PART 23

162 10 0
                                    


Assalamualaikum

Jangan lupa untuk membaca Al-Qur'an

Maaf typo
🍃
Jangan Sinder
.
.
.

Aku mengerjapkan mataku, merasakan kepalaku yang terasa pusing, mataku seakan berat untuk terbuka. Lama menyesuakain penglihatanku, membuatku terkejut dengan seseorang laki-laki yang tertidur di kasur sebelahku. Namu keterkejutan itu aku urungkan saat mengingat jika aku sudah menikah dengan pak Abidzar beberapa jam lalu.

Kebahagiaan yang aku rasakan tergantikan dengan sebuah kesedihan yang penuh duka. Di hari pernikahanku, aku harus kehilangan ayah, tak pernah terfikir jika ayah akan pergi secepat ini untuk menyusul ibu. Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan, tak ingin tangisku terdengar oleh pak Abidzar, namun semua dugaanku salah. Aku merasakan sebuah pelukan yang nyaman sperti pelukan ayah.

“sudah dong... kamu jangan nangis seperti ini, ayah pasti sedih kalau melihat kamu seperti ini.” Suara khas bangun tidur terdengar di telingaku.

Aku tak ingin memjawabnya, yang aku inginkan saat ini menangis menghilangkan semua kesedihanku. Setelah perkataan nya tadi, tak ku dengar suara dari pak Abidzar, seakan memberiku luang untuk menumpahkan segala kesedihanku.

Pak Abidzar melepaskan pelukanku saat tangisku sudah berhenti. Aku merasakan ibu jarinya mengusap pipiku yang terdapat sisa air mata. “janji sama aku kalau ini tangisan terakhir kamu.” Ucapnya. “aku gak mau lihat kamu seperti ini, berduka boleh. Tapi janga berlama-lama, jika kamu terus menangis seperti ini gak akan buat ayah kamu kembali, gak akan buat ayah kamu hidup lagi.”

Deg..

Aku seakan tertampar dengan perkataannya. “saat ini kedua orang tua mu hanya ingin melihat mu bahagia, hanya sebuah doa yang mereka butuhkan dari putri tercintanya bukan sebuah airmata.”

Aku memejamkan mataku memikirkan perkataan pria yang baru saja menjadi suamiku. Benar apa yang dia katakan, ayah dan ibu tidak akan hidup lagi jika aku menangis. Mereka tidak butuh air mataku, namun mereka butuh doa dariku. Entah kebarian dari mana yang mambuatku memeluk pak Abidzar, dan aku merasakan ketegangan saat ia membalas pelukanku.

“makasih.” Kataku lirih. “makasih sudah mau memilih Indah untuk menjadikan Indah sebagai istri dan juga seorang umi untuk Zaura, walaupun kita tidak terlalu kenal, tapi izin kan Indah untuk mengenal dan berbakti kepada bmas abidzar.” Kataku dengan mengubah nama panggilan yang awalnya “pak” menjadi “mas”. “izinkan Indah untuk selalu ada di dekat mas Abidzar dalam duka maupun suka, bimbing Indah untuk bisa bersama-sama di jalan-nya Allah.”

Diusap dengan lembut kepalaku. “aku yang berterima kasih karena kamu mau menerimaku, dan izinkan ku untuk selalu membuatmu bahagia, kita memang tidak terlalu mengenal satu sama lain, tapi mulai saat ini aku ingin kita saling terbuka satu sama lain. Insyaallah aku akan membawamu di jalan Allah, namun jika aku salah dalam melangkah ingatkan ku, agar kita bisa berkumpul bersama-sama di surganya Allah kelak.”

Air mata ku tak terasa menetes, saat mendegarkan perkataan mas abidzar. Sampai kami larut dalam pelukan hingga suara adzan magrib berkumandang.

“kamu sholat?” Tanya mas Abidzar melepaskan pelukan kami. Dan aku menggeleng lemah, karena memang hari ini bertepatan dengan bulan period ku.

“yaudah kalau gitu, aku mau ambil air wudhu. Minta tolong ya siapkan baju dan perlengkapan sholat.” Lagi-lagi dia melontarkan perkataannya dengan suara lembut. Aku mengangguk segera aku menuju koper berwarna merah, untuk menyiapkan baju koko, sarung serta peci. Untuk sajadah aku mengambil sajadah yang ada di lemari.

Birlikte Indah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang