"yuk pulang !" ajak Achan, teman sekelasku.
"maaf, aku harus ke suatu tempat."balasku dengan tangan memohon maaf.
"ya sudah aku pulang dengan Rei."
"sekali lagi maaf ya."
"tidak masalah, tapi jangan sampai sakit lagi ya. Kamu kan baru masuk sekolah, masa sakit lagi."
"hahaha.. Tidak kok jangan khawatir." balasku cepat seraya melambaikan tangan.
Waktu itu setelah pulang ke rumah, aku tiba-tiba pingsan. Ketika membuka mata aku sudah berada di kamar rumah sakit. Penyakitku yang sudah menyerang sejak kecil, penyakit yang tidak bisa di sembuhkan, aku tahu itu tapi aku berusaha untuk tidak perduli. Namun suatu malam di lorong rumah sakit, aku melihat orang tuaku menangis, tanpa sadar aku juga ikut menangis. Aku berlari tanpa arah dengan kedua tangan menutup mulutku.
Aku meringkuk dalam kegelapan. Walaupun aku tahu umurku tidak lama lagi, tapi aku takut ! Aku takut ! Namun aku harus berusaha menutupi itu semua dengan keceriaan palsu yangku buat. Aku ingin terlihat kuat di depan orang-orang dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku untuk bersenang-senang. Salah satunya aku ingin lebih dekat dengannya, Idolaku Kousei Arima. Aku menatap paper bag yang dari tadiku tenteng.
"yosh..kamu bisa." aku menyemangati diri sendiri.
Aku melangkahkan kaki ke ruang musik, biasanya dia berada disana. Samar-samar aku mendengar aluanan piano. Aku pun terus menyusuri suara itu yang ternyata dari ruang musik. Aku mengintip di balik pintu ruangan yang terbuka setengah. Aku tidak menyangka ternyata yang bermain adalah dia, padahal yangku tahu dia sudah tidak bermain piano lagi. Aku terdiam di balik pintu mendengar alunan permainan pianonya. Lagu yang di bawakannya terasa hangat namun terdapat kesedihan yang mendalam. Seperti merindukan seseorang yang tidak pernah tergapai. Seketika aku kaget tiba-tiba dia sudah berada di depanku.
"aku ingin mengembalikan ini." ucapku cepat seraya menyerahkan paper bag kepadanya. Dia menerima begitu saja tanpa berucap apa-apa.
"anuu..perkenalkan aku Kaori Miyazono. Terima kasih waktu itu dan aku minta maaf waktu menabrakmu itu."ucapku lagi dengan nada cepat seraya menunduk. Aduh kenapa jantung ini berdetak kencang sekali. Aku harus tenang, bukankah aku adalah Kaori Miyazono yang ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja. Aku mengangkat wajahku menatapnya, idolaku selama ini yangku lihat dari kejauhan sekarang ada di depanku.
"senang bertemu denganmu."
Deg...
Jantungku berdetak semakin kencang saja. Sejak kapan dia bisa tersenyum begitu di hadapan orang.
"anu.. Permainan pianomu sangat indah, akh lagunya juga. Walaupun aku tidak pernah dengar sebelumnya, tapi sungguh itu lagu luar biasa." aduh aku kenapa sih !
"aku berterima kasih kamu memuji laguku."
"tidak bukan masa....tunggu tadi apa laguku ?"
"ya, itu lagu yangku buat sendiri judulnya Starlight Tears."
Tunggu ! Sejak kapan dia membuat lagu ? Bahkan aku baru tahu sekarang dia bermain piano kembali. Dia berhenti bermain piano ketika umur 11 tahun dan mengalami trauma. Aku sudah mengidolakannya sejak umur 5 tahun. Walaupun aku tidak ingin mengakuinya, tapi ya aku stalker. Aku selalu mengamati kegiatannya, menonton kompetisi dan konsernya serta segala hal tentangnya. Alasan aku bermain biola juga gara-gara dia, agar suatu saat aku bermain bersama dengannya. Alasan aku tetap bersemangat untuk menjalani hidup dengan penyakit ini juga gara-gara dia.
"kamu kembali bermain piano ya ?"ucapku berjalan ke arah jendela memandang salju yang berjatuhan.
"sepertinya kamu sudah tahu." jawabnya yang juga berjalan ke arah jendela. Sekarang kami sama-sama sedang memandangi salju yang turun.
"tentu saja, karena kamu adalah panutan kami sebagai musisi." jawabku tanpa menatapnya. Dia hanya diam.
"kenapa sempat berhenti ?"
"hemm...aku hanya tidak punya alasan lagi untuk bermain piano."
"kalau sekarang kamu mempunyai alasan untuk bermain piano ? Apa kamu kembali bermain ?"
"entahlah. Aku juga belum tahu aku akan kembali atau tidak."
"kenapa ? Padahal permainanmu sangat bagus, bahkan kamu membuat lagu sendiri, walaupun lagunya sedih tapi itu sangat luar biasa ! Sayang sekali jika kamu menyia-nyiakan kemampuanmu !"
"Pftt....ternyata kamu orangnya bersemangat ya, aku pikir kamu orang pemalu."
Seketika wajahku memerah, aku tadi terbawa suasana.
"kalau begitu apalah kamu mau bermain bersamaku ? Jika kamu mau aku akan mempertimbangkan untuk kembali bermain piano."
Apa ini ? Ini tantangan ?
"tenang saja. Kamu cukup bermain seperti biasa. Kita bawakan lagu yang kamu mainkan di atap saja. Bagaimana ?"
Aku tidak langsung menjawab dan hanya menatapnya. Aku merasa aneh sejak kapan dia seramah ini pada orang asing ? Rasanya dia bukan Kousei Arima yang aku kenal selama ini. Aku tersadar dari lamunam ketika dia menekan salah satu tust piano. Lalu tersenyum ke arahku yang seakan tahu aku tadi sedang melamun. Aku segera menurunkan tas biolaku yangku gendong. Aku menatapnya memberi isyarat kalau aku sudah siap.
"kamu duluan saja."
Apa maksudnya ? Tapi sudahlah, aku menurut saja. Aku pun mulai memainkan biolaku seperti biasa, tidak berapa lama dia mengikuti dengan permainan pianonya. Aku sangat kaget dia bisa mengikutiku alunan biolaku yang acak-acakkan ini ? Padahal pengiringku saja tidak bisa mengikutiku itu sebabnya aku sering berganti pengiring. Mereka menyerah denganku yang tidak pernah mengikuti partitur, mengikuti apa seharusnya.
Tapi dia berbeda, dia seperti tahu aku. Dia tidak memaksaku untuk mengikuti partitur, tapi tidak membiarkan juga aku keluar jalur. Dia seakan mengarahkanku dan membuat semuanya menjadi mudah. Aku menatapnya sebentar dan dia membalas tatapanku dengan sebuah senyumam hangat. Ini sangat menyenangkan, namun kesenangan ini tidak bertahan lama ketika kepala tiba-tiba pusing yang tentu saja membuatku berhenti tiba-tiba dan menjatuhkan busur.
"aku mohon jangan lagi."pintaku dalam hati memegang kepalaku yang semakin pusing. Namun sekuat apapun aku menahannya tidak bisa, beberapa detik berikutnya aku kehilangan kesadaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starting Life in Another World
FanficSinopsis : Di London banyak orang mempercayai adanya roh yang bisa mengabulkan apa saja. Roh itu bisa berubah wujud sesuai keinginannya. Namun tidak seorang pun yang berjumpa dengan roh itu, sehingga itu hanya sebuah kepercayaan lokal saja. Namun be...