Hendery memegang kepalanya yang terasa akan meledak. Kesadarannya pun sudah diambang batas. Tangannya berusaha tetap memegang dinding di sebelah kirinya dan berjalan secara perlahan.
"Aduh pusing banget..." rutuknya sambil menggelengkan kepalanya.Tangan sebelah kanannya langsung memijat kepalanya yang begitu berat.
"Tuan muda butuh bantuan saya?" tanya sesosok manusia yang tak begitu jelas di penglihatan Hendery.
"Antar saya ke kamar saya,"
"Baik, Tuan." jawabnya sambil tersenyum miring. Ia langsung membopong Hendery menuju sebuah kamar yang ia yakini sebagai kamar Karina, bukan Hendery.
Karena begitu mabuknya, Hendery tak sadar jika dibawa ke kamar Karina. Ia hanya mengucapkan ucapan terima kasih dan mengunci kamar itu segera.
"Saya sudah melaksanakan perintah boss," ucap orang tadi yang terdengar sayup-sayup di telinga Hendery.
"Hah!!! Aku mimpi apa barusan?" ucap Hendery sambil terbangun. Ia menengok kanan dan kiri. Ternyata ia ketiduran di sofa ruang tamu tanpa ada yang berani membangunkannya.
Ia melihat jam yang ada di depannya. Ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam dan ia teringat bahwa Karina belum pulang sampai saat ini.
"Tuan Hendery mau bibi bantu ke kamar?" tanya Bibi Han yang baru saja melewati ruang tamu.
"Hah?! Tidak usah bi. Biar saya sendiri. Oh ya, Karina tidak pulang kemari lagi?" tanya Hendery dengan suara semakin memelan.
"Nona Karina memilih tinggal di apartemen sejak beberapa hari yang lalu."
"Aku mengerti kok. Pasti dia tak tahan disini. Yangyang sudah tidur kan?" tanya Hendery lagi.
"Tuan muda sudah tidur sejak 3 jam yang lalu. Kalau begitu bibi pamit tidur dulu ya," pamit perempuan paruh baya itu. Ia cukup prihatin dengan kehidupan Hendery yang begitu menyedihkan 10 tahun belakangan ini.
Setelah kepergian bibi Han, Hendery termenung. Memikirkan Karina yang masih seperti menjaga jarak dengannya. "Hah, aku jadi merindukan Yangyang memanggilnya dengan sebutan mama," desahnya pelan.
.
.
"Terima kasih untuk hari ini," ucap Jeno sambil mengantarkan Karina hingga ke gerbang.
"Sama-sama. Kalau begitu aku pulang ya," ucap Karina di dalam mobilnya. Lalu mobilnya melaju keluar dari rumah Jeno. Pikirannya terbang pada Yangyang. Ia merindukan putra kecilnya itu.
"Hmmm sepertinya tidak apa-apa aku pulang ke rumah." lirihnya sambil memutar stir menuju ke arah rumah orang tua angkatnya.Perjalanan terbilang cukup singkat karena ia mengebut di jalanan yang sepi.
Pasti Yangyang sudah tidur, batinnya sambil menancap gasnya lebih dalam.
Hanya membutuhkan waktu setengah jam ia sampai ke rumah yang sempat ia tinggali selama 10 tahun sebelum ia ditendang keluar rumah setelah ketahuan menghabiskan malam bersama Hendery.
"Non Karina pulang?" tanya seorang bodyguard miliknya yang diam-diam ia masukkan ke dalam rumah ini.
"Iya. Bukakan gerbang saja," ucap Karina.
Setelah gerbang terbuka lebar, Karina memasukkan mobilnya ke garasi. Lalu, ia turun dari sana. Matanya menatap aneh pada ruang tamu yang masih menyala terang karena biasanya jam segini semua lampu di ruang tamu dimatikan.
Ia pun bergegas ke ruang tamu. Takut jika Yangyang lah yang masih terjaga. Dulu saat Yangyang masih berusia 5 tahun tak kunjung tidur hingga Hendery menghubunginya untuk datang. Akhirnya Karina dapat menginjakkan kakinya kembali di rumah ini untuk pertama kali setelah ia diusir.
"Kak Hendery," gumam Karina saat melihat Hendery yang justru duduk terdiam di sofa.
"Karina, kau pulang?" tanya Hendery sambil tersenyum. Ia sungguh tak menyangka jika Karina akan pulang kemari karena biasanya Karina hanya ada di rumah ini sejak pagi hingga Yangyang tertidur. Baru setelah kecelakaan itu, Karina mulai tidur disini atas perintah Tuan Wong.
"Iya. Apa kak Hendery menunggu Kak Yerim?" tanya Karina begitu saja tanpa sadar bahwa salah satu sudut hatinya berteriak tak suka.
"Aku menunggumu pulang. Yangyang sejak kemarin bertanya, kenapa kau semakin jarang pulang kemari? Apa untuk menghindariku?"
Karina menggeleng. "Aku sedang mengurus pembangunan kantor cabangku dan juga mengurus apartemen yang akan kutempati dengan Yangyang nantinya,"
"Apa tidak bisa kau tak membawa Yangyang pergi dariku? Aku benar-benar tak bisa kehilangan Yangyang,"
Karina menatap Hendery tak suka. "Lalu, bagaimana denganku? Aku membesarkan Yangyang sendirian selama 3 tahun lebih dan kau datang seenaknya membawa dia pergi dariku. Apa itu adil bagiku?! Aku merindukan Yangyang memanggilku dengan sebutan mama!" ucapnya dan tanpa sadar matanya menitikkan air mata.
"Aku benci dengan keadaan kita ini. Tapi, tak ada yang bisa kita lakukan. Bukankah aku pengecut?" kekeh Hendery yang terdengar begitu menyedihkan.
Air mata Karina semakin banyak yang berjatuhan. Ia tak bisa berpura-pura baik-baik saja di depan Hendery. Ia mendekat pada Hendery dan jarinya menunjuk-nunjuk di dada Hendery.
"Kau memang pengecut bagiku. Kau hanya berani datang sesekali untuk menengok Yangyang kala itu karena kau takut pada ibu. Lalu, tiba-tiba saja kau membawa istri ke hadapanku dan menarik Yangyang dari jangkauan hingga setahun lamanya. Kemudian, kau menghubungiku lagi ketika kau tak bisa menangani Yangyang. Kau pikir aku ini apa?!"
"Maaf...maafkan aku. Aku adalah pengecut di saat seharusnya aku menjadi pahlawan bagi keluarga kecil kita," ucap Hendery sambil menggenggam tangan Karina.
Tanpa mereka berdua sadari ada sepasang mata yang memandang mereka berdua dengan mata berkaca-kaca. "Jadi, aku anak papa dengan bibi Karina?" bisiknya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Light
FanfictionJeno merasa marah atas fakta bahwa dirinya telah ditunangkan secara paksa dengan Karina. Jika bukan karena sang kekasih terbaring koma, ia tak akan sudi bertunangan dengan gadis kaku sepertinya. Sementara itu, Karina tidak pernah menganggap pertuna...