Di kamar, Hastra mengamuk hebat. Barang-barang yang terletak di meja rias seperti minyak rambut, parfum, bedak, dilemparkan ke lantai. Hera berdiri di pintu kamar menatap genggaman tangannya yang dilepas, ternyata begitu rasanya ditinggalkan. Hampa. Kemudian matanya beralih pada Hastra yang kini duduk di tepi ranjang dalam kecemasan.
"Apa yang bikin Kak Hastra kayak gini?" Hera memungut ponsel yang dilempar Hastra, lalu mendekati pemuda itu. "Kakak tau? Saat ini, orang yang ada di hadapan aku bukan Kak Hastra yang aku kenal. Dia beda. Apa karena rasa kecewa itu berubah jadi dendam dan kebencian?" tanyanya, ingin membuat Hastra tersadar. Melihat bagaimana cara Hastra melempar semua barang di kamarnya, Hera tahu bahwa Hastra tak pernah lupa akan kekecewaannya terhadap Hasta. Kakak pertama mereka.
"Apalagi yang bikin gue semakin sengsara, Her? Udah pasti Bang Hasta penyebabnya! Dia yang bikin gue kayak burung dalam sangkar, yang hidupnya cuma untuk dijadiin pajangan sama tuannya sendiri!"
"Dan faktanya, bukan itu yang sebenarnya terjadi. Kakak sendiri tau itu, tapi hati Kakak menolak karena rasa bersalah. Rasa bersalah atas tuduhan, yang selama bertahun-tahun Kakak limpahkan ke Kak Hasta."
Lewat tatapan sayunya, Hera menangkap kegelisahan lewat gerak-gerik Hastra. Hal tersebut membuatnya semakin memiliki keinginan untuk menasihati Hastra, kemudian Hera duduk di sebelahnya.
Bibir merah muda yang sedikit pucat itu tersenyum tipis, menoleh menatap Hastra yang terus menundukkan kepala. "Aku tau Kak Hastra nggak mau dijadikan sebagai pewaris. Tindak-tanduk Kakak selama ini seolah ngasih tau ke aku, bahwa ada penentangan lewat pemberontakan, dan aku menyampaikan semuanya ke papa. Termasuk hubungan persaudaraan antara Kak Hastra sama Kak Hasta yang kini semakin genting," papar Hera, menciptakan tindakan spontan Hastra untuk mengangkat kepala.
Hastra mencerna ucapan Hera sejenak, lalu membalas, "Meskipun dia tau semuanya, papa malah sengaja pura-pura buta dan tuli. Dia nggak melihat dan mendengar semua keluhan gue, Her. Dia egois."
"Siapa bilang nggak peduli?" Hera memiringkan tubuhnya. "Kak Hastra nggak tau aja sekeras apa papa mencoba untuk mengembalikan bunda sama Kak Hasta ke rumah. Meskipun tindakannya salah, kita jadi tau bahwa sebenarnya papa peduli sama anak-anaknya. Papa sekarang lagi berdiri di titik serba salah."
"Gue nggak tau apa yang membuat lo yakin soal itu," terang Hastra datar.
"Alasan bunda sama Kak Hasta menolak untuk kembali ke rumah adalah kita, terutama mama."
"Maksud lo?" tanya Hastra bingung.
Gadis itu menghela napas, lalu memainkan ponsel Hastra. Pupil matanya sedikit melebar melihat foto seorang perempuan menjadi wallpaper ponsel milik kakak laki-lakinya itu.
"Mungkin alasan bunda keluar dari rumah ini pemicunya adalah status pewaris yang diberikan papa. Bunda menentang karena dia nggak mau Kak Hasta dikelilingi orang-orang yang haus akan harta, tahta dan wanita. Selain itu, bunda nggak mau menyakiti mama, yang kita tau sangat-sangat menginginkan kekayaan Biyantara. Padahal, perusahaan yang dipimpin sama papa sekarang bukan punya Biyantara. Semuanya punya Bunda Kiyara, sembilan puluh lima persen. Dan Kak Hastra pasti tau siapa dalang dibalik teror yang—"
"Nggak usah dilanjutin! Gue nggak sanggup dengar keburukan orang yang udah melahirkan gue ke dunia ini. Dan gue nggak sanggup mendengar semua ini dari mulut adik kesayangan gue."
Keduanya bertatapan dalam genangan air mata yang sebentar lagi akan jatuh. Puncak dari keserakahan adalah kehancuran. Apa yang diusahakan dengan cara kotor akan menuai banyak kesialan. Hera mengangguk, Hastra mengusap pipi Hera yang dihujani air mata.
"Cewek yang di hape Kak Hastra ini siapa?" tanyanya sambil memperlihatkan layar datar itu pada Hastra. "Kenapa aku ngerasa kalau foto ini diambil secara paksa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bens Wulan 2020
Ficção AdolescenteRated : 16+ Cerita ini mengandung kekerasan, umpatan kasar, tindakan tidak senonoh yang tidak patut ditiru, dan hal-hal negatif lainnya yang dapat merusak pembaca . Harap bijak memilih bacaan! *** Sebelum berucap, Bens melirik Wulan yang masih belum...