Dua chapter lagi ending. Ramein, ya! Kalo mau ending hari ini 😂Jeffrey marah sekali. Bahkan dia berani membentak Joanna ketika pertama kali berjumpa seperti ini. Sebenarnya, ada sedikit rasa bersalah di hatinya. Namun amarahnya sudah memuncak dan lebih berkuasa daripada segala rasa rindu yang dirasa.
Bayangkan, enam bulan tanpa kabar. Tanpa sekalipun menengok dan membalas pesan maupun panggilan darinya. Lucas dan keluarganya juga sudah diajak bekerjasama untuk tidak memberikan kabar apapun tentang istri dan anaknya. Bagaimana Jeffrey tidak marah?
Joanna masih enggan membalikkan badan. Namun kedua mata Jeffrey sudah berkaca karena rasa kecewa, sedih, dan marah campur aduk sekarang.
"Menurutmu aku tidak tersiksa di sana? Menurutmu aku tidak menderita di sana? Sampai-sampai kamu ikut menghukumku seperti sekarang?"
"Apa aku pernah menyuruhmu memakai barang haram? Tidak, kan? Itu salahmu sendiri karena telah mengingkari janji! Ini sudah kedua kali dan kamu tidak pernah merasa bersalah sama sekali!"
"Siapa!? Siapa bilang aku tidak merasa bersalah sama sekali? Aku menyesal! Aku merasa bersalah! Aku---"
"Lalu kenapa masih kau lakukan!? Membuat khawatir semua orang dan---"
Ceklek...
Pintu terbuka, kali ini Tamara pelakunya. Dia membawa tote bag berukuran besar yang entah isinya apa.
"Taruh di meja!"
Tamara tidak bersuara dan hanya merealisasikan perintah. Lalu kembali keluar ruangan karena tidak mau menginterupsi perdebatan mereka.
Dengan lantang Jeffrey membuka tote bag bag tadi. Tote bag yang berisi kotak makan siang berikut kotak minum yang berisi susu putih banyak sekali. Kotak makan yang ada di sana juga berukuran jumbo. Ada tiga tingkat kotak yang berisi nasi merah, sayur beserta lauknya, dan buah-bahan segar warna-warni
"Anak kita di mana?"
Tanya Jeffrey melunak. Dia menatap istrinya yang tampak kurus dari belakang. Sudah pasti makanan yang Tamara bawa adalah makan siang istrinya yang telah disarankan oleh dokter gizinya. Mengingat kata Lucas---istrinya memang begitu perkasa hingga mampu datang ke kantor bahkan setelah dua hari melahirkan.
Iya, Lucas hanya mengatakan Joanna melahirkan di hari Jeffrey ditangkap. Namun dia tidak menyinggung hal lain lagi termasuk teriakan Joanna yang ingin mengurus perceraian sebelum pingsan. Karena Lucas benar-benar bisa mengerti akan apa yang Joanna rasakan.
Jeffrey memang bebal. Istri mana yang tidak naik pitam dan berkata demikian ketika suaminya memasuki lubang hitam untuk yang kedua kalinya ketika dia sedang hamil besar?
Joanna tidak menjawab. Namun dia sedikit tersentak dan membuatnya langsung berdiri dari kursi sekarang juga.
Jeffrey semakin mendekat. Bahkan, saat ini dia sudah memutari meja kerja agar bisa meraih tubuh istrinya yang amat sangat dia rindukan.
"Anak kedua kita sudah meninggal."
Ucap Joanna setelah Jeffrey membalikkan badan. Jeffrey berniat memeluk istrinya, namun segera diurungkan setelah mendengar ucapan Joanna yang terasa begitu menusuk jantungnya.
Apalagi setelah menatap Joanna yang sedang menyusui bayi mereka dengan wajah tirus dan beruarai air mata.
Jeffrey juga demikian. Air matanya sudah menggenang di pelupuk mata sekarang. Tangisnya juga sudah keluar ketika melihat anaknya sedang menatapnya tajam dan sesekali menyesap kuat-kuat dada kiri ibunya.
Jeffrey hampir tumbang, namun dia bergegas berpegangan pada tepi meja. Lalu mengulurkan tangan dengan gematar pada pipi anaknya yang bahkan tidak dia tahu siapa namanya.
Setelah menatap anaknya, Jeffrey beralih pada Joanna yang sudah memincingkan mata. Seolah tengah menyimpan banyak dendam padanya.
Dengan sigap, Jeffrey langsung memeluk Joanna. Mendekapnya perlahan karena ada si anak di tengah-tengah mereka.
"Aku minta maaf, aku benar-benar minta maaf. Aku menyesal, aku benar-benar menyesal."
Joanna tidak bergeming, namun segera melepas pelukan karena merasa anaknya telah melepas dadanya kali ini. Membuatnya segera memasukkan dada kiri pada kemeja dan branya kembali.
Joanna berjalan menuju meja tempat makanannya tersaji dan keranjang bayi yang terletak tidak jauh dari meja tadi.
Dengan hati-hati, Joanna meletakkan anaknya pada keranjang bayi. Kemudian bergegas membuka bekal yang baru saja dibawa Tamara tadi.
Jeffrey? Dia sedang mematung di tempat, lalu bergegas mendekati keranjang tempat anaknya dibaringkan saat ini.
Dengan hati-hati, Jeffrey mulai mendekati keranjang anaknya. Mencium pipinya pelan hingga membuat si pemilik mulai mengulurkan lidah. Lalu beberapa kali berkedip dan tersenyum menatapnya.
Lagi-lagi Jeffrey menangis sekarang. Bahkan, saat ini dia sedang bersimpuh di depan keranjang anaknya yang memiliki tinggi cukup rendah. Hingga membuatnya yang memiliki tinggi menjulang harus rela menekuk lutut agar bisa menatap anaknya dengan jelas dan dekat seperti sekarang
Untuk menggendong sendiri? Jelasin belum berani Jeffrey lakukan. Sebab dia tidak pernah menggendong bayi seumur hidupnya. Karena hidupnya hanya didedikasikan untuk pekerjaan, pekerjaan, pekerjaan dan obat-obatan terlarang saja
15 menit berlalu, namun Jeffrey tidak kunjung berhenti menekuk lutut. Hingga Joanna selesai memakan seluruh bekal yang Tamara bawa tanpa sisa saat itu.
Ceklek...
Pintu kembali terbuka. Kali ini Johnny yang datang sembari membawa dokumen yang entah isinya apa. Namun wajahnya tampak pucat ketika langkahnya semakin dekat dengan si bos besar. Alias Jeffrey Iskandar.
"Berikan padanya!"
Jeffrey langsung menoleh pada sumber suara. Pada Joanna yang saat ini sudah menatapnya tajam dan mengeluarkan bolpoin dari saku jas.
150 comments for next chapter. See you!
Tbc...