Jaemin, dimana kau sekarang?
Jaemin, tunggu di depan kantor. Aku akan menjemputmu.
Jeno meninggalkan beberapa pesan setelah berulang kali gagal menghubungi kontak istrinya. Kepadatan lalu lintas di malam yang dingin itu benar-benar menyulitkan Jeno untuk menyusul Jaemin yang pikirnya saat ini mungkin sedang meneduh di suatu tempat. Berulang kali Jeno menekan klakson dengan resah, tak hentinya gusar mengetahui deretan mobil yang berdesak itu tak juga ada habisnya.
Jeno menyadari dirinya tak dapat dibuat menunggu lebih lama dari ini. Kunci mobil diputar, dicabut dan sang pemilik setelahnya bergegas keluar dari mobil tanpa hirau pada barisan kendaraan di belakang mobilnya. Ia tahu ini sedikit bodoh, karena pada ujungnya Jaemin akan tetap diguyur hujan deras jika ia tak menyusul pria itu dengan mobilnya. Tapi setidaknya jarak kemacetan dengan kantor sama sekali tak jauh, dan Jaemin tak akan dibuatnya menunggu.
"Kau melihat istriku?"
Jeno bertanya pada petugas yang berjaga pada pos di gerbang gedung perusahaan. Guratan wajahnya sangat menunjukkan bahwa ia sedang terburu-buru, membuat sang petugas sedikit cemas terlebih ketika melihat pria itu basah bermandikan hujan.
"Ah, Jaemin-shi? Setengah jam yang lalu ia berlari masuk ke kantor saat hujan mulai deras. Aku belum melihatnya pulang, mungkin menunggu hujannya reda."
Jeno berterima kasih sebelum mempercepat langkahnya untuk berlari, tak mengindahkan seruan petugas yang menawarinya jas hujan.
Berada di kawasan parkir, ia berhenti dengan pandangan mengedar, mencari-cari sosok pria manis yang memenuhi isi pikirannya. Lalu langkahnya bergerak kembali, menuju gedung kantor tempat Jaemin bekerja, menduga bahwa Jaemin mungkin telah membaca pesan singkatnya dan menunggu di depan sana.
Dan dugaan itu memang benar adanya. Jaemin berdiri di depan kantor, tak sendirian, dipeluk oleh seorang pria berpayung putih yang membelakanginya.
Guanlin. Perawakannya sungguh mudah dikenal. Jeno tak pernah menyukai pria itu, dan semakin tak menyukainya hari ini. Melihat bagaimana cara Guanlin mengusap pipi istrinya, Jeno tak senang sama sekali.
Atensi Jeno tak hentinya mengarah lurus, memerhatikan kedua orang itu dengan sorotan dingin. Tetapi waktu setelahnya, sepasang mata redup itu tiba-tiba sedikit terangkat lebar. Pria itu termangu melihat Guanlin mencium istrinya dengan lancang. Langkah Jeno yang lambat otomatis berhenti.
Di bawah hujan ia membeku, bahkan tangannya kepayahan hanya untuk sekedar mengepal marah. Sepasang kakinya pun tak mampu untuk bergerak mendatangi dua orang yang meneduh di bawah payung di sana.
Jeno bisa melihat tatapan itu, bahkan dapat melihat kilau mata istrinya yang berlinang. Jaemin mengetahui kehadirannya, menyapa netra dengan pandangannya yang begitu lemah, terluka.
"Aku akan mengantarmu."
"Tidak. Aku... aku akan pulang dengan suamiku."
Perbincangan kedua orang itu dapat Jeno dengar dengan baik walau hujan-hujan yang mengantam keras itu menggemuruh. Jaemin masih menjatuhkan pandangan ke arahnya, membuat Guanlin turut mengikuti pandangan pria manis itu lalu bertemu tatap dengannya.
Guanlin menarik senyum simpul pada Jeno yang enggan menunjukkan ekspresi apapun, lalu beralih memandang Jaemin kembali dan memberikan payungnya ke genggaman pria manis itu. "Kita bicara lagi nanti."
Beberapa saat setelahnya Guanlin pergi dengan mobil yang ia tumpangi, meninggalkan Jaemin berdua dengan Jeno.
Jaemin tak bergerak dari posisi ia berdiri, tetap melekatkan tatapan bersalah pada suaminya yang melangkah mendekat dengan pelan. Sekujur tubuh suaminya yang basah membuat Jaemin cemas, cemas dan takut, takut Jeno meluapkan amarah setelah ini. Walau masih memberanikan diri untuk menatap mata pria itu, sejujurnya Jaemin diliputi kegelisahan amat dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweetest Disaster (Nomin Remake)
FanfictionRemake story by @ohpurin on Wattpad Bagi Jeno, menikahi Jaemin adalah bencana. Namun hadirnya seorang anak membuat pernikahan mereka menjadi sebuah bencana termanis! NOMIN BXB ✔️ For mature content