Menyadari bahwa dia kecopetan setelah turun dari angkot yang akan mengantarkannya ke Toko Bunga Kiyara, sekarang Wulan tidak bisa naik angkutan umum lagi untuk pulang ke rumah. Bahkan sekarang ia pusing ketika pikiran mengenai hidupnya langsung menyergap kepalanya bersamaan. Ditambah lagi kabar mengenai tempat tinggal serta pekerjaan yang tak ditemukan oleh Kiyara, semakin membuat otak Wulan keram tiba-tiba. Rasanya seperti ditikam berkali-kali, sakit tapi tidak kelihatan.
"Ke mana lagi gue nyari kosan sama kontrakan baru? Dari tadi jalan, muter-muter, nggak nemu-nemu. Yang ada badan gue semua pegal-pegal, waktu gue seharian ini kebuang sia-sia karena ini," dumel Wulan seraya mengelap keringatnya di kening.
Kakinya yang mulus seperti pantat bayi terlihat memerah karena dipaksa panas-panasan sejak pagi dengan waktu istirahat yang dapat dihitung menggunakan jari. Kepalanya yang sudah mau meledak membuat Wulan harus menghentikan langkah secepatnya, kepalanya seperti dihantam sesuatu dan berputar-putar.
Lama-lama menahan rasa pusing yang menderanya, Wulan pun merasakan bahwa kesadarannya mulai berkurang. Tubuhnya lemas hingga semuanya menggelap begitu saja. Namun sebelum tubuh Wulan menimpa trotoar jalan yang keras dan padat, Bens buru-buru datang dan menangkap tubuh mungil itu dengan sigap.
"Wulan!" panggil Bens, berharap cewek yang sedang dalam pangkuannya membuka mata. "Lan, ini gue, Lan, bangun lo!"
Namun sepertinya tidak ada tanda-tanda bahwa Wulan akan bangun, bergerak saja tidak saat Bens menepuk-nepuk pelan kedua pipinya. Sehingga pilihan terakhir Bens adalah menggendong cewek itu ala bridal style dan menyetop taksi yang lewat. Tatapan Bens tak lepas mengamati wajah pucat Wulan dengan kening berkerut menahan sakit. Belum lagi badan cewek itu yang terasa panas, juga tubuhnya yang berkeringat dan lunglai dalam pangkuan Bens.
***
"Ini dompet cewek lo."
Setelah Wulan diobati oleh dokter kepercayaan keluarga Pedro, Bens segera keluar dari kamar yang Wulan tempati sementara ini. Sesampainya di luar kamar, Markus segera menyodorkan dompet milik Wulan yang berwarna merah muda. Wajah Bens semakin memerah dengan amarah yang sudah membumbung tinggi, terlebih ketika melihat wajah Markus bersama anak buahnya yang bernama Richard.
Bens menarik paksa dompet itu dari tangan Markus. "Lain kali lo harus hati-hati, target lo bukan cewek gue, Bang!" tegas Bens pada Markus dan Richard.
"Paham gue, Bens, target kita orang-orang yang dompetnya tebel," sahut Richard menanggapi dengan ragu-ragu. "Cuma gue kira tu cewek banyak duit, secara dari penampilan keliatan banget kayanya. Dan satu lagi, gue nggak tau kalau ternyata dia cewek lo."
"Sekarang lo udah tau, kan? Lain kali lo ketahuan nyopet cewek gue, besok paginya gue anterin batu nisan ke rumah lo!"
Bens terlihat menahan marah ketika berbicara dengan Richard dan Markus, sementara di depan bengkel, Pedro masih mengobrol dengan dokter, membicarakan kondisi Wulan.
Richard menggaruk tengkuknya, "Lo makin galak aja, Bens, nggak sengaja gue nyopet cewek lo."
"Urusin anak buah lo, Bang! Mungkin nanti gue juga nggak sengaja ngabisin nyawa dia dengan tangan gue sendiri."
Mendengar hal tersebut, Richard meneguk salivanya dalam-dalam. Ngeri kalau sudah berurusan dengan perasaan. Bens seperti orang asing, berhubung ini pertama kalinya Bens marah sampai mempertaruhkan kepala Markus dan Richard.
"Makin serem aja lo," cicit Richard ciut, enggan berargumen lagi. Sementara Markus sebagai kepala pimpinan para copet juga tak bisa membantu banyak, Richard hanya pasrah jika dirinya harus jadi pelampiasan kemarahan Bens.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bens Wulan 2020
Teen FictionRated : 16+ Cerita ini mengandung kekerasan, umpatan kasar, tindakan tidak senonoh yang tidak patut ditiru, dan hal-hal negatif lainnya yang dapat merusak pembaca . Harap bijak memilih bacaan! *** Sebelum berucap, Bens melirik Wulan yang masih belum...