22. Logan

23.5K 2.6K 328
                                    

Andaikan Jaemin tidak menyadari bahwa suhu tubuh putranya memanas, mungkin saat ini mereka masih menikmati suasana wisata selama dua hari kedepan sementara si pria kecil semakin demam. Maka dua hari yang lalu mereka bergegas pulang usai merasakan termometer si kecil meningkat, lantas dirundung cemas walau putra mereka hanya menyunggingkan cengiran manis sembari dengan lugunya meminta permen apel.

Jeno merasakan denyutan pening setiap kali menemukan istrinya terduduk lesu di dapur melamunkan Jisung yang tak kunjung sembuh. Dan kepalanya sakit tak hanya akibat dihantam satu dua permasalahan tentang Jaemin dan Jisung hari ini, melainkan juga karena panggilan perusahaan yang membuat darahnya mendidih.

Ada begitu banyak pertimbangan yang membuat Jeno tidak dapat keluar dari perusahaan begitu saja. Selama tiga jam penuh ia telah merundingkan masalah itu dengan Guanlin serta beberapa karyawan lainnya, dan tak menghasilkan akhir yang membuat otaknya tenang.

Tetapi Jeno harus mengesampingkan permasalahan pekerjaan untuk saat ini. Mengingat dua lelaki tersayangnya di rumah saat ini sedang dalam kondisi yang kurang baik.

"Bagaimana bisa kau membuatnya jatuh sakit? Kau benar-benar ibunya?"

Jeno mendengus berat.

Entah bagaimana ibunya mengetahui kabar Jisung yang demam tinggi. Sore ini Nyonya Lee tiba-tiba saja datang sendirian tanpa pemberitahuan untuk menengok cucu semata wayangnya. Dan wanita paruh baya yang terlalu menyayangi Jisung itu tentu saja tak bisa tak menyentak marah mengetahui si kecil tercintanya terlelap dengan kening yang panas juga hidung yang memerah.

"Jika kau belum bisa membuatnya sembuh hari ini, bawa dia ke rumah sakit untuk dirawat inap. Biarkan Jaehyun mengurusnya." Nyonya Lee meraih tas, pergi keluar usai menolak tawaran Jeno yang memintanya mengantar pulang.

Tampak Jaemin hanya diam di kursinya, berusaha tenang menghadapi cercaan yang dihujankan padanya dengan sesekali memejam lelah. Jeno sepertinya butuh untuk mendinginkan kepalanya, sebab mengetahui istrinya perlahan-lahan akan turut jatuh sakit juga akibat terlalu menghadapi tekanan.

Mereka baru saja pergi berlibur. Dan lagi-lagi ada suatu hal yang tak membiarkan mereka tenang kendatipun hanya sehari.

Jaemin menengadah ketika merasakan sepasang tangan memegang kepalanya. Ditatapnya Jeno dengan bungkam, hanya mengedip menunjukkan manik sayunya yang tampak penat. Lalu perlahan matanya menutup, merasakan ciuman di kening yang menenangkan dalam waktu cukup lama.

"Kau sudah makan saat aku pergi?"

Jaemin mengangguk.

"Aku akan memasakkanmu sesuatu. Apa yang ingin kau makan?"

Jaemin menggeleng. "Kubilang aku sudah."

"Apa yang sudah kau makan? Perkataan ibuku? Peralatan dapur bahkan tidak berubah posisi. Kau senang jika aku mengurusi dua orang sakit?"

Jaemin mencibir. "Aku tahu kau tidak makan di luar."

Kalimat itu ampuh membuat Jeno mengatup bungkam, terdiam beberapa saat, kemudian menarik pelan lengan Jaemin. "Kita makan malam bersama. Tanpa Jisung."

Setelahnya mereka berakhir di ruang makan. Piring-piring makanan diletakkan di hadapan Jaemin, dan pria manis itu menatap seluruhnya tanpa ada rasa berminat. Tidak, tak ada yang salah dengan masakan Jeno hari ini. Semua aromanya menusuk indera seperti biasa. Namun lidah kelunya terasa hambar, tenggorokannya sulit untuk menelan. Jaemin baik-baik saja, hanya tak nafsu makan. Tetapi jelas itu mengkhawatirkan. Jeno tak senang melihatnya terus-menerus hening dalam lamunannya itu.

"Jaemin."

"Tidak, Jeno. Aku tidak sakit." Jaemin meletakkan sendoknya, menekankan jawaban terlebih dahulu tanpa menyempatkan suaminya untuk bertanya. "Tetapi jika kau ingin tahu, jika boleh jujur, aku baik. Hanya, banyak pikiran yang tak bisa kubagi belakangan ini."

The Sweetest Disaster (Nomin Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang