02. LEMAH

2.9K 242 14
                                    

Semester pertama ketika beranjak dari kelas X menuju kelas XI, banyak hal yang harus Wulan lalui dengan air mata. Karenanya saat ini, Wulan lemah dalam segala hal. Berawal dari insiden pelemparan guci oleh Wira sampai membuat ibu Wulan meninggal dunia. Namun takdir tak hanya bergulir sampai di sana, sebulan setelah itu, Wulan harus menerima fakta bahwa Wira akan menikahi selingkuhannya—Rana—perempuan matre yang sekarang menjadi ibu tirinya.

Dan lagi, saat kehidupan Wulan sudah seperti di neraka berkat Rana, cobaan berikutnya harus membuat Wulan kehilangan harga diri di sekolah. Wira, ayah kandungnya, ditangkap oleh polisi karena terjerat kasus narkoba. Dan pada saat itu, Wulan menyaksikan langsung bagaimana Wira mengelak dan berusaha melepaskan diri dari polisi. Wulan semakin hancur, kehidupannya berubah sangat drastis setelah nyawa sang ibu direnggut.

Dua bulan berlalu dengan sangat memprihatinkan. Semua harta Wira disita oleh polisi karena diduga diperoleh dari hasil penjualan barang haram tersebut. Dan dengan status sebagai pengedar serta pemakai, Wira harus menikmati sisa hidupnya di penjara.

Entah karena tidak sanggup dan tidak memikirkan bagaimana dirinya, Wira justru mengakhiri hidupnya sendiri dengan meminum setengah botol cairan pembersih lantai.

Lagi, badai kehancuran memporak-porandakan kehidupan Wulan yang sudah kacau. Berita itu seperti angin sejuk yang tiba-tiba berubah menjadi puting beliung. Wulan menjalani semester pertama di kelas XI dengan cobaan yang berkali-kali membuatnya mati dalam keadaan napas yang masih berembus.

"Lan? Kok nasi uduknya cuma lo liatin?" Seruan Meta membuat lamunan panjang Wulan buyar. "Nggak enak, ya? Mau gue pesenin bakso atau siomay?"

Wulan membendung air matanya, Renata dan Meta sedang menatapnya dengan keprihatinan. Tetap saja Wulan merasa kesulitan jika terus bergantung pada teman-temannya selama enam bulan. Bahkan bulan pertama di semester dua ini hampir berlalu, namun dirinya masih tetap membuat kedua sahabatnya kerepotan.

"Maafin gue," isak Wulan tiba-tiba hingga air matanya terjatuh. "Gue nggak bisa terus-terusan kayak gini, gue bener-bener menyedihkan!"

"Lo ngomong apa, sih, Lan. Lo sama sekali nggak menyedihkan, tolong jangan dengerin omongan mereka," ujar Renata sambil bangkit dan duduk di samping Wulan. "Mereka nggak tau apa-apa tentang lo. Mereka juga nggak tau gimana rasanya jadi lo. Gue mohon, tutup telinga lo perihal omongan nggak penting dari mereka."

"Siapa, Lan, yang bikin lo kayak gini? Tante Rana lagi?"

Meta mengangkat mangkuk baksonya, kemudian duduk di samping Wulan. Menaruh baksonya kemudian mengusap punggung Wulan dengan wajah sedih. "Bener. Pasti dia. Liat kening lo yang bengkak kebiru-biruan itu, dia main fisik sama lo, Lan. Kenapa lo nggak balas, atau setidaknya lo pertahanin harga diri lo." Meta menelisik wajah dan tubuh Wulan yang memar di beberapa bagian. Dan yang paling mencolok adalah keningnya, berkat kejadian semalam.

"Semakin gue ngelawan, paling nggak cuma untuk nenangin diri gue sendiri, Tante Rana semakin menekan gue, Ta. Gue nggak bisa menentang keputusan dia, apalagi untuk mencoba kabur dari dia."

Renata dan Meta saling bertatapan. Wulan memang selalu mengeluh, namun di balik itu semua, Wulan memilih untuk terus bertahan. Karena menurut Wulan, Rana tidak sepenuhnya menjahatinya, sebab dia masih membiarkan Wulan bersekolah di tempat yang sama dan diberi uang saku meski tidak cukup. Jika dipikir-pikir, Rana juga tidak sekejam itu padanya.

Namun sebaliknya, Renata dan Meta justru berpikir bahwa Rana memiliki tujuan di balik jahatnya yang hanya setengah-setengah pada Wulan. Pun demikian, Renata dan Meta tak akan lengah, mereka akan menjaga Wulan semampu mereka.

"Gue sering bilang sama lo, tinggal aja sama gue kalau lo udah nggak sanggup tinggal satu atap sama Tante Rana. Ini namanya penyiksaan, Lan, nyawa lo dalam bahaya."

Bens Wulan 2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang