"Apa yang kau lamunkan?"
Entah darimana datangnya lelaki itu. Seingat Jaemin, Jeno mendapat panggilan untuk menghadiri event penting di sebuah hotel, yang besar kemungkinan baginya untuk pulang terlambat, sekiranya melewati larut malam karena jarak menuju hotel tidak ditempuh dalam waktu singkat.
Tetapi Jeno justru hadir membuyarkan pandangan kosongnya, yang sejak beberapa saat lalu hanya duduk termenung di ruang makan tanpa menghabiskan makan malamnya yang telah dingin. Jeno mengerti tatapan bingung yang sedang ditujukan padanya saat ini, lantas hanya mengulas tawa kecil serta menarik kursi untuk duduk di sebelah prianya itu.
"Kupikir kau tidak di rumah malam ini." kata Jaemin heran.
"Aku tak ada kegiatan untuk sekarang."
"Lalu telepon dari managermu tadi pagi?"
"Apa itu menjadi alasan untukku tidak tinggal di rumah dan meninggalkan istriku yang hamil?"
Jaemin tertawa kecil. "Ayolah. Usianya masih dini."
"Lantas? Aku harus tetap di sini sewaktu-waktu kau membutuhkanku."
"Jeno, aku bukannya akan melahirkan besok pagi. Kau berlebihan." Jaemin menggeleng pelan, mengalihkan perhatiannya kembali pada sumpit dan mulai menyantap sesuap ramen.
"Kau. Apa yang kau makan?" Jeno menarik piring Jaemin tiba-tiba, dengan kerutan tegas ia menggeleng keras sebagai sebuah peringatan. "Kau harus mulai memperhatikan komposisi makanan apa saja yang masuk ke dalam perutmu. Berhenti makan makanan seperti ini. Masih ada alternatif lain."
Jaemin mendengus dengan pandangan mengikuti perginya Jeno yang membawa lari ramennya menuju dapur. Awalnya tak menggubris dan bibirnya hanya mencebik tanpa bantahan. Sampai akhirnya mulutnya membeo tak percaya begitu memeriksa kantung belanja supermarket yang sebelumnya Jeno letakkan di atas meja makan.
"Apa ini? Kau sedang mencoba menyihirku menjadi vegetarian?"
"Bukankah kau memang vegetarian?"
"Aku suka sayuran tapi bukan berarti aku mengonsumsi semua jenis sayur dan punya adiksi dengan pola makan vegan."
"Lalu apa yang kau permasalahkan dengan kantung belanjaan itu?"
"Kau biasanya menyelipkan beberapa kudapan manis dan asin saat belanja."
"Daripada snack, aku akan membawamu ke kedai jika kau sedang ingin."
"Bagaimana jika aku menginginkannya sekarang?" Jaemin memberi tatapan memelas, sampai akhirnya terdengar suara api kompor yang menyala.
"Terlambat. Aku sudah merebus bayamnya."
Dengusan kesal terdengar untuk kesekian kalinya. Jaemin memalingkan tatapan datarnya, enggan bertatap muka dengan Jeno yang baru saja beranjak duduk di depannya. Berusaha mengabaikan Jeno yang menopang dagu sembari terus memandanginya dengan senyum tipis.
Oh ayolah. Jaemin sudah terlalu terbiasa dengan paras pria itu. Pandangan mematikan Jeno yang begitu tampan tak akan bisa mengecohnya lagi sekarang.
"Kau baru bisa cuti dari pekerjaan tiga bulan ke depan. Tapi aku sudah meminta kantor untuk mengurangi jam kerjamu mulai sekarang."
Kini kembalilah tatapan Jaemin tepat pada manik hangat di seberang, namun masih dalam bungkam sebelum akhirnya keluar helaan ringan. Pergi meninggalkan Jeno menuju dapur untuk menuangkan dan meminum air hangat, sejenak berdiri di sana dan melamunkan segala yang berkecamuk dalam pikiran, sementara di sana Jeno menegap bahu sambil terus menujukan pandangan padanya.
Jaemin tahu Jeno akan bergerak lebih dahulu untuk urusan karirnya bila ia sudah berada dalam kondisi tertentu. Ia menyukai perhatian itu. Ia mengerti Jeno terlalu peduli padanya, terlebih pada keadaan dimana ia sedang mengandung, meski dalam usia yang masih terbilang muda. Dan tentunya bukan itu masalah pelik yang sedang mengelilingi batinnya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweetest Disaster (Nomin Remake)
Hayran KurguRemake story by @ohpurin on Wattpad Bagi Jeno, menikahi Jaemin adalah bencana. Namun hadirnya seorang anak membuat pernikahan mereka menjadi sebuah bencana termanis! NOMIN BXB ✔️ For mature content