FINGERTIP 17

182 29 3
                                    

Selamat membaca😁

"Zion!" panggil seorang gadis berambut pirang tersebut.

Dipanggil seperti itu membuat Zion tak berpaling dari kegiatannya. Ia mengabaikan seruan gadis tersebut dan tetap mengayuhkan pedang yang berada di tangannya saat ini.

Merasa diabaikan seperti biasanya, gadis tersebut langsung berlari kecil ke arahnya.

"Ada apa?" tanya Zion sesampainya gadis itu di tempat latihannya.

"Ah, nothing to say. Aku hanya membawakan bekal makan siangmu."

Mendengar kata makanan, Zion segera meletakkan pedangnya asal dan menerima sekotak bekal dari tangan gadis tersebut dengan tak santai.

"Ibuku yang menyuruhnya," lanjut gadis itu dengan muka sebal. Zion tersenyum gemas melihat ekspresi yang diberikan oleh sahabat masa kecilnya.

"Hei, kenapa malah tersenyum seperti itu, sih! Asal kau tahu ya, aku mana sudi memberimu makan setiap hari seperti ini kalau bukan karena paksaan dar-"

"Diam. Ayo makan," ajak Zion. Kemudian, mereka berdua pun memakan bekal tersebut bersama sama.

~~~~~~~~~~~~~~~

"Selamat ulang tahun, duke Kerwin!" teriak para tamu undangan dengan meriah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat ulang tahun, duke Kerwin!" teriak para tamu undangan dengan meriah. Semua orang pun mengangkat gelas mereka lebih tinggi, sembari bersorak.

Dengan demikian, pesta sudah resmi dimulai.

Musik mulai dimainkan. Kali ini dengan tempo yang lumayan cepat dan lebih bersemangat. Berbeda dengan musik pembuka yang lebih lembut, kali ini musik dimainkan dengan nada yang lumayan cepat untuk memeriahkan pesta.

Lyra menatap canggung sekitarnya, karena ia ternyata adalah pusat perhatian di pesta ini. Ia sudah merutuki Flyra yang berada di sampingnya untuk membalas setiap ucapan yang dilontarkan kepadanya untuk tujuan memperluas relasi.

Untung saja, Lyra cukup sering melakukan hal seperti ini di kehidupannya sebelumnya. Jadi, ia tak terlalu kesusahan.

"Anda sangat pandai berbicara, duchess Flyra," puji salah seorang teman barunya dari wilayah Frusta.

Dipuji seperti itu, tentu saja tidak membuat Lyra menjadi besar kepala. Karena ia juga cukup sering mendengar pujian pujian tersebut.

Lyra hanya tersenyum dan berterima kasih atas pujian yang dilontarkan olehnya.

Lyra mengamati Zion di sebelahnya yang hanya diam menatapnya sedari tadi. Sebenarnya Lyra sangat malu, namun apa boleh buat.

Jika ia meninggalkan pembicaraan sekarang, maka itu akan memperburuk citranya, dan Flyra tidak menyukai hal tersebut.

*
*
*

Zion mengamati Lyra yang berada di sampingnya sedari tadi. Wajahnya tidak sekaku biasanya ketika melihat Lyra tersenyum bersama beberapa wanita kenalannya.

Sesekali, ia akan menjawab pertanyaan yang di lontarkan kepadanya. Itu saja dengan cara Lyra yang menyenggolnya terlebih dahulu. Kalau tidak, mana mau ia menjawab pertanyaan basa basi dari mereka.

Beberapa menit menemani Istrinya, membuat Zion bosan. Ia lirik semua orang yang berada di Aula. Zion baru menyadari kalau ia hampir mengenal seluruh tamu undangan di pesta ini.

Tepat tak jauh di depannya, tampak seorang lelaki paruh baya yang sedang berbincang dengan duke Kerwin.

Zion sedikit mengerutkan alisnya. Ia masih belum kenal siapa pria yang berada di depan duke Kerwin tersebut. "Sepertinya aku harus kesana," gumam Zion sangat pelan.

Zion ingin beranjak dari sana. Namun belum ada tiga langkah, Lyra sudah memegang tangannya dan menariknya kembali.

"Kau mau kemana?" bisiknya cukup keras.

Zion menatap Istrinya dengan senyuman tipis yang hampir tidak tampak. "Pergi," jawab Zion singkat.

"Eh jangan dong!" balasnya cepat dan penuh protes, membuat Zion mengulum senyum manisnya.

"Kenapa?" tanya Zion lagi, mulai tertarik dengan pembicaraan mereka.

Lyra melotot tak santai mendengarnya. "Kau bercanda? Aku tidak kenal siapapun disini, tahu!" ucapnya mulai kesal. Zion terkekeh gemas melihat wajah kesal Lyra.

Ia pun mengangguk dan mulai berbincang santai bersama pria kenalannya tak jauh dari jangkauan Lyra.

Lyra menghela napas lega melihat Zion yang ternyata mau menurutinya.
Ia pikir, dia perlu sebuah ancaman untuk membuat seorang Duke Zion takluk padanya.

"Ternyata Zion memang benar benar menyukai Flyra, ya," gumamnya pelan sembari geleng geleng kepala.

Kembali lagi ke tempat Zion saat ini. Tak jauh di sampingnya, seorang pria seumurannya sedang memperhatikannya dengan hawa permusuhan yang sangat kental.

"Zion," gumamnya pelan. Pria itu meneguk habis minumannya, kemudian berjalan mendekat.

Zion yang merasa sedang diperhatikan pun menoleh.
Tatapan zion yang semula tenang, kini berubah menjadi kesal seperti sedang menahan amarah.

Lyra yang kebetulan meliriknya, tiba tiba merasa aneh dengan hawa di sekitarnya. "Kok tiba tiba meriang ya?"

"Sudah lama, ya?" ucap pria tersebut saat sudah berhadapan langsung dengan Zion.

Zion menatapnya remeh. "Yah, terakhir kali anda menyapa seperti ini, pada saat anda menghianati saya, bukan?" balas Zion tajam.

Lrya yang tak jauh di sampingnya merasa terkejut karena Zion telah menyita perhatian beberapa tamu.

###

Haloo! Paragraf yang dicetak miring diatas tadi flashback part masalalu zion yaa. Sampai jumpa di chapter selanjutnya~😁

FINGERTIP✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang