15. The Little Tears

22.8K 2.7K 181
                                    

"Jaemin."

"Jaemin..."

"Jaemin!"

Suara berat itu tak henti memanggil, otomatis membuat Jaemin perlahan-lahan mengerjap dengan kening yang tampak membentuk kernyitan kecil. Sepasang maniknya menyorot Jeno dengan bingung, juga menahan sakit. Lirikannya yang sekilas mengarah pada tangan Jeno yang menggenggam halus bahunya, kini beralih mengedar seluruh penjuru ruang. Tak ada siapapun di sana selain mereka berdua.

"Tunggu. Aku panggilkan dokter."

Tangan kanan Jaemin dengan lemah menggenggam pergelangan Jeno, menahan suaminya itu untuk berdiri. Jaemin menghela napasnya, menggelengkan kepalanya pelan lalu disusul dengan mulutnya membuka suara lirih. "Panggilkan Jisung."

"Dia masih pergi bersama Taeyong sebentar. Aku harus panggilkan dokter untuk memastikan keadaanmu."

"Nanti saja. Aku tak apa."

"Jangan risau. Dokter hanya akan memeriksa kondisimu."

"Bukan itu. Aku sungguh baik-baik saja. Tetaplah di sini. Temani aku sebentar."

Pandangan Jeno mengarah pada tangan Jaemin yang menggenggamnya dengan sedikit bergetar. Lalu ditatapnya mata sayu istrinya itu beberapa saat, terdiam dalam suasana senyap, hingga akhirnya dengusan kecil keluar dari bibirnya.

Bagaimana bisa pria itu baik-baik saja? Laporan kesehatan bahkan memaparkan bahwa lambungnya berada pada titik yang cukup lemah, bersamaan dengan suhu tubuhnya yang meningkat dikarenakan demam tinggi. Jeno melihat sendiri bagaimana istrinya itu mengeluh kesakitan begitu terbangun di mobil saat dalam perjalanan menuju rumah sakit --dan kemudian kembali pingsan ketika digendong memasuki rumah sakit.

Dan lihat sekarang bagaimana Jaemin begitu menahan rasa nyeri pada penyakitnya. Pria itu tak berada dalam kondisi membahayakan, tetapi Jeno tak bisa membayangkan istrinya itu merasakan sakit dalam kondisi lemah seperti saat ini.

Jaemin mengerjap pelan ketika tangan Jeno bergerak menyentuh keningnya, lalu beralih mengusap pelan kepalanya. Ia memandangi senyuman tipis suaminya itu, yang kemudian membuka bisikan kecil.

"Tak akan lama." bisiknya, berjalan cepat meninggalkan ruangan untuk bergegas memanggilkan seorang dokter.

Jaemin memandang punggung Jeno yang menghilang dari balik pintu. Senyuman yang baru saja dilihatnya itu tiba-tiba saja melekat, merekat kuat pada ingatan, terus menerus membayang pada pikirannya.

Jaemin memegang keningnya, merasakan rasa sakitnya berangsur berkurang setelah tangan Jeno menyentuhnya. Setelah itu matanya terpejam dengan deru napas memberat. Ia membisik lirih pada dirinya sendiri.

"Tadi itu... apa?"

.

.

.

Melihat keluarnya dokter dan suster dari ruangan, Taeyong sontak berlari dengan Jisung yang menggenggam sebatang cokelat susu dalam gendongannya. Ia masuk ke sana dalam keadaan panik, lalu akhirnya mendengus lega melihat Jaemin sedang duduk menyandar pada kepala ranjang sambil menenggak segelas air putih. Sementara Jisung seketika memekik, memanggil ibunya dan memberontak dari gendongan Taeyong untuk meminta diturunkan.

Jaemin yang mendapati kedatangan mereka berdua pun melepas senyuman lebar, memeluk Jisung erat dan menciumi kening putranya itu.

"Bagaimana?" Tanya Taeyong pada Jeno yang sedang menumpahkan nasi pada mangkuk sup.

"Tidak ada masalah. Jaemin hanya akan rawat inap dua hari. Dia akan pulih dengan cepat."

Taeyong mengelus dada seraya mengucap syukur. Lalu ia menggeleng pelan dengan senyum kecil melihat Jisung yang saat ini justru menangis di pangkuan ibunya.

The Sweetest Disaster (Nomin Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang