Bab 12 Kue

573 114 0
                                    

Jeno menggaruk kepalanya yang tak gagal. Rencananya ia ingin membuat kue kejutan untuk wedding anniversary kedua orang tuanya. Tapi, setelah melihat video dari YouTube terasa sangatlah sulit.

"Apa perlu telpon Hina dan Ningning saja? Ah tapi pasti kepalaku dipukul oleh Jaemin dan Renjun. Hah! Harus bagaimana lagi ini?"

Tiba-tiba dirinya teringat Karina. Pasti gadis itu bisa memasak, pikirnya. Tangannya langsung menyambar ponsel dan mendial nomer sang gadis.

"Halo, Kei!" sapanya.

"Hai juga. Tumben telpon. Apa ada kendala dalam divisimu?"

"Tidak. Aku hanya ingin meminta bantuanmu untuk membantuku. Apakah bisa?"

"Membantu apa? Jika itu masalah kesalahan coding data, aku tidak bisa. Kau bisa meminta Pak Xiao untuk membantumu,"

"Bukan Kei. Aku minta tolong untuk membantuku dalam membuat kue. Hari ini adalah hari jadi pernikahan mereka," jawab Jeno.

Ada jeda sebentar. Ia bisa mendengar jika si penerima telepon tengah berjalan di atas marmer dengan sepatu hak tingginya. Lalu, ia juga mendengar suara benda terjatuh.

"Kau tidak apa-apa kan?" tanya Jeno khawatir.

Kemudian, terdengar suara jontokan yang keras. "Aku tidak apa-apa. Tadi aku melewati kakakku yang sedang menonton tinju. Oh ya, aku akan segera kesana setelah mengambil tasku."

Sambungan terputus akhirnya. Entah kenapa sebuah pertanyaan masuk begitu saja di otaknya. Kenapa Karina menerima pertunangan mendadak ini? Aneh, tapi terjadi.

"Kak, perkenalan namaku Winter Wong dari gugus kesemek. Disini aku mau minta tanda tangan kakak selaku ketua panitia OSPEK ini. Boleh kan?" tanya Winter.

"Emangnya kamu udah dapat berapa tanda tangan sampai berani minta tanda tangan kakak?"

Winter memainkan sepatunya dan menjawab, "baru 5 kak hehehehe," Jeno hanya dapat geleng-geleng mendengar jawaban dari Winter. Tangannya mengambil kertas Manila yang dipegang Winter dan menandatanganinya.

"Setelah ini kamu minta tanda tangan Kak Hrvy dan Kak Darron ya. Mereka berdua itu paling gampang dimintain tanda tangan,"

"Siap kak. Makasih ya. Oh ya, inget namaku adalah Winter yang paling cantik." teriak Winter sambil menjauh dan membuat Jeno tertawa lebar.

Gadis itu sangat menarik, batinnya sembari menatap kepergian Winter yang bahagia.

"Woyyy! Bengong aja,"

"Astaganaga..." pekik Jeno sambil memegang dadanya.

Ia kaget ada Karina di depannya. Tangannya menunjuk Karina. "Kok udah sampai?" tanyanya yang membuat Karina memutar bola matanya malas. "Kamu aja tuh yang ngelamun dari tadi," jawab Karina.

"Maaf, aku hanya teringat ah lupakan saja. "

"Mengingat Winter?" tanya Karina tepat sasaran dan membuat Jeno terdiam. Melihat keterdiaman Jeno membuat Karina yakin bahwa Winterlah yang sedang dipikirkan Jeno.

"Jadi, kita harus membuat kue apa?" tanya Karina untuk kembali ke topik awal mengapa dirinya ada disini.

"Ehmmm belum lama ini ibuku berkata ingin kue tiramisu. Aku sudah membeli semua bahannya dan sudah ada di meja dapur kok. Tapi, aku baru tersadar bahwa aku tidak memasak heheheh" cengir Jeno tanpa dosa.

"Ayolah kita buat sekarang," ajak Karina sambil menggelung rambitnya dan segera mencuci tangannya.

Kemudian, ia mengambil bahan satu per satu dan mulai membuat adonan kue. Jujur saja, ia suka membuat kue bersama Winwin sejak SMP.

.
















.

"Yerim, kau darimana tadi?" tanya Hendery mendekat pada sang istri yang sedang melepas jaketnya.

"Aku tadi bertemu dengan ibu kandungnya Yangyang,"

"Kau tak menyakitinya kan?" tanya Hendery pelan.

Yerim tertawa saat mendengar pertanyaan Hendery. Walaupun ia sudah menikah selama 6 tahun dengan Hendery, ia masih tak bisa menebak apa yang ada di pikiran pria itu.

"Kau tak lupa kan kalau aku sahabatnya?" tanya Yerim.

"Hey bitch!" sapa Yerim sambil duduk di hadapan seorang perempuan yang sibuk menikmati red wine kesukaannya.

"Hello, bitch! Tumben kau memintaku menemuimu. Apa ada masalah?"

Yerim menggeleng. "Aku hanya rindu padamu dan juga Yangyang mungkin merindukanmu." cicitnya.

"Yangyang sudah melupakan aku. Dia ditarik paksa dari tanganku saat usianya 3 tahun. Kau ingat kan?"

Yerim mengangguk. Masih segar di ingatannya bahwa sahabatnya itu sampai berlutut di hadapan Nyonya Wong agar bisa mengambil Yangyang kembali.

"Nyonya Wong begitu membenciku hanya karena aku anak dari mantan kekasih yang dicintai Tuan Wong. Bukankah itu menggelikan?"

"Sedikit sih. Tapi, bagaimana perasaanmu dengan Hendery? Apa kau membenci atau mencintai pria itu?" tanya Yerim. Ia sangat berharap sahabatnya itu menjawab bahwa dia mencintai Hendery karena ia ingin sekali melihat Hendery bersanding dengan sahabatnya di altar pernikahan. Ia ingin melihat sang sahabat berbahagia dengan Hendery dan juga Yangyang.

"Aku tak tau. Hatiku sudah lama mati bersama dengan tubuhku yang diperkosa olehnya dulu,"

"Ah ya, aku tak lupa bahwa kau adalah sahabatnya sejak sekolah." jawab Hendery kaku.

"Aku tak bisa membenarkan perilakumu pada sahabatku. Tapi, bisakah kau mencoba untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya ada di hatimu? Aku benar-benar ingin kamu berbahagia bersamanya. Lagipula kita bisa bercerai tanpa mengundang masalah karena hingga kini hanya keluarga saja yang tau bahwa kita sudah menikah."

Memang benar, pernikahan antara Hendery dan Yerim hanyalah sebuah kesepakatan agar perusahaan milik orang tua mereka dapat berjalan lancar.

"Jika aku bisa kembali pada keluarga kecilku, maka aku ingin kau kembali pada Xiaojun. Kau masih mencintainya kan, Yerim?"

TBC

Dark LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang