Joanna tampak kesal karena Jeffrey terus saja memarahinya. Sekarang hampir jam depalan, bukannya segera berangkat ke kantor, Jeffrey justru masih mengoceh sembari memijat lehernya dengan minyak kayu putih.
"Kenapa kamu seperti ini, hah!? Kalau sakit bilang! Jangan membuatku terlihat seperti suami yang mau enaknya saja!"
Joanna masih memejamkan mata sembari duduk menyamping di atas sofa sembari memunggungi suaminya.
Tidak lupa dia juga msih menghirup minyak kayu putih dan sesekali tersenyum pada Jessica yang sudah membuat gesture menggoda di depannya.
"Kamu 'kan memang mau enaknya saja! Tidak ingat dulu mengatai istrimu manja!? Tidak salah dong kalau Joanna tidak mau bilang kalau sedang sakit sekarang."
Jeffrey hanya melirik ibunya kesal. Kemudian dia membalik tubuh Joanna agar menatap dirinya.
"Ayo ke dokter sekarang!"
Joanna menggeleng pelan dan mulai berdiri dari sofa.
"Aku sudah sehat. Berangkat, sana! Aku mau siap-siap! Mau jalan-jalan dengan Tamara."
"Tamara-Tamara terus!"
Keluh Jeffrey sembari mengabil berdiri dan mengecup pucuk kepala Joanna.
"Tidak ada jalan-jalan! Ma, tolong awasi dia! Jangan sampai keluar dengan Tamara!"
Jessica hanya menggeleng pelan, terlihat sekali kalau dia senang membuat Jeffrey murka.
"Terserah istrimu, lah! Seharusnya kamu intropeksi diri! Apa yang membuat Tamara lebih unggul darimua? Sampai-sampai istrimu lebih nyaman pergi dengannya daripada denganmu!"
Jeffrey tampak kesal, karena Joanna dan Jessica mulai tertawa cekikikan sembari saling menatap.
Hari ini Jeffrey berangkat dengan perasaan gundah. Ini karena Joanna terus saja bersikap seolah dia baik-baik saja. Padahal, sudah tercetak jelas kalau wajahnya memucat.
8. 40 AM
Lucas baru saja memasuki ruangan Jeffrey, karena dia berniat melakukan briefing singkat sebelum melakuakn rapat nanti.
"Lucas, kali ini pastikan semuanya bersih! Aku tidak mau kalau sampai Justin ikut campur lagi. Dan juga, aku harus mengantar istriku USG hari ini. Tolong handle pekerjaan selama aku pergi."
Lucas ingin memprotes ucapan Jeffrey, tetapi tiba-tiba saja pintu terbuka karena Winar selaku sekretaris baru Jeffrey datang sembari membawa beberapa berkas yang akan menjadi bahan presentasi nanti.
"Aku yakin kalian bisa menghandle ini. Tenang saja, nanti kuberi bonus satu kali gaji. Semangat!"
Lucas dan Winar saling melirik, awalnya mereka merasa takut, tetapi tiba-tiba saja langsung semangat setelah mendengar akan mendapat bonus.
Di dalam mobil, Joanna sedang menahan kantuk. Padahal mereka baru saja akan mendatangi kebun binatang terdekat yang berisi rusa, gajah dan badak bercula satu.
"Orang kalau sudah sekali pakai obat, dia pasti akan kecanduan! Tidak mungkin suamimu tiba-tiba sembuh tanpa ada drama sakit-sakit dulu!"
"Dia sudah janji, aku yakin dia bukan orang yang suka ingkar janji."
"Bagaimana kalau dia mengingkari? Kamu mau terus bersamanya atau pergi?"
"Pergi, aku tidak mau hidup dengan orang yang suka ingkar janji. Karena itu akan menimbulkan tendensi kalau dia akan mengulanginya pada hal lain."
Tamara tampak bernafas lega, dia bersyukur karena Joanna bisa berpikir jernih juga.
"Maaf, bukannya mau menggurui. Suamimu, aku takut dia berakhir seperti Ayahku yang jatuh bangkrut, kemudian menyiksa istri dan anaknya hanya demi narkoba. Itu sangat menyakitkan, trauma akan rasa sakit itu tidak akan pernah terlupakan di seumur hidup korban."
"Kamu ada kresek hitam?"
Tamara langsung menepikan mobilnya. Benar saja, secepat kilat Joanna langsung keluar dan berjongkok guna memuntahkan jus mangga yang sempat diteguk sebelum berangkat.
Huek... huek... huek...
Beberapa menit berlalu dan Joanna langsung pingsan setelah Tamara membasuh bibirnya dengan air minum.
Tamara panik luar biasa, beruntung tubuh Joanna lebih kecil darinya. Sehingga dia dapat membawa Joanna ke dalam mobil dengan mudah.
10. 10 AM
Jeffrey tampak panik luar biasa. Kedua matanya mulai memanas setelah menatap istrinya yang sedang terbaring lemah di atas brankar dengan jarum infus yang sudah tertancap di tangan kanannya.
Ibu Joanna mengandung anak kembar. Ibu kekurangan nutrisi karena makanannya tidak dijaga dan lemas karena kekurangan cairan.
Jeffrey menangis sekarang. Menangisi Joanna yang tidak kunjung bangun dari pingsannya. Dia juga sempat memarahi Tamara dan Jessica karena sudah membiarkan istrinya keluar rumah setelah kejadian muntah-muntah ketika sarapan.
"Sayang, ayo bangun sekarang. Jangan membuatku semakin khawatir."
Jeffrey sedang mengecupi tangan istrinya. Tangan yang biasanya mengusap punggungnya ketika malam, kini terasa sangat dingin dan lemas ketika dipegang.
Setengah jam kemudian Joanna bangun ketika merasakan tangannya basah. Apalagi kalau bukan karena terkena air mata suaminya.
"Jeffrey..."
Joanna mengusap rambut Jeffrey perlahan. Membuat pemiliknya langsung bangun dan mengucap syukur saat itu juga.
"Jangan seperti ini lagi..."
Joanna memeluk kepala Jeffrey, dia juga mulai mengecup kepalanya berkali-kali.
"Aku tidak apa-apa. Jangan menagis."
"Maaf, maaf karena sudah menyakitimu. Maaf karena sudah berbicara yang tidak-tidak padamu. Maaf karena belum bisa menjadi suami yang baik untukmu."
Jeffrey semakin terisak, hingga Joanna bisa merasakan basah di lehernya.
"Iya, aku juga minta maaf karena belum bisa menjadi istri yang baik untukmu. Sudah, jangan menangis. Malu, ada Mama dan Tamara yang melihat kita sekarang."
Jeffrey menggeleng pelan, dia tidak peduli kalau berakhir diejek Jessica lagi. Dia hanya peduli pada Joanna dan si kembar yang akan menemaninya hingga akhir.
Triple update?
See you in the next chapter ~