Double update?Beberapa bulan berlalu. Kandungan Joanna semakin membesar dan sedikit membuat siapapun yang melihat pasti merasa ngilu.
Lihat saja, tubuh Joanna sekecil itu dan harus menampung dua bayi kembar Jeffrey yang jenis kelaminnya belum mereka tahu.
"Lucas, kalau aku mati. Tolong jangan biarkan siapapun mendekati istriku, pastikan dia tidak menikah seumur hidup!"
"Lebay!"
Komentar Jessica membuat Joanna terbahak. Ini karena Jeffrey sedang melepas sepatu dan jas kerja. Dia sengaja pulang cepat karena berniat memberikan hadiah pada Lucas yang baru saja selesai melakukan bulan madu keliling Eropa. Tetapi tiba-tiba saja Joanna menodongnya untuk memanjat pohon kelapa.
"Pohon kelapanya juga tidak tinggi-tinggi amat! Kalau jatuh, paling parah patah tulang. Tidak mungkin sampai meninggal!"
Jeffrey tampak kesal dan mulai mendekati istrinya. Mengusap perut besarnya pelan dan mengecupnya pelan.
"Papa naik, ya? Doakan Papa semoga selamat membawa kelapa muda pesanan kalian."
"Jeffrey, cepat! Mendung, sudah mau hujan!"
Tanpa banyak bicara, Jeffrey langusung memanjat pohon kelapa dan disaksikan oleh seluruh penghuni rumah.
Begitu juga dengan Dimas dan beberapa pekerja yang lainnya. Kerena mereka penasaran akan bagaimana tingkah polah si bos besar mereka yang sedang dikerjai istrinya.
Jessica tidak kunjung berhenti tertawa, dia juga mulai mengarahkan kamera ponselnya dan berniat mengirimkan rekaman video Jeffrey yang sedang memanjat pohon kelapa pada Nirmala.
"Sejak kecil dia tidak pernah bermain layangan, kalau sampai dia berhasil mengambil kelapa muda, dia pasti benar-benar hebat!"
Joanna menatap cemas suaminya. Takut dia jatuh dan patah tulang. Tetapi mau bagaimana lagi, sejak semalam dia ingin meminum air kepala muda yang berada di taman belakang rumah. Hingga akhirnya dia memberanikan diri mengadu pada suaminya yang baru saja pulang kerja.
10 menit berlalu, Jeffrey akhirnya berhasil meskipun harus ada drama beberapa kali mau turun karena tidak kunjung berhasil mencapai puncak pohon.
"Enak?"
Tanya Jeffrey sembari menatap istrinya yang sedang meminum es kelapa muda yang sudah ditambah gula dan es batu banyak.
Joanna mengangguk singkat, sesekali dia juga mengecup bibir Jeffrey singkat guna menyalurkan rasa terima kasihnya.
Lucas sudah pulang dan beberapa anggota rumah yang lain sudah masuk ke dalam.
Berbeda dengan Jeffrey dan Joanna yang masih duduk di gazebo taman sembari menatap langit yang mulai menghitam.
Angin segar juga mulai berhembus kencang, pertanda hujan akan segera datang.
Posisi Jeffrey dan Joanna sedang duduk bersampingan dan bersender pada punggung gazebo taman. Keduanya tampak senang dan menikmati suasana asri di gazebo taman.
"Setelah anak kita lahir nanti, kamu mau tinggal di rumah sendiri atau mau tetap tinggal di sini? Kamu tidak perlu merasa sungkan pada Mama, karena memang sudah seharusnya kita hidup mandiri setelah menikah."
Jeffrey mulai menarik maju Joanna, berniat memeluknya dari belakang dan mengusap perut besarnya pelan.
"Aku mau tinggal di sini saja. Rumah ini terlalu besar, kasihan Mama kalau tinggal di sini sendirian. Aku tidak masalah. Mama juga tidak pernah memarahiku, Mama justru lebih membelaku ketika sedang ada masalah ini itu. Jeffrey, aku mau tinggal di sini saja. Tidak perlu membeli rumah lagi."
Jeffrey tersenyum senang. Padahl, dia sudah menyiapkan hati untuk meninggalkan Jessica tinggal sendirian jika istrinya meminta pindah rumah.
"Terima kasih, Sayang. "
Mulai lagi, Jeffrey mulai mengendusi leher istrinya. Mengecupnya pelan dan sesekali membuat tanda di sana. Hingga membuat Joanna kesal dan mencoba menghindar karena masih ada beberapa pekerja yang sedang memotong rumput cukup jauh dari mereka.
"Hehehe. Sayang, aku mau membuat pengakuan."
"Apa?"
Joanna mulai menghentikan acara meminumnya dan beralih menatap wajah suaminya.
"Sebenarnya aku tidak pernah bermimpi bisa memiliki hidup seperti ini. Menikah dan memiliki anak. Aku sangat bahagia sekarang. Apalagi anak kita kembar. Dulu, aku mengira akan berakhir melajang sampai tua dan akan menyumbangkan seluruh hartaku pada orang yang membutuhkan."
Joanna tersenyum tipis, dia juga mulai mengusap punggung tangan suaminya yang sejak tadi tidak berhenti mengusap perutnya.
"Aku juga tidak menyangka bisa memiliki suami kaya. Kukira aku akan menikah dengan karyawan biasa dan menjadi budak korporat sampai tua."
Jeffrey tertawa sumbang. Karena kejujuran Joanna benar-benar membuat sesi romantis mereka menguap. Seharunya dia mengatakan hal lain yang bisa membuatnya berbunga-bunga. Bukan membahas harta dan membuatnya sedikit merasa kesal.
"Oh, jadi kalau aku miskin. Kamu tidak mau?"
"Jelas tidak mau! Aku mau menikah denganmu juga karena Mama Jessica mengatakan akan membiayai seluruh kebutuhan adik-adikku! Kalau tidak begitu, mana mungkin aku mau mengorbankan hidupku dan menikah denganmu!"
Bukannya marah, Jeffrey justru tertawa gemas. Karena lagi-lagi Joanna sukses membuat kejujuran yang dilontarkan menjadi sesuatu yang terdengar menyenangkan.
"Jujur, dulu waktu pertama bertemu. Kamu pasti langsung terpesona denganku, kan?"
Tanya Jeffrey penuh percaya diri.
"Kebalikannya, aku ilfeel! Kamu serampangan sekali. Meletakkan kunci mobil dan ponsel di atas meja saja keras sekali. Tidak heran kalau layar ponselmu waktu itu retak banyak sekali!"
Jeffrey tertawa gemas, karena memang dia suka melakukan ini itu dengan kasar. Termasuk ketika melalukan olahraga dengan istrinya. Mungkin itu sebabnya kenapa Jessica membelikan ranjang baru yang lebih kokoh dari sebelumnya.
SPOILER
"Kamu ke kantor mau bertemu denganku atau sekretarisku?"
"Hehehe, mau bertemu Mas Johnny. Serius, ini permintaan si kembar!"
"Gak! Gak boleh! Lebih baik kamu memintaku memanjat pohon pinus daripada melihatmu berpelukan dengan sekretaris baruku!"
See you in the next chapter ~