Happy Reading 😍
Selamat dari bahaya rasanya seperti terlahir kembali menjadi manusia yang baru. Begitu yang Wulan rasakan setelah berhasil kabur dari rumah kosong yang akan melenyapkannya menjadi abu. Anehnya, ikatan tali yang mengikat Wulan di kursi kayu itu seolah sengaja dilonggarkan. Pasti karena suatu alasan, mengapa Bastar dengan sengaja melonggarkan ikatannya.
Wulan menatap datar punggung wanita yang sedang berbicara dengan seseorang lewat ponsel. Dirinya menduga bahwa orang tersebut adalah anak satu-satunya yang Kiyara miliki. Yang sering wanita itu ceritakan tanpa menyebutkan nama, atau semacam jati diri, entah apa alasannya. Berjam-jam kejadian mengerikan itu berlalu, bayang-bayang kematian masih saja menghantui Wulan. Api berkobar dimana-mana, asap mengepul dan mengurung Wulan di dalamnya.
Gue hampir mati, mereka sengaja mengincar gue, semacam peringatan, ujarnya dalam hati. Wulan menatap cangkir teh yang tak lagi penuh. Pengobat hati dari sang pemilik toko yang selalu memberikan senyuman terbaiknya. Rasanya beruntung bertemu perempuan sehebat dan setangguh Kiyara. Wulan serasa punya rumah untuk kembali, tempat untuk bercerita, tempat untuk berkeluh-kesah. Kiyara adalah tempat terbaik.
"Jadi, kamu kabur dari rumah orang yang nolongin kamu waktu itu?" Kiyara menyudahi percakapannya di ponsel, lalu kembali duduk di hadapan Wulan. Melanjutkan obrolannya dengan Wulan yang sempat terpotong. "Sayang, kamu seharusnya nggak bikin mereka khawatir. Paling enggak, kamu kasih tau mereka kalau kamu baik-baik aja."
Kiyara menggenggam tangan Wulan yang terasa dingin. Menatap gadis itu dengan prihatin. Rumitnya hidup memang dialami semua orang, namun ketika sudah mengalaminya di usia belia, hati para ibu akan menjerit melihatnya. Seperti itulah yang Kiyara rasakan saat menyelamatkan Wulan hari ini, dan juga waktu itu.
Aku nggak kebayang kalau Hasta ada di posisi Wulan. Entah gimana keadaan dia tanpa aku. Meskipun begitu, aku harap, Hasta juga dikelilingi orang-orang baik seperti Wulan, batin Kiyara berujar pedih mengingat pelik hidupnya melebihi kehidupan Wulan.
Wulan menatap dalam Kiyara dengan mata berkaca-kaca, membalas genggaman Kiyara lalu mengusapnya perlahan. "Wulan nggak bisa tinggal sama mereka lagi, Bunda. Sekarang Wulan udah jadi target balas dendam orang-orang itu. Cukup beresiko kalau misalnya Wulan tetap sama mereka," isak Wulan dengan air mata berderai. "Ada banyak nyawa nggak bersalah yang bakal jadi korban. Wulan cuma punya Bunda buat sekarang. Wulan mohon, tolong terima Wulan untuk kerja sementara waktu di toko Bunda."
Air mata Kiyara menetes jatuh saat mengangguk membalas permohonan Wulan. Hatinya teriris melihat gadis itu kembali menangis sambil memohon untuk diselamatkan. Kiyara tidak tega menolak, juga tidak bisa membantu banyak. Tapi setidaknya, Wulan akan bersamanya sampai kondisinya membaik.
"Wulan mohon, Bunda ... terima Wulan," tangisnya sambil menatap wajah Kiyara penuh harap.
"Iya-iya, Wulan. Kamu boleh tinggal di toko Bunda sampai kondisi kamu membaik. Tapi lebih baik kamu tinggal sama Bunda sampai keadaan membaik."
"Bunda, makasih! Makasih udah mau nampung Wulan yang bukan siapa-siapa, Bunda. Tapi maaf, Wulan belum bisa ikut tinggal sama Bunda," ujarnya semangat dan tak tahu harus bagaimana untuk mengutarakan rasa terimakasihnya pada Kiyara.
Kiyara tersenyum haru menatap kilat harapan dan semangat di balik manik mata Wulan. "Kamu anak yang baik, Lan. Bunda ngerasa harus bantu kamu, apapun caranya," kata Bunda yang semakin membuat tangis Wulan mengeras. Dia bahagia, sungguh. Langit masih merestui pertemuannya dengan orang baik seperti Kiyara.
"Wulan janji, bakalan bantu Bunda ngurusin toko bunga! Janji, Bunda! Besok, Wulan juga bakal berusaha cari kerjaan baru," ucapnya semangat tanpa menghentikan tangisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bens Wulan 2020
Teen FictionRated : 16+ Cerita ini mengandung kekerasan, umpatan kasar, tindakan tidak senonoh yang tidak patut ditiru, dan hal-hal negatif lainnya yang dapat merusak pembaca . Harap bijak memilih bacaan! *** Sebelum berucap, Bens melirik Wulan yang masih belum...