Chapter 13

41 3 7
                                    

Kousei POV

Malam yang tenang serta suara lantunan seorang gadis mengikuti alunan piano yang duduk di sebelahku membuat suanana ini semakin indah.

"wah permainanmu sungguh bagus. Kalau begini sih aku yakin kamu akan menang."

"benarkah ?"

"be...nar.."

Dia tergagap ketika pandangan kami saling bertemu. Aku mendekatkan wajahku ke arahnya. Sontak dia memejamkan mata yang membuatku tersenyum. Padahal awalnya aku ingin menggodanya saja, tapi jika itu hanya sebuah ciuman sepertinya tidak akan ada masalah.

Aku menahan kepalanya menggunakan tangan kananku lalu menempelkan bibirku ke bibirnya. Terlihat sekali dia tegang. Perlahan aku menggerakan bibirku dengan lembut sangat lembut karena aku tidak ingin dia terluka. Tentu saja dia tidak membalas perlakuanku, dia diam seperti patung. Aku bisa memaklumi karena ini pengalaman pertamanya, aku juga tidak mengharapkan apapun darinya. Merasa cukup aku berhenti. Aku takut tidak bisa mengendalikan diri jika aku teruskan.

(diingatkan kembali di dalam tubuh 14 tahun terdapat jiwa 24 tahun menuju 25 tahun :v)

"sepertinya pakaianmu sudah kering."

"eh.. Ah.. Ya... Aku akan segera ganti."

Dengan terburu-buru dia keluar dari ruangan. Jika seperti ini dia hanyalah gadis polos. Aku beranjak menuju gudang untuk mengambil sepeda.

"barang-barangmu sudah semua ?"

"ya sudah."

"kalau begitu naiklah."

"pegangan yang erat." pintaku, lalu dia memegang bajuku.

"aku akan ngebut lo."

Akhirnya dia melingkarkan kedua tangannya. Sepanjang jalan kami hanya terdiam di temanin bintang-bintang yang bertaburan di langit.

"apa kamu kedinginan ?" tanyaku memecah kesunyian.

"akh tidak. Terima kasih. Tadi sangat menyenangkan." ucapnya menyandarkan kepalanya di punggungku.

Dari kejauhan aku bisa melihat ayah Kaori yaitu tuan Yoshiyuki Miyazono. Ya aku bisa memaklumi bagaimana mungkin orang tua tidak khawatir ketika anak gadis satu-satunya pulang larut malam. Aku menyapa beliau, walaupun seperti biasa di respon ketus. Tapi aku tahu beliau sangat menyanyangi Kaori, walaupun bukan anak kandung sendiri.

Ayah kandung Kaori meninggal akibat kecelakaan lalu lintas sebelum Kaori lahir. Beliau seorang violinis keturunan Prancis. Aku tahu hal ini ketika tanpa sengaja menemukan lagu-lagu yang beliau ciptakan untuk biola okestra di kehidupanku dulu dan sepertinya Kaori belum mengetahui hal ini.

.......

Author POV

Di cuaca yang cerah terlihat tim bisbol berlatih dengan semangat untuk pertandingan akan datang.

"ayo lempar ke sini !" teriak Tsubaki memukul bola yang di lempar dengan kecepatan penuh.

"wah dia bersemangat sekali ya."

"bukankah dia sedang mengamuk."

"hah sampai kapan dia harus begitu." gumam Kashiwagi yang duduk di kursi melihat kelakuan sahabatnya itu. Kashiwagi mengetahui kenapa Tsubaki jadi seperti ini. Tepatnya itu kejadian malam kemarin dimana mereka berdua melihat yang tidak seharusnya, apalagi untuk Tsubaki yang sampai sekarang tidak menyadari perasaannya terhadap teman sekaligus tetanggannya yang sudah punya pacar.

Di ruang musik, Kaori sedang menikmati alunan piano yang di bawakan oleh Kousei.

"wah lihatlah ini sepasang kekasih sedang berduaan." goda Watari yang tiba-tiba muncul entah kapan. Kemudian muncul Tsubaki bersama Kashiwagi yang sepertinya sedang istirahat.

"akh tidak ! Aku..aku cuma menemaninya latihan untuk kompetisi."

"kompetisi ?" gumam Tsubaki.

"jadi kompetisi seperti apa yang di ikuti Arima ?" tanya Kashiwagi.

Kaori pun mulai menjelaskannya dengan semangat. Namun Tsubaki tidak memperhatikan, dia sibuk dengan pemikirannya sendiri.

Begitulah setiap hari Kaori menemani Kousei latihan, walaupun menurut Kaori tanpa latihan pun Kousei bisa menang.

"nee.. hari ini ada pertandingan. Bagaimana kita lihat untuk menyemangati !"

"jika kamu ingin lihat silahkan !"

"nee.. Permainanmu sudah sangat bagus, tanpa latihan hari ini pun kamu pasti menang. Jadi ayo kita lihat pertandingan !" rengek Kaori.

"maaf Kaori, kali ini aku tidak bisa menuruti keinginanmu."

"tapi kenapa alasanmu menolak ? Pasti ada alasankan ?"

"hemmmm.. Entahlah. Aku hanya suka suasana tenang."

"alasan yang aneh. ya sudah aku pergi dulu."

"ya, bersenang-senanglah." ucap Kousei mengelus kepala Kaori.

Alasan Kousei tidak ingin melihat pertandingan ialah tidak ingin fokus Tsubaki pecah. Kousei masih ingat, Tsubaki cemburu waktu dia melihat bersama Kaori sehingga timnya kalah dan kakinya terluka.

"Tsubaki sekarang giliranmu." panggil salah satu timnya.

Tsubaki bersiap-siap dengan tongkatnya, tim lawan bersiap melempar bola dan..

Tunggg...

Bola berhasil di pukul oleh Tsubaki dan berhasil membuat home run yang membuat tim Tsubaki menang.

"syukurlah. Jadi kamu tidak bersedih seperti waktu itu." ucap Kousei yang mengintip dari jendela ruang musik.

Brukkk...

"akhirnya ketemu."


Starting Life in Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang