Sepasang mata Wulan menatap air hujan yang menetes jatuh dari atap. Mendekap tubuh seraya memandang jauh dengan tatapan kosong. Berusaha menghalau dinginnya malam ketika hujan mengguyur kota yang tadinya ramai. Rasa lelah, penat, kecewa, marah, sedih, berkumpul menjadi satu dan menggumpal di ulu hati. Tertahan di sana, tanpa bisa dikeluarkan.
"Kegagalan nggak bersifat permanen. Masih ada keberhasilan di lain kesempatan."
Bersamaan dengan suara sang pemilik, sebuah jaket berlambangkan phoenix dan tulisan destroyer yang dijahit indah di bagian punggungnya membuat Wulan tersentak. Jaket itu sengaja diberikan Bens agar Wulan tetap hangat. Begitu tiba-tiba, hingga wajah Wulan memanas.
"Ma-makasih, Bens," gugup Wulan seraya mengeratkan jaket tersebut pada tubuhnya.
Saat Wulan melirik Bens yang berdiri di sampingnya sambil menatap jalanan dengan tatapan sedih. Wulan merasa ada cerita paling mengerikan di balik tatapan itu.
"Lo ... baik-baik aja, Bens?"
Sebelum menjawab, Bens tersenyum tipis menyembunyikan kesedihannya. Melirik Wulan sekilas melalui ujung ekor matanya.
"Sebagian orang punya luka tiap kali hujan menjelang. Ada banyak duka yang mereka sembunyiin dari dunia luar. Perihal perasaan, menyangkut banyak hal yang hampir kehilangan jawaban."
"Dari sekian banyaknya pemilik cerita duka, lo mungkin salah satu di antaranya?"
Entah mengapa, Wulan merasa tertarik mengenai latar belakang Bens yang selama ini selalu ia tutup-tutupi. Setelah cowok itu memberitahunya perihal statusnya yang ternyata merupakan anak dari Heksa Hastanta Biyantara. Sejujurnya, Wulan tak menyangka jika Bens merupakan keturunan Biyantara, yang mengartikan bahwa dia adalah saudara laki-laki Hastra.
"Kita makan bakso di warung depan, mau?"
"Eh? Terus motor lo gimana?"
Ada ketakutan yang tak bisa diungkapkan ketika Bens menatap Wulan dengan sorot tajam dan menusuk. Mengenai urusan keluarga, rasanya terlalu berat untuk dijadikan topik utama saat ini.
Cowok itu tak menggubris pertanyaan Wulan, namun malah melirik kaki Wulan yang perbannya basah di bagian luar. Dan dalam hitungan ketiga, Bens mendekati Wulan lalu mengangkat tubuh Wulan tanpa seizin cewek itu. Membuat sang empunya terpekik kaget.
"Bens! Turunin gue, gue bisa jalan sendiri!" teriak Wulan ketika Bens sudah mulai melangkah.
"Udah gue bilang, lo harus menyesuaikan diri sama gue. Menyesuaikan hati dan juga raga lo supaya terbiasa sama tindakan gue."
"Hubungan kita ini fake, Bens, nggak beneran! Lo nggak perlu ngelakuin hal bodoh kayak gini!"
Cowok itu berhenti sebelum menyeberang, sepasang mata gelapnya menatap Wulan dengan sorot dingin. Refleks, Wulan mengatupkan bibir seraya melirik kiri dan kanan untuk mengurangi rasa takutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bens Wulan 2020
Teen FictionRated : 16+ Cerita ini mengandung kekerasan, umpatan kasar, tindakan tidak senonoh yang tidak patut ditiru, dan hal-hal negatif lainnya yang dapat merusak pembaca . Harap bijak memilih bacaan! *** Sebelum berucap, Bens melirik Wulan yang masih belum...