Malam itu adalah malam terakhir bagi Bens untuk membuat Wulan kembali dalam pengawasannya. Perempuan keras kepala itu menolak mentah-mentah niat baik Bens tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya. Namun selain memikirkan keadaan Wulan, saat ini Bens juga sedang pening memikirkan Hera, Rumah Kasih, serta keadaan Kiyara.
Banyak nyawa yang bergantung padanya meski tak dikatakan terus terang. Atau mungkin saja takdir yang dengan sengaja membuat nyawa-nyawa itu terikat dengan Bens. Membuat Bens semakin tertekan dan pada akhirnya menyerahkan diri pada ayahnya yang buta karena kekuasaan. Entahlah, Bens juga ingin bebas dari Heksa, namun ia tidak bisa. Karena bagaimanapun juga, Heksa tetaplah ayah kandungnya.
Bens terkejut ketika pintu gudang berdecit dan terbuka. Segelintir cahaya yang menyelinap masuk ke gudang, membuyarkan lamunan Bens perihal masalah yang akhir-akhir ini membuatnya tidak berselera makan. Bens mendeteksi kehadiran Aksel di sana. Kekecewaan Bens semakin bertambah, karena dia pikir, Wulan yang mendatanginya ke tempat ini. Dengan kata lain, Bens berharap Wulan akan kembali bersekolah seperti biasa.
"Mau sampai kapan lo bolos sekolah? Enggak ada harga dirinya banget, segitunya mikirin tuh cewek. Mana muka udah kayak kaleng bekas, penyok sana penyok sini. Lo baku hantam sama siapa lagi?"
Pertanyaan Aksel berlalu seperti embusan angin, dan cowok itu pun tahu, dia terlalu banyak bicara. Bens tampak tidak berniat membahasnya, meskipun Aksel sudah membuat amarahnya menuju ubun-ubun.
"Wulan masih belum ketemu?"
"Gue udah ketemu. Di kedai ayam dekat lapangan tinju," jelas Bens.
"Dia baik-baik aja?"
Kali ini pertanyaan Aksel berhasil membuat Bens melirik tajam. Cowok itu langsung berdiri dan mendekati Aksel, memberikan tatapan penuh peringatan. "Nggak semudah itu ngelupain kejadian, yang akan mengantar lo menuju hari kematian lo sendiri, Sel!" katanya, kemudian hendak berlalu meninggalkan Aksel menuju pintu keluar. Namun teriakan Aksel lebih dulu menghentikan Bens, yang lagi-lagi menuntut penjelasan mengenai permasalahan yang sedang ia hadapi.
"Apa masalahnya? Lo masih mau bungkam? Sampai kapan, Bens?" tanya Aksel lelah. "Sampai lo sama Wulan benar-benar berakhir di tangan Bastar? Atau sampai ketika di mana Bastar bener-bener mengantar Wulan menemui ajalnya sendiri?!"
"LO NGGAK PERLU TAHU! LO TELAT BUAT PEDULI SAMA GUE, SEL! DAN SATU HAL, LO NGGAK ADA HAK BUAT MASTIIN SESUATU DILUAR KENDALI LO SEBAGAI MANUSIA!"
Bens berteriak marah sembari menoleh ke belakang, menunjuk Aksel dengan wajah merah padam. Matanya menatap Aksel dengan nyalang, tak terima ketika Aksel mengatakan sesuatu yang buruk mengenai Wulan.
Aksel tertawa miring. "Lo gampang marah sekarang," komentarnya. "Jelasin sama gue, ada hubungan apa lo sama Heksa?"
Tepat setelah Aksel mengucapkan nama itu, pupil mata Bens melebar dengan air muka tegang. Dia tidak menyangka bahwa Aksel sudah mulai menemukan sesuatu yang selama ini mati-matian ia sembunyikan. Namun jika penyelidikan Aksel hanya seputar Heksa, rasanya Bens tidak perlu mengkhawatirkannya. Lantaran Heksa hanyalah bagian kecil dari kerumitan hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bens Wulan 2020
Roman pour AdolescentsRated : 16+ Cerita ini mengandung kekerasan, umpatan kasar, tindakan tidak senonoh yang tidak patut ditiru, dan hal-hal negatif lainnya yang dapat merusak pembaca . Harap bijak memilih bacaan! *** Sebelum berucap, Bens melirik Wulan yang masih belum...