Bab 20 Janji

631 98 0
                                        

"Tuan Xiao!" panggil Jeno saat melihat Xiaojun justru keluar dari ruangannya bersama Renjun. Hal itu membuatnya bingung. Buat apa Renjun bersama Xiaojun?

"Kau darimana saja Tuan Lee? Laporan yang harus kau tandatangani ada di tangan Tuan Huang Renjun,"

"Maaf tadi saya sehabis membeli kopi di depan."

"Baik. Tidak apa-apa. Sehabis Tuan Lee menandatanganinya bisa langsung dibawa ke ruangan saya atau ke ruangan Nona Wong juga boleh. Oh ya, Pak Huang jangan lupa memikirkan tawaran saya tadi. Kalau begitu saya permisi," ucap Xiaojun dengan kebohongan di akhir kalimat.

Renjun dan Jeno mengangguk. Xiaojun pun memilih pergi sambil menepuk bahu Renjun. Ia harus segera pergi menjemput Yerim sebelum gadis - ah atau harus ia panggil seorang wanita, tapi ia tak yakin juga jika dia sudah kehilangan kegadisannya - marah karena ia terlambat menjemput.

"Kau ditawarkan apa Jun?" tanya Jeno penasaran.

"Perusahaan menawarkan S2 padaku, tapi aku tak ingin menerimanya." bohong Renjun. Hanya itu yang terlintas di pikirannya saat ini.

Jeno mengangguk. Setiap tahunnya memang perusahaan ini menawarkan S2 pada karyawan-karyawannya yang memiliki bakat menonjol. Paling sering perusahaan menawarkan beasiswa kepada para designer, seperti Renjun.

"Kenapa? Bukankah kau sangat menginginkan melanjutkan kuliah desainmu di kota mode?"

"Aku hanya sedang tidak mau saja. Lebih baik tandatangani ini dan berikan pada Nona Wong sebelum perempuan itu mengeluarkan tanduknya," ucap Renjun sambil menepuk pundak Jeno. Lalu, ia langsung pergi karena harus menyelesaikan tugas khusus dari Xiaojun.

Jeno melihat laporan yang ada di tangannya dan seketika ada ide yang masuk ke dalam otaknya. Aku bisa menemui Karina kalau begini caranya,

Ia tersenyum melihat laporan itu dan langsung mengeluarkan bolpen dari dalam sakunya. "Mari kita tandatangani ini," ucapnya sambil menandatangani laporan itu dengan beralaskan tembok.

Tak lama, ia mengembalikan bolpen ke dalam sakunya dan melangkahkan kakinya menuju ruangan Karina sembari membawa laporan yang harus diserahkan.

Tok.. Tok...

Ketuknya saat ia berada di depan ruangan Karina.

Tok... Tok..

Kembali ia mengetuk karena tak ada jawaban sekalipun. "Kemana Karina? Apakah dia belum kembali? " tanyanya pelan. Kemudian, ia berjinjit dan mengintip ruangan itu.

"Mencari siapa? "

Jeno kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh jika Karina tidak menahan lengannya.

"Mencari Anda, Nona. Ada laporan yang mau saya serahkan, " jawab Jeno sambil membenarkan caranya berdiri. Sungguh malu ia ketahuan mengintip dan parahnya lagi, ia hampir saja terjatuh jika tidak ditolong.

"Oh, masuklah kalau begitu." ucap Karina sambil mengambil laporan yang ada di tangan Jeno.

Lalu, Karina masuk ke dalam ruangannya lagi sembari diikuti oleh Jeno. Ia memilih langsung duduk dan menandatangani laporan itu.

"Ini kau ambil lagi," titah Karina. Tapi, Jeno tak kunjung mengambil laporan tersebut yang membuat Karina mendecakkan bibirnya kesal.

"Mau apa kau Tuan Lee? Sepertinya ada yang ingin kau bicarakan hingga tidak mengambil laporan ini dan segera pergi. Waktuku tidak banyak," peringat Karina.

Jeno gugup kali ini. Entah kenapa bisa begitu? Mungkin ia merasa terintimidasi oleh aura menakutkan Karina. Iya pasti karena itu, batinnya.

"Jika kau tak bicara, aku akan menyeretmu keluar!"

"Eh?!! Jangan!! " balas Jeno cepat.

Alis Karina terangkat bingung. Mau apa pria ini, pikirnya. Sebenarnya atensi Jeno ini menganggu dirinya yang tengah berpikir banyak hal. Dimulai dari persoalan kantor ini, pembangunan cabang perusahaannya, mengatur hak asuh Yangyang, dan mencari pelaku penabrakan sebenarnya.

"Aku ingin membantumu mencari pelaku penabrakan Winter," jawab Jeno dengan cepat.

"Kau yakin bisa? Aku tak yakin itu," balas Karina sambil bersedekap dada.

Jeno mendekat ke arah Karina. "Aku yakin bisa membantumu. Beri saja aku tugas dan aku akan melaksanakannya dengan sepenuh hati," kata Jeno meyakinkan Karina.

"Baiklah. Aku ingin kau mencari tau mengenai Tuan Rowoon dan kau harus melaporkan segala hal tentangnya besok pagi. Apakah kau sanggup?"

.






























.

"Bang Dery bisa jalan?!"

Hendery menoleh dan tersenyum pada Rowoon dan Hina. Ia memang sengaja menyembunyikan keadaannya karena ingin bisa lebih dekat dengan Karina dan juga ingin mencari tau pelaku penyebab kejadian 11 tahun yang lalu.

"Memangnya kata siapa aku lumpuh?" balas Hendery sambil terkekeh.

Lalu, ia mendudukkan diri di tengah-tengah Rowoon dan Hina. Ia mengeluarkan sebuah foto dan menyerahkannya pada Rowoon.

"Huang Renjun?" beo Rowoon.

"Yap. Tangkap dia dan cari tau dia mengabdi pada siapa! Aku merasa curiga dengan pria Jilin itu,"

"Dia terlalu polos untuk menjadi tangan kanan seseorang," ucap Hina mengingat bagaimana sifat Renjun selama ini.

Hendery terkekeh. "Musuh terbesarmu bisa saja seseorang yang terlihat lemah. Jadi ingat itu!"

"Baiklah. Kami akan menangkap dan menyekapnya di markas. Kalau boleh tau kenapa abang menyurigai orang ini?" tanya Hina.

"Beberapa kali dia memotretku dengan Karina. Jangan sampai ia menyebarkan mengenai hubunganku dengan Karina. Yangyang harus tetap aman sampai semua masalah ini selesai. Mengerti?"

Lalu Hendery berdiri dan berjalan menuju bingkai foto besar di dinding. Disana ada potret dirinya, Karina, dan Yangyang. Mereka terlihat seperti keluarga bahagia.

Aku berjanji akan menemukan pelaku dari peristiwa 11 tahun yang lalu,

TBC

Dark LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang