PROLOGUE

865 70 4
                                    

Seoul, 6 Januari 2018 - Season of Gfriend.
In SK Olympic Handball Gymnasium.

***

"Tang tang tang FINGERTIP."

"Aku akan menembak hatimu."

"Tang-tang-tang FINGERTIP."

"Untuk menghentikan hatimu."

Umji menyanyikan bagian reff dari lagunya, sembari menggoyangkan tangan dan kakinya, bergerak sesuai irama lagu.

Sesekali Umji menghadap kearah kamera, dan sesekali matanya tertuju kearah para fans yang tengah mengacungkan sebuah lightstick yang tampak bersinar dimatanya.

Walaupun ia sedang melakukan konser saat ini, namun hatinya sangat senang ketika para fans-nya menyorakkan fanchant dari lagu yang mereka berenam nyanyikan sembari mengacungkan lightstick ke udara.

Lagi pula, ini adalah konser terakhirnya di Seoul yang harus ia nikmati sebelum ia pergi ke Negara lain untuk melakukan konser berikutnya.

Tanpa sengaja matanya bertemu dengan seorang pria bertopi yang tengah mengacungkan sebuah pisau di sudut ruangan.

Umji terperanjat dan kakinya terkilir karena tidak fokus pada tariannya.

"Akh!"

Umji menjatuhkan mikrofonnya. Para member lain yang melihatnya terjatuh segera mengerumuninya, untuk melihat keadaannya.

"Aigu~ kamu tak apa Umji-ya?" pekik si leader, heboh.

Umji tak merespon, matanya masih tertuju kepada si lelaki yang perlahan beranjak dari tempatnya, menghilang.

Melihat kondisi Umji yang tak memungkinkan untuk menari lagi, managernya menyuruh beberapa staff untuk membawa Umji ke rumah sakit agar segera mendapat perawatan lebih.

Di luar gedung, sebuah mobil mewah sudah terparkir untuk membawa Umji ke rumah sakit. Mereka membopong Umji dengan hati hati, kemudian menutup mobilnya dan memberi sang supir sebuah alamat.

Perlahan, mobil mewah itu melaju, membawa Umji dan sang supir menjauh dari gedung.

Umji mendesis sembari memegang kakinya yang terkilir.

Beberapa menit berlalu, tetapi mereka masih belum sampai di tempat tujuan. Umji yang merasa aneh, memandang ke arah kaca mobil. Berapa terkejutnya dia saat melihat lelaki itu.

"K-kau... lelaki bertopi tadi?!" pekiknya terkejut. Seketika, bulu kuduknya merinding mendengar kekehan lelaki di depannya itu.

Diam diam, Umji mencari suatu benda di sekitarnya, tapi ia Tak berhasil menemukannya. "Kau mencari ponselmu, Nona?"

Umji terbelalak mendengar perkataan lelaki di depannya.
Ia meneguk ludah susah payah.

Tangannya meraih pintu mobil untuk membukannya dan kabur dari sana, karena hanya ini satu satunya ide yang terpikirkan oleh Umji.

Sementara itu, lelaki bertopi tersebut terkekeh melihat Umji yang gugup dan berusaha membuka pintu mobil di belakangnya.

Ia menancap gas dan mempercepat laju mobilnya agar segera sampai di tempat tujuan.

Tanpa lelaki itu sadari, Umji menyenggol suatu benda tepat di sebelah kakinya. Ia tersenyum lega sedetik, kemudian meraih benda yang lumayan kecil tersebut dengan kedua kakinya.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di sebuah rumah tua yang sudah tak berpenghuni.

Lelaki tersebut turun dari mobil. Sementara Umji tak menyia nyiakan kesempatannya.

Ia membungkuk untuk menarik benda yang ia dapatkan tadi. Ia menyembunyikan benda tersebut di belakang bajunya yang kebetulan menyimpan pistol mainan untuk keperluan konsernya tadi.

Ia buang pistol mainan tersebut kebelakang mobil, kemudian menaruh benda yang ia temukan tadi.

Beberapa detik kemudian, lelaki bertopi tersebut membuka bagian belakang mobil, tempat yang diduduki oleh Umji.

Dia membopong tubuhnya seperti mengangkat karung, dan memasukkannya ke dalam rumah tak berpenghuni tersebut.

Umji hanya diam saja karena sedang menyusun taktik pelarian didalam hatinya.

'Brak!'

Lelaki bertopi itu membanting tubuh Umji ketika sudah sampai di dalam ruangan. Dan sekali lagi Umji berteriak kesakitan ketika tubuhnya dibanting ke lantai.

"Siapa kau, hah? Kenapa kau menculikku?" tanya Umji ketakutan.

Lelaki tersebut menurunkan topinya, sehingga Umji dapat melihat wajahnya, walaupun samar samar karena ruangan yang gelap dan tak ada penerangan.

Mata Umji melebar saat ia mengenali wajah pria tersebut. "Anaknya dokter Jung? Kau Jung Nam Gil?!" teriak Umji tak percaya. Pasalnya, keluarganya adalah rival dari ayahnya sendiri.

Nam Gil terkekeh, kemudian mengeluarkan pisau lipat dari sakunya. "Ada kata kata terakhir?"

Umji terbelalak melihat Nam Gil yang semakin mendekat kearahnya. Ia memutar otak agar dapat menemukan celah untuk keluar dari ruangan terkutuk ini.

"Kau mau apa, hah? Membunuhku? Apa tujuanmu membunuhku?"

"Tujuanku membunuhmu? Sederhana saja, Nona," jawab Nam Gil santai. Dia semakin dekat dengan Umji.

Akhirnya, Nam Gil mensejajarkan wajahnya dengan wajah ketakutan Umji. Nam Gil terkekeh, kemudian menyentuh dagu Umji dengan pisau lipatnya.

"Aku ingin menjual organmu kepada ayahmu sendiri, nona Umji," ucap Nam Gil dengan penekanan disetiap katanya.

"Ah, aku lupa kalau disini gelap. Kau ingin penerangan?"
Nam Gil memegang sebuah obor yang entah dari mana asalnya, kemudian mengeluarkan sebuah korek api.

Perlahan, kayu terdebut mulai terbakar. Umji yang sudah mengira apa yang akan terjadi selanjutnya hanya bisa menutup matanya dan berdoa dalam hati, berharap ada keajaiban yang datang dan menolongnya.

'Srak!'

"Arghh!!" teriak Umji ketika kayu tersebut menggores pipi kanannya. Ia menutupi luka bakar tersebut dengan tangannya, sembari menatap Nam Gil yang tersenyum puas di hadapannya.

"Dasar Psikopat gila! Cepat lepaskan aku!"

Umji kini sudah tak memedulikan reputasinya sebagai seorang idol yang lemah lembut, karena sekarang, ia hanya ingin bebas dari sini.

"Bebaskan kau? Jangan harap!"

Nam Gil menggores tangan dan paha mulus Umji menggunakan pisau lipatnya, sembari menikmati teriakan Umji tentunya.

Setelah puas bermain main, tanpa aba aba, Nam Gil menancapkan pisau lipatnya di perut rata Umji.

Lain halnya dengan Umji yang kesakitan, Nam Gil justru tertawa menikmati permainannya.

Dan tanpa sepengetahuan darinya, Umji mengeluarkan pistol dari sakunya. Diarahkannya pistol tersebut tepat di depan wajah Nam Gil yang kini mulai ketakutan.

"Jika aku mati disini sekarang, maka kau juga harus menemaniku, sialan!"

'Dor'

Suara dua tembakan yang saling beruntun, menggema di sekitar mereka, membuat hewan hewan yang berada di sekitar mereka menjauh untuk berlindung.

Umji melihat Nam Gil yang tergeletak tepat di sebelahnya dengan luka tembakan di leher dan dadanya.

Umji menghembuskan napas lega, tapi kemudian rasa sesak juga memenuhi paru paru dan hidungnya sehingga menjalar di kepalanya.

Beberapa menit kemudian, Umji sudah tak sadarkan diri dengan pistol yang masih ia genggam di tangannya.

TBC.

Sebelum membaca bab selanjutnya, vote dulu yuk untuk mendukung saya. 😀✨

FINGERTIP✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang