Sinar yang semakin terik itu menembus celah gorden jendela yang masih tertutup, mengakibatkan pria manis yang terlelap pulas di kamar itu perlahan mengerjap berat.
Jaemin sedikit terlonjak mendapati seluruh kancing kemejanya tanggal, setelahnya mengeluarkan napas lega di kala kesadarannya pulih, sehingga ia baru dapat mengingat jelas semua kejadian malam itu. Malam yang membuat dirinya acak-acakan seperti saat ini.
Jeno tak ada di sebelahnya, dan hal itu membuat Jaemin sedikit kecewa, sampai akhirnya ia mendudukkan dirinya kaget ketika jarum jam di dinding menunjukkan waktu siang hari. Ia bangun sangat sangat terlambat.
Jaemin meringis seraya memegang keningnya yang sakit. Bergegas ia mengaitkan beberapa kancing kemeja, beranjak turun dari tempat tidur dan--
"Akk!"
--terjatuh.
Terasa seperti sesuatu yang tak asing. Jaemin lagi-lagi mengalami ini.
Oh, semua ini salah Jeno. Pria itu dengan tak ingat waktu terus menghajarnya hingga melewati pagi buta.
"Mommy~ Icung pulang--"
"Ssh! Jisungie, Mommy masih tidur. Jangan diganggu. Ayo, turun saja ke bawah."
Lamat-lamat Jaemin mendengar suara ayah dan anak tepat di luar pintu kamar yang tertutup. Seketika pria manis itu panik, bergegas berusaha berdiri sebelum Jeno membuka pintu. Karena sungguh, jangan sampai suaminya itu mengetahui hal memalukan ini, lagi.
Ah, terlambat.
Pintu dibuka, menampakkan sosok Jeno dengan kemeja putih dan celana hitam yang biasa ia kenakan. Jaemin mendengus kecil, menujukan tatapan memelas pada Jeno yang menemukannya terduduk memegangi nakas.
Jeno tertawa kecil menyadari apa masalah yang saat ini istrinya hadapi, melangkah menghampiri lalu seketika mengangkat Jaemin ke dalam gendongan bridalnya, persis seperti beberapa tahun lalu. Hanya saja kali ini pria manis itu tak meronta, hanya mengatupkan bibirnya yang melengkung ke bawah, meluruskan tatapan merengut sepanjang Jeno melangkah ke kamar mandi.
"Aku bisa jalan sendiri."
"Oh, maaf." Jeno berhenti di ambang kamar mandi dan nyaris benar-benar menurunkan Jaemin di sana. Tetapi istrinya itu bertingkah sebaliknya, justru mengalungkan tangan di lehernya dan mengeratkan pegangan dengan tautan kesal.
"Turunkan di bak mandi!"
Rengutan itu membuat Jeno mengulas tawa gemas, kemudian mendekatkan wajah untuk menempelkan hidung mereka berdua. "Kau benar-benar ingin ku--"
"Cukup. Cepat turunkan aku di sana." Jaemin meletakkan telunjuknya di bibir Jeno dan mendorongnya sebelum pria itu menciumnya, menahan Jeno agar tak menerkam kembali karena sungguh, suaminya adalah penyebab utama sekujur tubuhnya sakit saat ini.
"Aku meloloskanmu kali ini."
Jeno menurunkan Jaemin di bathup, berjongkok di sebelahnya seraya membentuk senyum manis. "Apa lagi yang bisa kubantu, tuan puteri?"
"Nanti letakkan handukku di gagang pintu."
"Kau tidak ingin aku temani di sini?"
Jaemin menatap Jeno penuh waspada, menyalang sengit dengan mata tajamnya yang sontak membuat suaminya itu tergelak kecil. "Kau lebih baik pergi dan masakkan aku sesuatu."
Jeno teringat ia juga bangun terlambat tadi pagi dan harus segera mengantar Jisung ke playgroup sehingga tak sempat membuat sarapan. Oh, kalau saja ia tak mendengar suara tangisan kencang putranya dari kamar sebelah, mungkin saat ini ia juga masih terkapar di dalam selimut bersama Jaemin. "Ah, baik, baik. Ada lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweetest Disaster (Nomin Remake)
FanfictionRemake story by @ohpurin on Wattpad Bagi Jeno, menikahi Jaemin adalah bencana. Namun hadirnya seorang anak membuat pernikahan mereka menjadi sebuah bencana termanis! NOMIN BXB ✔️ For mature content