Jeno merasa cukup dapat bernapas lega karena Jaemin mampu menanggulangi beberapa tunggakan di rumah yang sempat mengalami kenaikan usai pemerintah menetapkan kebijakan baru sejak pergantian para menteri. Hanya saja, ibu satu anak itu masih saja latah setiap bergelut dengan peralatan dapur. Entah sudah berapa kali Jeno memerintahkannya untuk terbiasa memasak sendiri tapi akhirnya selalu ada saja kegaduhan yang dibuat pria itu. Meledakkan microwave, contohnya. Jeno tak tahu bagaimana asal-usul microwave dibuatnya meledak sampai-sampai Jisung menangis-nangis berlarian keluar ruang makan dan mengira ada bom dari penjahat.
Sudah cukup. Jeno tak mau ada lagi barang dapur yang tewas karena ulah Jaemin jadi mulai saat ini pria itu tak boleh berkutat di dapur untuk membuat sesuatu yang tak bisa ia masak. Dan pagi ini, seperti biasa Jeno yang membuatkan sarapan untuk Jaemin dan Jisung sebelum pergi bekerja.
Tak berbeda dari hari biasanya, lagi-lagi, selalu saja ada yang di ributkan olehnya dengan Jaemin setiap berhadapan di meja makan. Hanya saja, mengingat sang putra kecil mereka sudah beranjak 3 tahun lebih, mereka sedikit demi sedikit mulai menjaga emosi agar tak terjadi keributan besar di rumah --walau hingga saat ini percekcokan masih saja awam mereka lakukan.
"Pasal 3. Dilarang mengusik urusan pribadi." kecam Jaemin penuh makanan ketika sedang merapikan piring-piring kotor di atas meja.
Jeno berdecak, berdiri lalu berjalan mengikuti Jaemin ke dapur. "Tapi ini menyangkut Jisung! Jika kau bekerja dan aku bekerja, siapa yang akan mengurusnya? Kau mau menelantarkan anakmu?!"
Jaemin mendelikkan matanya sesaat usai meletakkan piring di wastafel. "Kecilkan suaramu. Jisung akan dengar." Bisiknya tajam. Belum lama ia berbalik menghidupkan keran, tangan Jeno meraih lengannya.
"Jaem--"
"Pasal 4. Jangan sentuh!"
Jeno mendengus keras setelah Jaemin menghentakkan lengan. "Jaemin. Aku tak akan ikut campur kalau saja ini tak berpengaruh ke anakku. Kau mengurus lamaran pekerjaan di perusahaan Guanlin tanpa sepengetahuan siapapun dan tiba-tiba saja berkata bahwa kau akan mulai bekerja hari ini. Setidaknya kau harus membicarakannya denganku. Aku sedang ada proyek penting yang tak bisa ditunda. Tak ada yang bisa menjaga Jisung jika kita sama-sama bekerja."
"Jeno, Guanlin tak menawariku pekerjaan yang berat. Aku hanya bekerja sebentar sehari dan dalam seminggu aku punya banyak waktu luang. Tak ada gunanya aku masuk perguruan tinggi jika pada akhirnya tak kugunakan. Lagipula Guanlin hanya memintaku mengisi posisi staf biasa."
"Tak bisakah kau hanya fokus menjaga Jisung di rumah? Dia masih kecil dan tidak bisa ditinggal orang tuanya sebentar saja. Aku sudah memberimu cukup uang, kan? Kau masih merasa kurang?"
"Iya, aku merasa kurang. Kau dan aku akan berakhir dua tahun lagi. Aku akan mengumpulkan uangku sendiri agar bisa melawanmu di pengadilan untuk mengambil hak asuh Jisung. Aku harus memulai karirku dari sekarang untuk anakku."
Jeno memejam geram, berjalan cepat mengikuti Jaemin yang melangkah keluar dapur dan ruang makan, melewati Jisung yang saat ini masih duduk diam di kursinya dengan mulut bersimbah saus tomat.
"Jaemin! Yak!"
"Sudah berapa tahun kau hidup di rumah ini? Kau masih belum juga hapal peraturannya? Lepaskan aku!" Jaemin menyingkirkan tangan Jeno yang mencengkram pergelangannya.
"Jaemin!" Jeno meninggikan suaranya, masih tak melepaskan tangannya yang menggenggam pergelangan Jaemin kuat-kuat seraya memberikan sorotan tajam. "Kita bisa mengurusnya nanti! Bisa kau menurut padaku untuk kali ini! Bukan demi aku! Tapi--"
"Daddy?"
Jeno menggantung ucapannya ketika matanya menangkap sosok kecil muncul di ambang pintu ruang makan, berlari dengan manis menuju ke arahnya masih dalam keadaan mulut berlepotan sisa makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweetest Disaster (Nomin Remake)
FanfictionRemake story by @ohpurin on Wattpad Bagi Jeno, menikahi Jaemin adalah bencana. Namun hadirnya seorang anak membuat pernikahan mereka menjadi sebuah bencana termanis! NOMIN BXB ✔️ For mature content