Kejadian mengerikan yang dialami oleh Wulan kembali menggores luka paling dalam. Mengoyak sampai ke syaraf-syarafnya, Bens tahu gadis itu masih dalam keadaan shock. Mentalnya terguncang karena sikap sialan Hastra yang untuk kesekian kalinya mengancam keselamatan Wulan. Itulah alasannya mengapa Bens membawanya ke Rumah Kasih saat ini, agar perempuan itu bisa menenangkan dirinya sejenak.
Wulan duduk di sofa yang sama dengan Bens, bersisian dalam diam walau kedatangan mereka sudah lebih dari 15 menit. Bunda Kasih tersenyum hangat, menahan diri untuk tidak penasaran lantaran kondisi Wulan yang tidak memungkinkan. "Wulan, ayo diminum tehnya. Kamu nggak boleh mikirin mereka terus, kamu butuh waktu untuk tenang supaya nggak terguncang," ujarnya, ketika melihat Wulan terus menunduk dengan tatapan kosong. Jaket berlambang Destroyer yang selama ini Bens banggakan menghangatkan tubuh gadis itu, Bunda Kasih memandangnya dengan senyuman manis. Wanita itu tahu seberapa penting Wulan dan jaket Destroyer bagi Bens.
Seperti Bunda Kasih yang tak melepaskan tatapannya dari Wulan, seperti itu pulalah Bens memandanginya. Bahkan semua orang yang berada di ruangan itu. Markus, Pedro, Frengky, dan Ayah Johan menunggu reaksi dari gadis itu, menatapnya dengan iba. Namun karena tak kuasa, Bens menggenggam tangan Wulan tiba-tiba.
Sentuhan Bens membuat Wulan tersentak, lalu menoleh dengan wajah polosnya. "Ya?" katanya bingung sekaligus terkejut, hingga pada akhirnya Wulan meminta maaf dengan mengedarkan pandangannya pada orang-orang di sekelilingnya. Air mata gadis itu tanpa sengaja menetes jatuh, dia sedang berusaha untuk kuat. Dia menggigit bibir bawahnya agar tangisnya tak lagi pecah seperti di perjalanan.
Tangannya masih belum terlepas dari genggaman Bens, dirinya dipaksa bertatapan cukup lama dengan wajah khawatir Bens dan air yang menggenang di pelupuk matanya.
Menyaksikan adegan tersebut, tiba-tiba Ayah Johan bangkit dari duduknya. Berinisiatif untuk memberikan waktu kepada sepasang manusia di hadapannya. "Markus, Frengky, Pedro, bisa kita ngobrol sebentar di luar?" tanyanya, memberi kode pada lelaki itu bahwasanya Bens dan Wulan membutuhkan waktu untuk bicara empat mata.
Ketiga laki-laki yang namanya disebut saling lirik, membuat Bunda Kasih melotot dan melirik Ayah Johan. "Ah, kalau begitu Bunda mau liat anak-anak. Biasanya jam segini ada yang kebangun," ucap Bunda lalu menatap Bens dan Wulan bergantian.
***
Selepas kepergian mereka, kini Wulan dan Bens ditinggal berduaan di ruang tengah. Keduanya saling diam, tanpa pandangan dan sibuk dengan pikiran masing-masing yang entah sedang terbang kemana. Akan tetapi, suara Wulan yang bergetar penuh sesal tiba-tiba mengejutkan Bens, membuatnya cepat-cepat menolehkan kepala.
"Maafin gue," lirihnya, berikut dengan sungai kecil yang terus mengalir di kedua pipinya. "Gue cuma nggak mau semakin tertekan. Gue juga ngerasa nggak pantes berdiri di samping lo, gue terlalu buruk untuk bisa bersisian sama lo, Bens."
Bens menarik punggungnya dari sandaran sofa, menatap Wulan tanpa beralih. "Lo tau kabur nggak akan menyelesaikan apapun, kayak gue yang masalahnya malah tambah runyam dan kehilangan kesempatan buat berdamai. Kenapa lo nggak coba buat menghadapi semua keadaan ini sama gue?" Tatapan itu menuntut jawaban penuh.
Pertanyaan itu membuat Wulan tak mampu berkata-kata, yang bisa dia lakukan hanya menatap pemuda di sebelahnya dengan tatapan terluka.
"Lingkungan mana yang bikin lo kesulitan bertahan di sebelah gue?"
Gadis itu hanya berani memainkan matanya, melirik ke kanan dan kiri seolah merasa tidak nyaman akan pertanyaan itu. Dengan berkali-kali menelan ludahnya, Wulan terus berusaha untuk tegar.
Pada akhirnya Wulan menundukkan kepala, kejadian tadi membuatnya semakin lemah dan semakin membutuhkan perlindungan dari laki-laki di sampingnya ini. Wulan tak punya pilihan lain, namun keadaan lain memaksanya untuk tak melakukan hal tersebut. Sendirian dalam segala hal adalah bagian tersulit dalam hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bens Wulan 2020
Teen FictionRated : 16+ Cerita ini mengandung kekerasan, umpatan kasar, tindakan tidak senonoh yang tidak patut ditiru, dan hal-hal negatif lainnya yang dapat merusak pembaca . Harap bijak memilih bacaan! *** Sebelum berucap, Bens melirik Wulan yang masih belum...