"Daddy! Bayinya sudah lahir?!"
"Belum, Jisung. Mungkin beberapa hari lagi."
Setelahnya terdengar lenguhan kecewa, disusul tawa pelan sang ayah yang sedang disibukkan dengan beberapa kemasan makanan kucing. Jeno melepaskan handglove seraya berdiri sembari mengibaskan telapaknya, mendatangi Jisung yang masih berdiri di ambang pintu halaman belakang dengan melengkungkan bibirnya pundung.
Setiap pagi, entah itu sebelum atau setelah pulang dari sekolah, Jisung pasti akan berlari menghampiri ayahnya yang sedang mengurusi para kucing di halaman belakang. Bukan tanpa alasan. Lelaki cilik itu begitu tak sabaran menyapa kucing-kucing baru sebab salah satu kucing betina miliknya hamil sejak dua bulan lalu, dan ayahnya berkata bahwa kemungkinan bayi-bayi kucing akan lahir dalam waktu dekat.
"Jisung! Ayo berangkat!"
Seruan Taeyong dari dalam rumah lantang terdengar, sehingga Jeno yang kini berlutut merapikan pakaian Jisung pun berdiri dan menggandeng si pria kecil masuk ke dalam.
"Jisung, kau melupakan bekalmu."
Ketika melintasi dapur, Jaemin nampak menghampiri dan memasukkan box sarapan ke dalam tas si kecil.
"Kau yang memasak?" tanya Jeno.
"Tentu saja."
Jeno kemudian berbisik kepada Jisung. "Telepon daddy jika nanti kau sakit perut." ujarnya, yang seketika mendapat cubitan keras dari Jaemin.
"Cepat. Pamanmu sudah menunggu di depan."
Jisung mengangguk pada ibunya dengan senyum mengembang. "Aku pergi, Mommy! Aku mencintaimu!" usai memeluk sang ibu, pria kecil itu berlari keluar--
"Tunggu, lalu bagaimana dengan Daddy?!"
--namun mengabaikan dan meninggalkan ayahnya begitu saja.
"Semua anak lebih menyayangi ayahnya, tapi sepertinya sekarang tidak berlaku untuk Jisung." Jaemin menyunggingkan senyum kecil seraya kembali menyibukkan diri pada pantry. Seketika Jeno mendengus remeh, bersandar di dekat pria manis itu sembari menyedekap tangan, terus menujukan pandangan pada istrinya dengan lamat.
"Dia sekarang mungkin lebih menyayangimu karena tak sabar menunggu adik laki-laki. Ah, atau mungkin karena... kau semakin galak akhir-akhir ini."
Jaemin seolah-olah tak mendengar, merapikan barang dalam pantry tanpa acuh pada Jeno di dekatnya.
"Mengabaikanku, hum?"
"Jam berapa kau akan pergi bekerja?"
Jeno nampak berpikir sejenak, selanjutnya menatap Jaemin meminta belas kasihan. "Sepertinya aku tidak enak badan."
Sontak Jaemin mengerling sinis sekilas, meninggalkan pantry untuk memindahkan beberapa barang ke dalam refrigerator.
"Mengabaikanku lagi?"
Jaemin menutup pintu refrigerator dengan beberapa kontainer kosong di tangan, mengecup bibir Jeno sekilas dan mengibaskan debu pada dada pria itu sebelum melenggang kembali untuk membersihkan dapur. "Sekarang sudah sembuh. Ganti pakaianmu dan pergilah."
Jeno tertawa kecil, masih melekatkan pandangan pada Jaemin yang beberapa kali mondar-mandir di hadapannya. "Ketahuilah meeting itu membosankan. Pekerjaan tak begitu penting, kau tahu?"
"Kau bukan Bill Gates." Jaemin menyindir.
"Hey. Tabunganku cukup untuk membawamu berlibur ke Amerika."
"Jeno, berhenti omong kosong sekarang dan pergilah bekerja."
"Tapi aku sudah menelpon ibuku dan berkata bahwa aku yang akan menemani pemeriksaanmu ke dokter hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweetest Disaster (Nomin Remake)
FanfictionRemake story by @ohpurin on Wattpad Bagi Jeno, menikahi Jaemin adalah bencana. Namun hadirnya seorang anak membuat pernikahan mereka menjadi sebuah bencana termanis! NOMIN BXB ✔️ For mature content