"Kita pergi sekarang!" seru Rowoon pada Hina yang mulai menyetir mobil.
"Kira-kira Renjun sedang dimana?" tanya Hina.
Rowoon berpikir. "Tanyakan pada suamimu dia ada dimana? Dan kita pasti tau dimana Renjun," jawabnya. Ia yakin pria Jilin itu sedang bersama Jaemin.
Hina mengangguk dan langsung menelpon Jaemin serta me-loud speakernya agar Rowoon juga mendengar jawaban Jaemin nantinya.
"Halo, Hina!"
"Hai. Apakah kau akan pulang malam?" tanya Hina.
"Kurasa akan lebih larut karena aku harus menemani Renjun ke club,"
Rowoon tersenyum setelah mendengar jawaban dari Jaemin. Ia mengangguk pada Hina yang tengah menatapnya. Berusaha memberi kode agar melanjutkan rencana mereka.
"Kalau begitu setelah dari club tolonglah belanja bulanan ya? Persediaan makanan kita sudah habis soalnya,"
"Huft baiklah. Besok saat aku libur aku akan mengajarimu menyetir mobil agar kau bisa berbelanja tanpa diriku lagi. Okay?"
Kali ini Rowoon berusaha menutup mulutnya agar tidak tertawa. Ia baru tau kalau teman kantornya ini tak tau bahwa Hina sangat lancar menyetir mobil bahkan dia saja sering mengikuti balapan mobil.
"Okay. Hati-hati di jalan ya! Aku harus kembali melipat baju dulu. See you hubby"
"See you and love you!"
Kemudian sambungan terputus diiringi tawa Rowoon yang menggelegar. "Bisa-bisanya Jaemin berpikir kau tak bisa menyetir hahahaha. Jangan bilang dia mengira kau adalah gadis yang lemah lembut?!" tebak Rowoon yang tidak salah sasaran.
Hina mengangguk. Ia memang tak pernah bercerita mengenai kehidupan gelapnya ini pada Jaemin. Jaemin hanya mengetahui dirinya yang hanya seorang penulis freelance yang senang mencari ide ke luar rumah padahal ia sedang menjalani misi dari Hendery.
"Hahahaha. Tak kusangka pria itu mau ditipu oleh rubah mengesalkan sepertimu."
"Back to the topic! Bagaimana caranya kita menculik Renjun?" tanya Hina.
Rowoon berpikir sebentar. Menjebak Renjun itu cukup susah. Dia sangat sulit ditipu walaupun dalam keadaan mabuk sekalipun.
"Ahhh!" teriak Rowoon saat mendapatkan ide.
"Jangan teriak di telingaku juga kalik!" balas Hina kesal. Jika bukan karena kemampuan Rowoon yang mumpuni, ia sudah meminta ganti partner.
"Kita harus menjebaknya dengan rencana klasik kita," jawab Rowoon. Sudah sangat lama ia dan juga Hina tak memakai cara ini. Pasti menyenangkan, batinnya bahagia.
.
.
Renjun melambai pada Jaemin yang baru saja memasuki club. Jaemin membalas dengan lambaian juga dan berjalan cepat menuju Renjun yang tengah duduk di kursi bar dengan segelas vodka di tangannya.
"Mau juga?" tawar Renjun yang dibalas gelengan oleh Jaemin.
"Cola saja," pinta Jaemin pada si bartender.
"Tumben tidak minum. Memangnya kenapa?" tanya Renjun yang diselingi dengan meminum vodkanya hingga habis.
"Aku harus berbelanja bulanan sebentar lagi," jawab Jaemin sambil mengambil colanya yang baru saja datang dan meminumnya.
Renjun mengangguk. "Lebih baik kau berbelanja sekarang,"
"Apa kau tak apa aku tinggalkan?"
"Don't worry. Aku mau pake orang disini dulu hehehe" balas Renjun sambil mengipasi wajahnya yang semakin memerah.
Jaemin bangkit dari kursi yang ia duduki. "Kalau begitu aku pulang dulu. Sampai berjumpa di kantor besok," pamit Jaemin dan pergi meninggalkan Renjun. Sebelum ia keluar, ia melihat seseorang yang mirip Hina disini. Tak mungkin Hina disini. Dia terlalu polos untuk itu, batinnya sambil benar-benar melangkahkan kaki dari club malam ini.
Tinggallah Renjun sendirian. Entah kenapa hawanya semakin panas disini dan ada gejolak ingin dipuaskan dalam dirinya. Shit! Jangan bilang aku diberi obat perangsang tadi, batinnya geram.
Tanpa Renjun sadari, ada Rowoon yang tengah menahan senyumnya dibalik masker yang dipakai para bartender di club ini. Dengan masker ini Rowoon tak perlu khawatir ada yang tau identitasnya.
Rowoon mengedipkan matanya pada Hina yang tengah mati-matian melawan pria-pria yang berusaha mendekatinya karena Hina hanya memakai dress mini berwana hitam tipis yang tentu saja memperlihatkan lekak-lekuk tubuhnya itu.
Hina berjalan dengan anggunnya mendekati Renjun. Ia duduk di pangkuan pria itu sambil mengalungkan tangannya kesana. "Mau bermain denganku, tuan?" goda Hina. Dalam hati, ia meminta maaf kepada Ningning karena menggoda pria ini.
"Kau mirip Hina. Tapi kau berbeda dengannya. Dia selalu menatapku polos sedangkan kau penuh gairah. Kalau boleh tau siapa namamu, cantik?" tanya Renjun. Tak apakan ia bermain sebentar sebelum menyebarluaskan segala hal tentang Hendery dan Karina.
"Panggil aku, Lucy. Aku sudah memesankan kamar untuk kita," bisik Hina tepat di telinga Renjun.
Lalu, Hina bangkit dan menarik Renjun agar segera berdiri. Renjun hanya terkekeh melihat Hina yang ia yakini adalah Lucy menariknya begitu saja. Mereka berjalan melewati beberapa lorong panjang.
"Bukankah malam ini akan menjadi malam singkat?" tanya Hina.
"Maksud—"
Bugh
Hina memukul tengkuk Renjun dengan cepat dan kuat yang membuat Renjun langsung ambruk sebelum menyelesaikan kalimatnya. "Kau menyusahkan!" gerutu Hina sambil memberikan isyarat pada Rowoon yang sejak tadi ada di belakangnya dan Renjun agar segera mendekat.
"Gendong dia dan aku akan mengeluarkan mobil dengan cepat," pinta Hina yang langsung dilaksanakan oleh Rowoon.
"Sebentar!" pinta Hina lagi sambil merogoh kantong baju dan celana Renjun. "Ini dia," pekik Hina senang.
Kemudian, Rowoon berjalan sambil tetap mengangkat Renjun bak karung beras bersama Hina yang berjalan di sampingnya. "Rahasia diantara bang Hendery dan Karina akan tersimpan,"
.
.
"Sial!" umpat Jeno sedari tadi. Ia sudah menunggu lebih dari 4 jam di depan rumah Rowoon tapi tak kunjung ada hasil. Dimana si tiang itu sekarang?, batin Jeno merana.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Light
FanfictionJeno merasa marah atas fakta bahwa dirinya telah ditunangkan secara paksa dengan Karina. Jika bukan karena sang kekasih terbaring koma, ia tak akan sudi bertunangan dengan gadis kaku sepertinya. Sementara itu, Karina tidak pernah menganggap pertuna...