, menikahi Jaemin adalah bencana. Namun hadirnya seorang anak membuat pernikahan mereka menjadi sebuah bencana termanis! NOMIN BXB ✔️ For mature content